Mohon tunggu...
Cerpen

Tumbuh di Negeri Seberang

24 Maret 2017   06:58 Diperbarui: 24 Maret 2017   16:00 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Vania. Ketika cahaya sang mentari menembus jendela kamarku, dan aku pun terbangun. Hariku dimulai dengan sangat menyenangkan. Aku akan berangkat ke Malaysia untuk mengikuti olimpiade sains.

Setibanya di pelabuhan, aku masih terus tersenyum sampai saat kedatangannya yang kemudian mengingatkanku tentang segalanya yang terjadi padaku dan dia dahulu. Awalnya aku hendak menghindar darinya, apalah daya diriku ketika kedua orangtua kami saling melihat, dan kemudian saling bersalaman satu sama lain.

Namanya Revan. Dulu, kami adalah teman masa kecil. Dia yang sangat menyayangiku, dia yang selalu tersenyum, dia yang selalu berada di sampingku ketika aku kesepian, dulu dia adalah segalanya bagiku. Namun sekarang, semuanya berbeda dan satu hal yang terburuk ialah, dia berubah. Contohnya saja ketika aku masuk sekolah, aku langsung berpapasan dengannya, tapi saat aku hendak tersenyum ketika dia melihatku, dia langsung berjalan kembali seolah kami tidak saling mengenal.

Tak terasa akhirnya, kami pun sampai di pelabuhan. Sesampainya di sana, semuanya masih terasa baik-baik saja, sampai ketika malam itu datang. Dia tiba-tiba berada dalam mimpiku malam setelah kami tiba di sana, dia adalah Revan. Mimpiku adalah tentang masa lalu ketika kami main bersama, bagaimana dia menyayangiku, takut aku akan terluka, selalu menggenggam tanganku, peduli dan selalu tersenyum padaku

Keesokan harinya, ketika aku terbangun, aku langsung memikirkannya. Dulu, semuanya terasa menyenangkan, kami yang tak berhenti tersenyum satu sama lain, begitu aneh melihat semua yang terjadi sekarang, kami yang dulunya sangat dekat bahkan ketika tidur aku selalu ditemani olehnya. Namun masa lalu hanyalah tinggal kenangan. Aku bingung, kenapa aku memimpikannya? Apakah aku merindukan kasih sayangnya padaku dahulu?

Perlahan, aku pun mulai menyukainya. Dalam diam aku memperhatikannya, dia yang selalu berada dalam setiap do’aku. Dan akhirnya aku menyadari bahwa ternya memendam perasaan suka itu jauh menyakitkan. Hanya bisa memandanginya dari sudut jendela kelas, mengaguminya tanpa tau hari esok. Diam-diam aku merindukan kasih sayangnya dulu, aku selalu mencoba menegurnya, namun apalah dayaku ketika aku melihatnya aku hanya bisa menunduk. Aku terus bertanya-tanya, sampai kapankah aku terus memendam perasaan ini? Akankah dia menyadari perasaanku? Jika dia menyadarinya, apakah yang akan terjadi pada kami berdua?. Tampaknya aku benar-benar mencintainya.

Sudah cukup lama aku memendam perasaanku padanya, sudah sekitar 5 bulan. Tidak ada perkembangan sampai sejauh ini. Sampai saat temanku mengajakku ke Thailand untuk mengikuti lomba, tetapi aku tidak ingin ikut, setelah kedua orangtuaku menyarankanku untuk ikut akhirnya aku ikut, aku berfikir dia tidak ikut karena dia sekarang kelas 3 tentu harus fokus UN, tetapi ternyata dia ikut.

Pagi itu hari keberangkatan kami ke Thailand, ketika berada di bus dia mengambil tempat duduk yang berjarak 1 kursi di depanku. Semuanya baik-baik saja, hanya saja aku terus memperhatikannya dari belakang dan berharap dia akan menoleh ke belakang.

Sesampainya di sekolah tempat diadakannya lomba tersebut, kami langsung diajak menuju asrama tempat kami akan tidur malam itu. Malamnya kami diajak untuk datang ke aula untuk mengikuti tehnical meeting.Aku sengaja menggunakan baju yang bagus agar terlihat cantik di depannya. Setelah acara selesai, saat kami hendak kembali ke asrama, kami bertemu dengan teman yang pernah kami temui di Malaysia waktu itu, ternyata dia bersekolah di sini. Setelah berbincang cukup lama dan berfoto dengannya. Lalu aku tak sengaja melihat ke atas pentas dan aku melihatnya. Dia sedang berfoto dengan salah seorang siswi Thailand. Sungguh pemandangan yang menyakitkan. Ketika aku dan teman-temanku berjalan menuju asrama, dia berada di depan kami, lantas teman-temanku menyindirnya. “Kasihan aku tengok Nia ni, dah pakai baju cantik-cantik, eh dia malah foto sama orang lain. Sabar ya Nia”, ”Payah sama orang pekak ni, dah dikodein pun gak peka, apalah lagi kalau bukan pekak, ya kan we?”, “Hahahaha benar tuh”. Namun dia hanya diam saja.

Sesampainya di asrama, aku hendak curhat ke temanku lewat chat tentang yang terjadi tadi, tiba-tiba dia mengirimkan foto mereka berdua kepadaku, aku pun heran darimana dia mendapatkannya, ternyata foto itu sudah berada diinstagramnya. Ketika semua orang belajar untuk lomba besok pagi aku hanya bisa melihat layar hpku sambil mendegar lagu sedih dan kemudian diam-diam menangis di asrama yang gelap.

Paginya sebelum perlombaan dimulai, kak Rani mengajakku keliling untuk melihat pameran, dan aku pun ikut bersamanya, terus bersamanya mengingatkanku tentang tadi malam dan membuatku semakin tidak bersemangat. Namun anehnya aku tidak tertarik sama sekali dengan pameran itu. Entah pamerannya yang memang tidak menarik atau aku yang memang sedang patah hati. Namun setelah cukup lama berada di sana, aku melihatnya. Kami saling berpapasan tapi tidak ada yang memulai pembicaraan. Perlombaan pun di mulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun