Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Agar Bank Syariah Tidak Setengah Matang

3 Juni 2017   05:58 Diperbarui: 21 Oktober 2020   15:21 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: print.kompas.com | Hendra A. Setyawan

Pernah dengar kata orang “setengah matang” bukan? Bagi para penggemar telur, biasanya juga sering mengonsumsi telur setengah matang. Setengah matang, berarti memang belum matang, belum masak. 

Ini menjadi ungkapan banyak orang tentang sesuatu hal yang kondisinya masih belum ideal, masih belum sempurna, masih belum sampai pada tahapan akhir yang diharapkan. Lalu, bagaimana pula kaitannya dengan bank syariah yang disebutkan tidak setengah matang, seperti judul tulisan ini? Apakah bank syariah yang kini sedang menjadi tren dalam dunia perbankan dan keuangan di tanah air masih belum seperti yang diharapkan, atau diidamkan?

Nah, menilik judul tulisan di atas, ketika judulnya berupa rekomendasi, maka banyak kemungkinan bahwa fenomena atau realitas setengah matang itu ada. Ya potensinya ada. Kalau tidak ada, mengapa masih banyak orang yang belum mau secara sungguh-sungguh dan jujur mengoperasikan dan menggunakan bank syariah. 

Oleh sebab itu, selayaknya kita melihat semua hal itu dari berbagai sudut pandang atau perpesktif, baik sejarah berdirinya, maupun dari sudut motivasi dan perkembangannya hingga saat ini.

Bila kita melihat latar belakang ( background) lahir atau hadirnya bank syariah di Indonesia itu tidak sama. Artinya, lahir dari background yang berbeda. Paling tidak, ada dua latar belakang yang berbeda. 

Pertama, ada bank syariah yang lahir dan berdiri sejak awal sebagai bank syariah, dengan sistem yang sudah sesuai dengan konsep bank syariah. Bukan hanya konsep dan sistem yang mereka sudah siapkan, tetapi juga sumber daya manusianya, mulai dari yang paling tinggi, para direksi, hingga pada tataran staf yang paling rendah sudah memiliki mindset yang sama dalam menjalankan bank syariah tersebut.

Bukan hanya pada pihak owner atau pemilik modal dan para direksi dan staf, para nasabah yang menggunakan jasa bank syariah pun harus memiliki mindset yang sama. Semua ini sudah disiapkan dari awal secara matang. Sehingga, tidak ada praktek yang hipokrit alias munafik. Jadi semua harus berjalan sejalan dan seiring. Sesuai antara konsep teori dan praktek. 

Dengan demikian, para pengguna jasa bank juga memiliki mindset yang sama, dengan motivasi yang sama, bahwa membuka bank syariah untuk menjalankan aktivitas bank dan keuangan yang sesuai dengan ajaran atau syariah Islam. Tujuan akhirnya untuk membersihkan harta, aman dan halal.

Kedua, tentu banyak bank syariah di Indonesia yang lahir dan berdiri menjadi bank syariah. Bank syariah ini, tidak langsung disiapkan sebagai bank syariah, tetapi konvensional. Lalu, dalam perkembangannya kemudian, entah atas dorongan kepentingan menarik minat konsumen yang mayoritas muslim, maka pihak pemilik bank konvensional melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk menggaet nasabah dari kaum muslim yang jumlahnya sangat besar tersebut. 

Jadi, dari perspektif ini, banyak bank syariah bukan lahir dengan konsep bank syariah dari awal, tetapi entah karena apa yang mendorongnya, kemudian melakukan konversi dari bank konvensional ke bank syariah. Lalu, apa masalahnya?

Tak dapat dipungkiri bahwa semua personal bank konvensional yang sudah sangat lama beroperasi dengan system konvensional, dalam konsep dan perilakunya, sudah sangat nyaman dengan system kovensional tersebut. Konsep dan praktek tersebut sudah mengkristal dan menjadi mindset mereka, mulai dari atasan hingga pada bawahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun