Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Aceh Belum Perlu Shinkansen

5 September 2015   15:48 Diperbarui: 5 September 2015   18:05 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nasib Kereta Api Aceh"][/caption]

Oleh Tabrani Yunis

Mengejutkan. Ya mengejutkan sekali usai Salat Jumat kemarin, saya mendengar berita dari sebuah stasiun radio lokal di Banda Aceh tentang nasib proyek pembangunan kereta api super cepat yang rencananya akan memperpendek jarak tempuh Jakarta Bandung itu. Berita itu menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo membatalkan rencana pembangunan kereta api super cepat itu. Karena berita tersebut didengar sepintas, maka tadi malam, saya mencoba mencari berita mengenai pembatalan tersebut di Google dan menemukan salah satu berita yang dilansir oleh Jawa Pos 4 September 2015  sebagai berikut. "Finalisasi dua investor kereta api super cepat (High Speed Train) dari dua negera maju, Tiongkok dan Jepang berakhir antiklimaks. Bukannya menentukan pemenangnya, Presiden Joko Widodo jusrtu membatalkan proyek kereta Jakarta Bandung, setelah menyimak proposal dua peserta tender."

Dengan keputusan yang mengejutkan itu, Jokowi sudah  mengambil keputusan yang tepat. Apalagi polemik yang begitu hangat dan bahkan panas telah terjadi saat proyek pembangunan dan pengadaan kereta api super cepat ini bercencana membeli di Tionglok atau Jepang. Memilih satu diantara dua perusahaan besar di dua negara besar juga menjadi sebuah bahan pertimbangan yang cukup berat bagi Indonesia. Karena kedua negara memiliki kehebatan masing-masing dengan produksi kereta api cepatnya. Juga menjadi pertimbangan terkait harga dan cara membelinya yang direncanakan menjadi pinjaman yang cukup besar dan sebagainya. Pembelian kereta api super cepat itu memang menjadi persoalan pelik, apalagi di tengah gonjang ganjing tingginya nilai tukar dolar yang kini melebih angka 14.000 tersebut. Jelas ini menjadi tantangan berat bagi Indonesia. Memang harus banyak pertimbangan dalam membeli kereta api super cepat ini. Apalagi, sejumlah pakar di Indonesia melihat proyek tersebut harus ditinjau ulang. Faisal Basri, di blognya Fasilabasri01 yang (postingan pada tanggal 03 September 2015) mengatakan bahwa kereta cepat (bullet train) ditargetkan dapat menempuh perjalanan sekitar 45 menit. Jadi mengirit waktu 2 jam 15 menit dibandingkan dengan kereta api Parahyangan atau 1-1,5 jam lebih cepat dibandingkan dengan kendaraan pribadi atau travel tanpa macet. Jadi, rasanya kehadiran kereta cepat sangat tidak mendesak. Apalagi mengingat kereta cepat sejenis Shinkansen pada galibnya hadir untuk jarak jauh seperti Tokyo-Osaka yang jaraknya hampir sama dengan Jakarta-Surabaya.

Sementara Direktur Utama PT KAI (Persero) Ignasius Jonan menilai megaproyek Shinkansen alias kereta api cepat Jakarta-Bandung yang menelan investasi sekitar Rp 56 triliun tidak berkeadilan.  "Soal kereta cepat Jakarta-Bandung, saya yang paling menentang. Itu tidak berkeadilan," kata  Jonan dalam CEO Speaks on Leadership Class di Universitas Binus, Jakarta, Senin (30/6/2014).  Jonan mengatakan, dirinya menolak pembangunan proyek itu jika didanai dengan anggaran APBN, baik langsung maupun dengan cara utang. Menurut dia, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung tidak terlalu penting dibanding mengembangkan kereta api trans-Sumatera, trans-Kalimantan, trans-Sulawesi, serta trans-Papua ( Kompas.com, 1 Juli 2014).

Kemudian, KOMPAS.com, 04 September 2015 melansir bahwa pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai banyak pihak tak terlalu penting. Selain jaraknya pendek, hanya sekitar 150 kilometer, akses transportasi untuk kedua kota itu juga dinilai sudah lumayan baik, ada jalan tol, kereta api, hingga pesawat terbang. Lantas, mengapa Jepang dan Tiongkok ngebet bangun kereta cepat Jakarta-Bandung? Menurut Ketua Institute Studi Transportasi Darmaningtyas, Jepang dan Tiongkok tentunya memiliki perhitungan ekonomi terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Bahkan, kedua negara itu sudah memiliki asumsi jumlah penumpang pada tahun pertama pengoperasian sebanyak 44.000 orang per hari hingga menjadi 68.000 orang per hari pada 2030 dan 148.000 orang pada 2050 nanti. 

Nah, demikiankah keputusan Persiden Republik Indonesia. Joko Wododo (Jokowi) membatalkan proyek pembangunan kereta api cepat itu adalah sebuah keputusan yeng tepat atas landasan banyak alasan seperti yang sudah disampaikan oleh banyak pakar, baik pakar transportasi, ekonomi dan lainnya selama ini. Keputusan ini bagus juga terkait dengan persoalan dana atau biaya yang akan dikelurkan bila proyek tersebut dilanjutkan. Apalagi seperti banyak diperbincangkan, dalam konteks ketenagakerjaan, proyek tersebut tidak akan memberikan keuntungan apapun bagi para pekerja atau tenaga kerja Indonesia. Karena persoalan tenaga kerja sebagaimana diwacanakan, akan menggunakan ribuan tenaga kerja asing, hingga pada tahapan pengerjaan kasar. Jelas ini akan sangat merugikan tenaga kerja lokal atau Indonesia, bila ini dilakukan. Oleh sebab itu, kita berterima kasih kepada Presiden RI, Joko Widodo atas keputusan ini. Apalagi bagi Aceh?

 

Kalau Ke Aceh?

Pembatalan terhadap proyek pembangunan kereta api super cepat untuk memperpendek jarak tempuh Jakarta Bandung tersebut, karena belum mendesak dan banyak hal yang lebih penting lagi yang harus dibangun. Oleh sebab itu, kalau untuk wilayah Jakarta- Bandung saja belum layak, apalagi kalau kereta api shinkansen itu diberikan untuk Aceh. Pasti Aceh akan sangat kelabakan menerima kereta api cepat itu. Sebab nasib pembangunan kereta api  yang sudah dicanangkan sejak 15 tahun lalu oleh BJ. Habibie hingga kini tidak pernah menampakkan wajah gembira. Ya, bagaimana mau gembira? Ternyata, hingga kini rel kereta api yang sudah selesai dibangun tersebut baru hanya sekitar 11.3KM, yakni sebatas Krueng Mane-Krueng Geukueh, Aceh Utara. Nah, bayangkan bagaimana bisa menghubungkan Medan dan kota Banda Aceh, apalagi mimpinya adalah kereta tran-Sumatera. Bukankah ini hanya sebuah ilusi?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun