Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Repot Beli Rumah? Lewat KPR Saja

23 September 2017   00:05 Diperbarui: 25 September 2017   23:05 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika membaca pertanyaan yang diajukan oleh MayBank pada blog competition " Beli Rumah, cash atau KPR?", mengingatkan saya pada pengalaman pribadi ketika pertama kali membeli rumah di tahun 1996. Ya, sudah lumayan lama, benar kan? Tentu saja benar. Bayangkan saja di tahun 1996. Sekarang saja sudah tahun 2017. Berarti sudah 21 tahun. Kalau masa pelunasannya, 20 tahun, kini sudah satu tahun terbebas dari KPR. Tapi aku saat itu mengambil waktu 10 tahun saja dengan setoran perbulan Rp 62.000,-. Alhamdulilah semua sudah selesai.

Aku ingat kala itu, aku baru satu tahun menikah dan pada tahun kedua di tahun 1996 aku dianugerahi seorang anak laki-laki. Sebagai keluarga baru yang hidup di perantauan, belum memiliki rumah, maka rumah adalah kebutuhan pertama yang harus ada. Karena belum ada rumah pribadi, maka satu-satunya jalan adalah dengan menyewa rumah. Tentu saja ketika menyewa atau tinggal di rumah kontrakan itu, enaknya terasa hanya 6 bulan, sementara 6 bulan berikutnya, ya sudah harus berfikir soal uang sewa untuk tahun berikutnya. Kondisi seperti ini harus diakhiri, sebab kalau mencari rumah kontrakan baru, pasti lelah dengan mengangkut-angkut barang, walau barang yang dibawa tidak begitu banyak.

Di awal tahun 1996 itu, kala aku sedang berfikir-fikir untuk membangun rumah, aku terfikir untuk membeli tanah. Namun, untuk membeli tanah yang kemudian dibangun rumah saat itu juga masih belum mungkin. Masalahnya saat itu gaji pokokku masih sekitar Rp198.000. Bisa dibayangkan berapa lama aku bisa membangun rumah. Bisa lama sekali. Namun, syukurlah dalam kegalauan itu, aku mendapat informasi ada developer yang sedang membangun sejumlah rumah RSS. Rumah dengan standar RSS itu adalah rumah yang ukurannya type 36. Terdiri dari 2 kamar ukuran 3 x 3 meter. Pokoknya semua serba sangat sederhana. Namun, ini adalah jawaban yang tepat untuk mengatasi kesulitan dalam memiliki rumah.

Saat itu, aku memang sering mengajak istriku untuk berfikir panjang. Ya aku berfikir untuk membeli sebidang tanah. Akan tetapi untuk membeli sebidang tanah tersebut, aku harus punya uang cash. Kalau ambil kredit di Bank untuk membeli tanah, maka untuk membangun rumah sesuai dengan harapan, pasti jauh dari harapan. Mengapa begitu? Ya, bagaimana bisa sesuai harapan, kalau penghasilan yang kecil dan ingin membuat rumah yang sempurna sesuai harapan? Bagaimana bisa menempati rumah dalam waktu segera, kalau untuk membangun rumah belum ada uang yang terkumpul? Hmm, jelas tidak mungkin. Bisa-bisa aku sudah punya anak kedua atau ketiga, masih terus tinggal di rumah kontrakan.

Dengan kondisi seperti itu, maka pilihan yang paling tepat bagiku adalah tidak berfikir terlalu panjang. Ini sedang ada  kesempatan memiliki rumah  lewat KPR, ya cepat saja. Ambil jalan yang praktis dan bahkan juga ekonomis.  Berfikir panjang hanya menambah panjang masa tunggu. Maka,  tanpa harus berfikir terlalu panjang, aku bersama istriku saat itu memutuskan untuk membeli rumah dengan KPR. Pilihan kami adalah RSS di kompleks Polayasa, di desa Kajhu, Aceh Besar yang berada di kilometer 15 ke arah pelabuhan Malahayati.

 Setelah semua proses pengurusan selesai, aku menunggu rumah dibangun dan Alhamdulilah pada bulan November 1996 aku sudah bisa menempati rumah itu, walau dalam keadaan serba kurang. Aku bersyukur sudah punya rumah. Aku tidak lagi dibebani oleh pikiran akan uang untuk sewa atau kontrak rumah setiap tahun. Aku pun tidak harus selalu ke Bank untuk menyetor kredit, karena bendahara setiap bulan yang menyetornya ke Bank. Jadi aku bisa berfikir hal lain, mencari penghasilan tambahan.

Menempati rumah RSS yang sering diplesetkan dengan rumah sangat sempit, rumah sempit sekali dan banyak lagi kepanjangan yang dibuat orang, karena kondisi rumah yang masih serba kurang itu. Namun, mengingat itu adalah rumah pertamaku yang aku tempati bersama isteri dan seorang anakku Albar Maulana Yunisa, rumahku adalah istanaku. Itulah ungkapan yang layak ku ucapkan. Aku dan keluarga menikmati hidup di rumah sendiri, walau masih harus menyicil kredit setiap bulan, bukanlah menjadi beban pikiran seperti saat menyewa atau mengontrak rumah setiap tahun.

Kecilnya rumah type 36 dan dinding yang hanya terbuat dari batako itu kemudian mendorong aku untuk membenahnya dengan menambahkan plafon, plester dinding dan mengecatnya agar kelihatan lebih indah. Semua ini bisa dilakukan karena tidak seperti apa yang difikirkan semula. Sedikit demi sedikit akhirnya kondisi semakin baik.Bahkan tak lama kemudian, aku membangun bangunan yang betingkat di tanah yang tersisa. 

Sayangnya, malang tak dapat ditolak. Pada tanggal 26 Desember 2004 Aceh diguncang gempa yang sangat dahsyat yang katanya 9.1 SR yang menyebabkan Aceh dihantam bencana tsunami. Rumah yang ku beli dengan KPR itu hancur, rata dengan tanah karena disapu bencana tsunami yang bukan hanya menghilangkan rumah, tetapi juga kedua anak dan isteriku hilang ditelan bencana itu. Aku kehilangan semua, but life must go on. Aku harus melanjutkan hidup, walau kembali hidup sendiri untuk beberapa tahun, selama masih menduda.

Usai bencana tsunami, ketika masa rehabilitate dan rekonstruksi, aku  mendapat bantuan rumah dari sebuah lembaga internasional dengan type  yang sama. Aku bersyukur karena ada pihak yang datang membantu. Aku tidak harus membangun lagi rumahku yang hilang, sebab bila aku tidak mendapatkan bantuan rumah, muntkin aku akan using seperti pada masa away aku membangu mahligai rumah tangga. 

Namun, andai tidak ada yang membantu saat itu, bila aku ingin memiliki rumah baru lage, aku lebih cendrung menggunakan jasa KPR. Tentu saja banyak hal dan pertimbangan yang mendorong aku untuk membeli rumah KPR. Pengalamanku sudah membuktikan bahwa akau bisa mewujudkan impian atas rumah yang ku idam-idamkan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun