Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Anakku adalah Kebanggaanku, karena Ia adalah Masa Depan

8 Maret 2020   00:36 Diperbarui: 8 Maret 2020   06:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peniel dan Jack, di sebuah ladang pada suatu waktu (dokpri)

Demikian juga halnya dengan masa depan!
Karena kita menjalani hidup jauh dari sumber kehidupan!
Kenangan akan masa ketika kita adalah anak-anak,
Bekal penting menjadi orang tua yang lebih baik
Bagi anak-anak kita

Mengapa Tuhan jauh dan sulit dipahami?
Sekali lagi, itu tidak mengherankan!
Sebagian kita hidup hanya untuk hari ini
Hari ini kenyataan,
Bukankah masa depan pun jauh dan sulit dipahami?

 

Ini adalah sebuah refleksi perjalanan kehidupan, yang dituliskan oleh orang tua dari kacamata anak-anak.

Dalam perjalanan kehidupan, adakalanya kita tanpa sadar tiba pada satu titik perhentian di mana kita kembali memutar ulang rangkaian peristiwa yang telah lalu. Apakah itu peristiwa yang menyenangkan, atau peristiwa yang memalukan, atau bahkan peristiwa yang memilukan. Bagaimanapun, jelas bahwa peristiwa tersebut telah meninggalkan suatu kesan yang mendalam dalam diri kita, sehingga terrekam dengan begitu baik dan lengkap, dan dapat muncul kembali kapan saja ketika ada hal yang memicunya dalam perasaan dan pikiran kita.

Seringkali ingatan akan peristiwa semacam itu muncul ketika kita merasakan suasana yang menyenangkan, memalukan atau kejadian yang membuat hati kita merasa terpukul dalam keseharian kehidupan yang kita jalani. Kejadiannya bisa saja akibat suatu momen di lingkungan pekerjaan, dalam sebuah obrolan ringan dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggal, atau pada sebuah perjalanan tak terduga ke suatu tempat dengan sahabat, atau bahkan bisa saja dalam sebuah ibadah di persekutuan.

Satu hal yang sering menghubungkan dan menyatukan pembahasan atas sesuatu hal atau peristiwa dalam hidup adalah adanya kesamaan kesan yang dirasakan tiap-tiap orang. Meskipun seringkali juga terjadi perdebatan yang sengit, adanya perbedaan tanggapan.

Mungkin itu jugalah salah satu dari beberapa hal yang bisa mennghubungkan dan menyatukan manusia, orang-perorang, antar kelompok, antar desa, antar bangsa, hingga berbagai orang dari berbagai negara di seluruh penjuru bumi. Adanya kesamaan kesan, karena itu membangkitkan kembali kenangan kita akan berbagai peristiwa yang menurut kita berpengaruh besar dalam kehidupan kita. Bahkan jauh setelah peristiwa itu kita lewati.

Beberapa orang setuju dengan pendapat orang-orang yang secara progresif memandang bahwa orang-orang yang terlalu sering memikirkan kenangan akan masa lalu, baik yang menyenangkan, memalukan atau bahkan memilukan cenderung kontra produktif, karena biasanya orang yang seperti itu terlalu melankolis. Orang melankolis dirasa sulit menerima kenyataan, apalagi untuk diharapkan mampu merencanakan sebuah masa depan.

Semua orang memahami bahwa masa lalu adalah kenangan, masa kini adalah kenyataan dan masa depan adalah harapan. Dalam sebuah ayat Alkitab, yang tertulis pada kitab Roma Pasal 12 ayat yang ke-12, terasa kesan sisi kemanusiaan seorang Rasul yang juga pasti sangat memahami apa yang dipunyai manusia sehubungan dengan waktu hidup manusia yang sangat sementara. Ia mengatakan, "Sabarlah dalam kesesakan, bersukacitalah dalam pengharapan dan bertekun dalam doa".

Layaknya sebuah partitur lagu yang dimainkan dalam suatu harmoni pada sebuah orkestra, demikian juga dengan peristiwa kehidupan. Masa lalu dan masa sekarang tentu saja tidak melulu diisi oleh hal-hal yang menyebabkan kesesakan, sesekali juga kita pasti merasakan sukacita. Meskipun mungkin, kita lebih sering setuju bahwa masa hidup manusia yang singkat, seringkali lebih banyak diringi oleh permasalahan dan tantangan yang membuat hidup menjadi tidak mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun