Mohon tunggu...
Tatia Traveller
Tatia Traveller Mohon Tunggu... Penulis - Sosiologist, Ibu tiga anak yang suka menulis, traveling dan makan enak.

Penulis buku Cara Mencegah Selingkuh dan Cerai, Cegah dan Deteksi Kanker Serviks, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya, Love and Shock, Hidangan Fav Mediterania. Sosiolog, dan pemerhati the whole universe. Menetap di Yunani sejak 2003. Saat ini sedang senang menulis tentang kesehatan, mind and body.http://www.tatiatravels.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pro dan Kontra Pokemon Go

29 Juli 2016   01:55 Diperbarui: 29 Juli 2016   02:15 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya mulai mengetahui pokemon go dua bulan lalu saat menjadi trending topic di  media sosial.  Bukan gaya hidup saya main game di dunia internet seperti kebanyakan teman-teman yang main candy crush dll jenis. Saya gunakan online game hanya untuk chess.com bermain catur untuk mengasah otak agar tidak mudah kena al zhaimer nantinya. Karena keinginan tahu yang sangat besar dengan begitu hebohnya berita tentang pokemon go, maka saya coba download. Pokemon memang sudah akrab sejak zaman dulu serial kartun di tv. Tokoh-tokoh dan jenis monster hewan sudah akrab, tidak membuat saya kaget lagi. Kecuali ekans yang berupa ular; karena saya sejak kecil paling takut sama ular. Apalagi ular kepala dua.

Mulai bermain pokemon go saat saya break dari pekerjaan. Jika kerja memforsir otak perlu rilex, selain catur yang cuma duduk bikin badan gembrot. Pokemon go ini bikin badan tambah langsing karena harus jalan kaki. Telur-telur pokemon tidak akan menetas jika kita tidak jalan 5 km dan 10 km. Untuk menangkap pokemon harus mempunyai persedian poke balls dan buah raz berry untuk jenis tertentu yang langka dan niai CP nya ratusan. Untuk mendapatkan item tersebut kita harus jalan ambil ke poke stop. Yang biasanya berupa monument, tempat ibadah, kantor pelayanan publik serta tempat khusus.  Pokemon juga tidak mudah untuk ditangkap harus punya keahlian. Disinilah saya mulai menyukai permainan yang aktif ini. Tanpa jalan ke poke stop tidak akan dapat poke ball, tanpa poke balls tidak bisa menangkap pokemon yang muncul. Bahkan permainan ini semakin menantang. Walau pun sudah bisa mengumpulkan jumlah banyak pokemon. Kita bisa evolution; merubah pokemon menjadi jenis yang lebih kuat. 

Bukan hanya evolve tetapi juga kita bisa mentransfer pokemon menjadi professor. Berkat pokemon go saya dan anak saya setiap selesai maghrib bisa jalan-jalan menuju ke poke stop untuk menambah jumlah poke balls, potion untuk mengobati pokemon yang cedera akibat duel di gym serta raz berry dan telur. Kami bertemu dengan anak-anak lainnya yang juga sedang menuju tempat yang sama. Saya lihat anak saya dengan mudah mendapatkan teman baru. Karena banyak anak-anak sebayanya yang juga bermain. Terlebih jika bertemu yang sama-sama satu team. Karena pokemon go ada 3 team; biru, kuning, merah.

Keasyikan pokemon go tetap tidak menggangu rutinitas kerja saya. Saya masih bisa mengontrol mencari pokemon. Karena niat awal adalah untuk daoat bermain bersama anak saya yang ternyata memang sudah terlebih dahuu menginstall. Anak saya juga minta izin untuk jalan pokemon go dan senantiasa ada supervisor baik saya sendiri atau baby sitter saat saya sedang kerja traveling. 

Karena saya main pokemon go ini ada yang mengirim artikel larangan ulama main pokemon go. Sebagai sosiolog saya berusaha no value judgment. Saya tidak mudah untuk memberikan label atau memberi penilaian tentang individu atau pun sesuatu yang tidak saya ketahui dengan jelas. Pokemon go di Yunani gym adalah gereja, di Indonesia gymnya adalah mesjid dan musholla. di India dan negara Buddha adalah kuil-kuil. Saya mengambil sisi positifnya saja. Bahwa pokemon go lebih mengingatkan kita agar ingat Tuhan; agar kita ibadah. Pokemon go hanya lah mainan ciptaan manusia dan tentunya manusia yang diciptakan Tuhan tidak akan mudah terpedaya oleh mainan. Tergantung mental dan bagaimana kita menggunakan waktu dalam hidup ini. Tidak membuang waktu untuk hal yang percuma dan tanpa manfaat bagi nilai keimanan.

Jakarta, 29 July 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun