Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Generasi Penyeruduk

2 Agustus 2015   18:42 Diperbarui: 2 Agustus 2015   18:42 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Tabrani Yunis

Tiba-tiba, usai minum kopi Gayo Arabika di Hobbies Cafe yang terletak di jalan Prof. Ali Hasyimi, desa Lamteh, Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh, teringat pada kutbah Idul Fitri di halaman masjid At-Taqwa di Kecamatan Manggeng, Aceh Barat Daya.  Teringat, karena pada saat itu, saya berkesempatan mudik lebaran di tanah kelahiran, yakni Manggeng.  Bukan saja, saja karena pada saat itu kebetulan merayakan hari raya di kampung, tetapi apa yang membuat saya tertarik adalah pada dua hal. Pertama,  yang menjadi khatib pada saat itu adalah sosok orang muda yang secara usia, mungkin ia dianggap tidak layak menjadi khatib. Yang kedua, saya sangat tertarik dengan isi (content) khutbahnya yang mengangkat persoalan realitas sosial masyarakat, di Aceh Barat Daya dan Aceh pada umumnya. Dua hal itulah, yang selalu tergiang dan teringat-ingat di pikiran, sehingga muncul keinginan untuk menulis dan mengulasnya lewat tulisan ini.

Usai kutbah Ied tersebut, ternyata banyak dari jamaah yang menyesali isi kutbah tersebut. Ada yang mengatakan tidak menarik, karena isi qutbah dianggap tidak menyinggung soal agama, tidak mengaitkan dengan ibadah puasa dan sebagainya. Sehingga bagi kebanyakan orang, bisa jadi kutbah itu tidak menarik. Namun, bagi saya, kutbah itu sangat menarik dan bernas, karena sangat menyentuh dan kontekstual. Juga persoalan yang diangkat dalam kutbah tersebut ternyata selama ini sudah berkalang dan mengkristal dalam pikiran saya. Sehingga, sekali lagi bagi saya topik pembicaraan atau isi kutbah itu sangat menyentuh dan sesuai dengan keinginan saya.

Saya bisa fahami, kalau sebagian jamaah salat Ied  di kampung saya itu merasa kurang menarik, karena isi kutbah ini bisa jadi tidak mengikuti irama yang selama ini dilakukan. Jadi, hal itu wajar-wajar saja. Paling tidak, kalau ada yang berkata dan bercerita kepada saya tentang sang khatib dan isi kutbahnya, saya bisa menyampaikan alasan-alasan atau pemikiran yang bisa membuat itu menjadi menarik.

Nah, apa sebenarnya yang dibicarakan oleh sang khatib? Isi kuthbah itu tidak berat. Bahkan sangat biasa. Tidak membutuhkan kajian ilmiah yang penuh dengan data-data primer dan sekunder. Sang khatib mengangat tentang persoalan sosial yang dianggap oleh masyarakat tidak terlalu menjadi masalah. Padahal, persoalan sosial itu sesungguhnya akan sangat membahayakan dan mengancam nyawa banyak orang, yakni kebiasaan buruk masyarakat sekarang di jalan raya. Ketika semakin banyak orang yang memiliki kenderaan roda dua dan roda empat atau roda enam dan roda 10, maka persoalan adab di jalan raya semakin hilang dan dilupakan banyak orang. Faktanya ada di masyarakat Aceh barat Daya dan Aceh pada umumnya.

Apa yang terjadi selama ini di jalan raya, di samping hilangnya adab orang di jalan raya adalah semakin banyaknya jumlah kenderaan dan bertambahnya jumlah pengguna jalan, serta bertambahnya jumlah pengemudi atau pengendara yang hanya bisa mengendara, tetapi tidak punya etika dan adab dalam menggunakan jalan raya. Bukan hanya itu, juga semakin banyak kenderaan, semakin banyak hambatan dan semakin banyak orang yang tidak sabar dalam menggunakan jalan raya. Sementara pertumbuhan dan pertambahan jumlah kemderaan bermotor tidak diikuti dengan peningakat fasilitas jalan raya. Ini merupakan salah satu masalah transportasi dan perhubungan di negeri ini, di samping semakin banyak orang yang tidak beradab dalam berlalu lintas yang membahaykan diri sendiri, juga membahayakan orang lain yang menggunakan jalan raya tersebut.

Banyak sekali hal yang aneh-aneh terjadi di jalan raya saat ini. Dikatakan aneh, karena UU Lalu lintas yang selama ini menjadi acuan dalam berlalu lintas, tampaknya sudah tidak aplikatif lagi. Berikut adalah beberapa kondisi buruk di jalan raya yang bisa kita amati setiap hari, terutama di Aceh.

Buta Warna

Tidak terlalu berlebihan bila dikatakan di Aceh saat ini sangat banyak orang yang buta warna. Banyak sekali para pengendara yang tidak bisa membedakan tiga warna lampu lalu lintas. Entah memang karena buta benaran, entah karena membutakan mata sendiri. Buktinya, ketika kita berada di traffic lights yang menampilkan warna hijau, kuning dan merah itu, banyak sekali pengendara sepeda motor dan mobil, baik mobil biasa, maupun mobil mewah dan mobil dinas sekali pun yang jelas nampak plat merahnya, karena itu milik pemerintah, menerobos lampu merah. Mereka benar-benar buta warna, karena bagi mereka hanya satu warna yang tampak, yakni warna hijau, walaupun ada dua warna lain yang mengharuskan meraka berhenti. Celakanya, sering pula yang menerobos itu adalah orang-orang yang selama ini dikenal memiliki tingkat disiplin yang tinggi, misalnya, sebut saja oknum polisi dan oknum tentara. Padahal, mereka adalah orang-orang yang di institusi mereka dikenal sangat mengagungkan disiplin, termasuk disiplin di jalan raya. Ternyata, memang mereka buta warna. Apalagi kalau kita mau menggunakan mata, di traffic light itu sudah dipasang peringatan yang berbunyi " Dilarang menerobos lampu merah", tetapi tetap saja aturan itu dilanggar. Mereka yang melanggar, ini bukan saja orang biasa, bukan pula dari kalangan anak-anak dan orang awam yang mungkin aja buta akan aturan tersebut, tetapi dilakukan oleh banyak orang mulai dari usia anak-anak sampai usia tua. Bisa jadi, orang tua saat mengantarkan anak ke sekolah, ia menerobos lampu merah sambil membonceng anaknya. Sehingga anak yang diboncengnya pun ikut menjadi salah satu generasi buta warna. Jumlah orang buta warna ini pun kian hari kian meningkat, karena orang tua, bahkan bayi yang masih dalam kandungan sudah dibawa orang tuanya menerobos lampu merah. Bila tidak percaya, silakan diamati setiap hari di persimpangan yang menggunakan lampu lalu lintas. Orang tua tidak merasa malu pada anaknya karena menerobos lampu merah. Ini berdampak jangka panjang yang membuat semakin sulit untuk menanamkan adab di jalan di kalangan anak-anak di masa depan. Anak sejak kecil sudah dididik oleh orang tua untuk melanggar aturan lalu lintas. Dampak langsungnya adalah sering terjadi kecelakaan lalu lintas di lampu merah tersebut.

Mencuri Jalan

Kebiasaan buruk di jalan raya yang lazim kita jumpai, terutama di Banda Aceh dan di Aceh umumnya adalah kebiasaan  yang disebut dengan tindakan mencuri jalan. Biasanya orang-orang yang mencuri jalan ini tidak mau mengikuti rambu-rambu U Turn atau tempat membelok kenderaan yang sduah ditetapkan. Para pencuri jalan lebih memilih melawan arus lalulintas yang ada, mengambil jalur yang berlawanan, baik di sisi kanan jalan, maupun di sisi kiri jalan. Tindakan mencuri jalan ini sering menyebabkan terjadinya kecelakaan yang bukan saja merugikan pelaku pencurian jalan itu, tetapi juga orang-orang yang menggunakan jalan dengan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun