Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Yangon: Pesona Kereta Paling Lambat dan Murah di Dunia

13 November 2014   17:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:54 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum sampai di Yangon Central Railway Station, saya sempat melihat stasiun terbesar di Myanmar ini dari kejauhan ketika melintas di atas jembatan di Zoological Garden Road.Deretan rel, peron yang terlihat tua dan sedikit kumuh, serta deretan gerbong kereta kayu yang kebetulan melintas sangat lambat seakan-akan mengucapkan selamat datang ke masa lampau.

14158468141914134743
14158468141914134743

Perjalanan di pagi yang cerah di kota Yangon dilanjutkan denganbelok kanan melewati trotoar yang dipenuhi pedagang kaki lima yang menjual berbagai jenis makanan termasuk mohinga, makanan tradisional Myanmar yang terkenal lezat itu.Tiba lah saya di gedung yang megah, tua, namun dengan cat yang sudah terkelupas dan terlihat kusam bagaikan sudah tidak dicat selama puluhan tahun.Ini dia Stasiun Kereta Api Kota Yangon yang akan menjadi awal perjalanan wisata selama hampir 3 jam mengelilingi kota Yangon dengan naik Yangon Circular Railway.

14158469161404518561
14158469161404518561

Memasuki gedung utama, terlihat loket karcis, jadwal kereta, dan juga kursi berwarna biru mirip dengan kusi bus PPD di Jakarta.Selain itu di ruang tunggu, juga banyak calon penumpang yang duduk maupun tertidur di lantai.Saya sempat bertanya di salah satu loket dan ditunjukkan bahwa tiket kereta lingkar dapat saya beli di platform 7.

1415846962875213824
1415846962875213824

Platform 6 dan 7 dapat dicapai dengan naik jembatan yang melintas di atas rel kereta.Dari sini dapat dinikmati betapa sesungguhnya stasiun central Yangon ini begitu megah dan indah. Sayangnya keadaannya saat ini benar-benar tidak terawat dan kumuh. Di platform, selain calon penumpang, juga dapat dijumpai pedagang asongan, penjual segala jenis makanan dan bahkan juga anjing-anjing liar yang bebas keluyuran. Anak-anak kecil yang bertelanjang ria juga terlihat sedang mandi di salah satu pojok platform.

14158470471373646541
14158470471373646541

Di loket, saya membeli tiket seharga 300 Kyat (dibaca Chat: atau sekitar 3600 Rupiah).Petugas memberi info bahwa kereta berikutnya adalah yang clockwise alias berjalan sesuai arah jarum jam dan akan berangkat pada pukul 10.10 pagi.“Just follow me”, demikian katanya sambil meminta saya menunggu di dekat loket.Di sana juga terlihat beberapa wisatawan asing baik yang berkulit putih dan ada juga rombongan gadis yang sibuk berbicara dalam Bahasa Thai. Selain itu adalah penumpang lokal yang kebanyakan memekai long yi, sarung khas Myanmar yang ada dimana-mana.

14158471021752153863
14158471021752153863

Petugas loket yang juga memakai longyi bewarna coklat kemudian keluar dari loket dan mengajak rombongan kami menuju mendekati tepi rel. Di kejauhan , dengan lambat terlihat kereta yang akan kami tumpangi dan menjadi wahana kita untuk berwisata melewati 38 stasiun yang melingkar di kota Yangon.

14158471411470533574
14158471411470533574

Setelah naik kereta,penjaga loket berbicara dengan satpam yang ada di kereta untuk memberitahukan kepada rombongan gadis Thai apabila mereka sudah sampai di stasiun tujuan. Rupanya mereka akan turun si stasiun yang letaknya kira-kira setengah perjalanan saja. Sementara saya duduk di dekatseorang pria Jepang, yang berumur lebih dari 60 tahun yang sempat menjadi teman saya selama perjalanan naik kereta ini.

14158471691392915305
14158471691392915305

Kereta pun mulai berjalan dengan perlahan.Sang pria Jepang segera mengenali bahwa gerbong ini bekas JR alias Japan Railways karena masih ada kipas angin dengan logo JR da juga tulisan No Smoking dalam Bahasa Jepang.Di salah satu pojok kereta , tertera peta nama-nama stasiun yang sayangnya hanya dalam aksara Burma.

Stasiun pertama yang kita lewati adalah Phaya Lan atau Pagoda Road.Stasiun ini hanya berupa halte kecil yang tidak terlalu ramai. Tidak ada penumpang yang turun disini dan hanya ada beberapa penduduk lokal Yangon yang ikut naik kereta kami.

14158472181595780240
14158472181595780240

Kereta terus berjalan lambat , kecepatan hanya berkisar 15 sd 20 km per jam. Dan sekali-kali gerbong bergoyang ke kiri dan ke kanan. Melewati stasiun besar dan kecil, ada yang hanya berupa halte dan orang-orang yang tertidur. Ada juga yang cukup besar namun dipenuhi pedagang sehingga lebih mirip pasar dibandingkan stasiun kereta apai, dan ada juga yang dipenuhi dengan meja-meja kecil yang menjual makanan hingga lebih mirip warung tegal besar dan terbuka.

14158473571121749639
14158473571121749639

Dengan naik kereta ini, kita dapat melihat dan sekaligus berinteraksi dengan masyarakat Yangon yang ternyata sangat sederhana, ramah, dan murah senyum.Pedagang asongan berkeliling dengan bebas dari gerbong-ke gerbong, serombongan biksuni berseragam warna pink dengan kepala yang pelontos juga ikut menyemarakan suasana.

Di salah satu stasiun yag cukup besar, naik seorang pria yag menggandeng searang bocah perempuan berusia skitar delapan tahun.Sang anak terlihat memakai kostum yang cukup wah lengkap dengan dandanan dan pernak-pernik yang has India.Rupanya mereka sedang merayakan salah satu hari raya keagamaan yang juga merupakan hari libur nasional di Myanmar, yaitu Deepavali.Sang anak segera menjadi obyek jepretan kamera seraya berlari kian emari di dalam gerbong sementara sang ayah mengawasi dari kejauhan sambil tersenyum.

1415847427291159711
1415847427291159711

Jual beli juga bukan hanya terjadi di dalam gerbong, tetapi ketika pintu kereta terbuka dan sang pedagang hanya menasongkan dagangannya ke dalam gerbong.Seorang ibu, juga dengan santai membantu anak lelaki kecilnya buang air kecil pas di pintu kereta ketika sedang mampir di salah satu stasiun.

Kereta terus berjalan ke bagian barat laut dan utara kota Yangon, pemandangan berubah dari perkampungan enjadi daerah pesawahan yang hijau.Tidak ketinggalan, kerata juga melewati kawasan bandara Mingaladon dimana dari kejauhan kita dapat melihat pesawat yang baru sajamendarat atau sedang siap-siap tinggal landas.

1415847469284817186
1415847469284817186

Tidak terasa, sudah dua jam setengah lebih perjalanan dalam kereta yang bergerak lambat mengelilingi kota Yangon ini pun kian mendekati kembali ke pusat kota.Dua setengah jam lebih dimana kita dapat melihat secara langsung kehidupan masyarakat yang penuh dinamika. Kehidupan masyarakatYangon yang secara perlahan mulai berubah. Sejalan dengan mulai terbukanya negri ini terhadap investasi asing dan juga dunia wisata.

1415846735226660053
1415846735226660053

Di stasiun Central Yangon ini saya pun berpisah dengan teman perjalanan selama dua jam lebih, sang pensiunan yang menjadi guru bahasa Jepang di Yangon.Di stasiun Yangon ini pula saya kemudian melihat masih banyak kereta api dengan gerbong dan kursi yang terbuat dari kayu tetap setia lalu lalang mengeliling kota Yangon.

Namun melihat perubahan yang cukup cepat di sentero Yangon dan Myanmar, saya tidak tahu sampai kapan kereta paling lambat dan murah di dunia ini mampu bertahan?

Yangon, Oktober 2014

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun