Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Baru; Beda Kasta Beda Cara

1 Januari 2016   09:04 Diperbarui: 1 Januari 2016   09:53 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun baru...beda kasta beda cara.
Di Gunung Salak Bogor, orang kota yang pendatang merayakannya dengan meriah. Gelegar kembang api, petasan, dan bakar-bakaran. Sementara orang kampung yang penduduk asli, merayakan dengan nongkrong sambil menanti luncuran kembang api dan bunyi petasan si orang kota. Beda kasta beda cara.

Lalu apa yang ditinggalkan tahun baru?
Tahun baru, beda kasta beda cara.
Orang kota, orang pintar meninggalkan sampah, sisa-sisa pesta pisah sambut tahun baru. Sampah terompet, sampah kembang api, sampah bakar-bakaran, bahkan sampah panggung hiburan.
Orang kampung, orang bodoh ketinggalan sisa-sisa sampah yang harus dibersihkan.

Katanya, orang kota orang pintar lebih bersih dari orang kampung orang bodoh. Lebih sadar orang kota daripada orang kampung. Gak tahu dari mana benarnya? 

Tahun baru, beda kasta beda cara.
Tiap tahun baru....
Orang kota orang pintar bikin coretan tentang rencana yang akan dilakukan setahun ini. Ada harapan ada doa. Orang pintar menyebutnya RESOLUSI TAHUN BARU.
Orang kampung orang bodoh boro-boro bikin resolusi, cari SOLUSI atas himpitan ekonomi saja tidak sempat dicoretkan. Bisa gak makan kalo kebanyakan bikin coretan. Mereka hanya bisa kerja dan cari pekerjaan untuk sesuap nasi, melanjutkan hidup yang dianugerahi Allah. Itu saja.

 

Tahun baru, beda kasta beda cara.
Orang kota, orang pintar bikin resolusi ukurannya fisik dan material semata. Ingin punya rumah, punya mobil baru, pengen nikah dengan orang pintar yang kaya dan ganteng. Lebih baik segalanya dari standar fisik. Karena urusan fisik gampang diukur, gampang dihitung dan gampang terlihat publik.
Sementara orang kampung, orang bodoh biasa saja, tanpa resolusi. Tetap fokus pada solusi ekonomi. Sambil membenahi dimensi kejiwaan, mental. Di tengah "keterbatasan" orang kampung bilang tahun baru ingin ibadah yang lebih bagus, ingin tetap semangat, tanpa keluh kesah, gak mau putus asa. Dan sebagainya yang urusannya mental, bukan fisik.

 

Tahun baru, beda kasta beda cara.
Orang kota, orang pintar bertumpu pada capaian fisik material. Orang kampung, orang bodoh lebih ke moralitas, spiritualitas. Karena fisik materi takkan puas bila dikejar. Tapi butuh sikap mental dalam mengelolanya.

Tahun baru, bisa menjadi sama di kasta yang beda. Kapan?
Ketika orang kota orang kampung, ketika orang pintar orang bodoh sama-sama punya CARA yang baru untuk menjadi “DIRI yang BARU”. 

Diri yang Baru.
Diri yang cara berpikirnya baru. Cara merasanya baru. Cara bersikap yang baru. Cara bertindak yang baru. Diri yang jiwanya berubah. Mentalnya berubah. Diri dan cara hidup yang lebih baik dari sebelumnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun