Kamu sudah kaya atau masih miskin?
Ahh, itu cuma tanya doang. Gak usah dijawab. Walau nyatanya, banyak orang takut miskin. Banyak orang mengejar kaya. Wajar gak ada orang yang mau miskin. Semuanya jawab, ingin kaya.
Kamu sudah kaya atau masih miskin?
Ahh, itu cuma banya doang kok. Gak usah dijawab lagi.
MISKIN. Banyak orang ngeri dengar kata miskin. Membayangkan saja pun gak mau. Miskin bikin sengsara, nestapa, takut dihina, gak bisa ngapa-ngapain.
KAYA. Banyak orang senang dengar kata kaya. Kaya bikin sumringah dan bergairah.Terlintas, hidup mewah, apa saja bisa, mau ngapa-ngapain enak.
Â
Kamu sudah kaya atau masih miskin?
Nah kalo ini harus dijawab. Penting dan harus tahu. Manusia, dimanapun, pasti punya hasrat hidup kaya berkecukupan, pasti takut hidup miskin berkekurangan. Itu lumrah dan manusiawi. Tapi, kaya beda dengan merasa kaya. Dan miskin sama sekali beda dengan merasa miskin.
Â
Kamu sudah kaya atau masih miskin?
Sungguh itu cuma perasaan kamu saja. Gak usah bilang "Time is Money. No Money No Honor". Kaya atau miskin itu cuma perasaan kamu aja. Dan gak usah juga bilang "lebih baik kaya hati miskin harta daripada kaya harta mskin hati". Karena itu cuma slogan, cuma semboyan yang dibuat manusia. Bersembunyi di balik slogan, tanpa mau ikhtiar dan bersyukur.
Â
Kamu sudah kaya atau masih miskin?
Itu cuma perasaan kamu aja kok. Merasa kaya atau merasa miskin. Rasa yang tercermin pada sikap dan perilaku tentang kaya dan miskin itu sendiri.Â
Ada orang yang tampil sederhana. Hidupnya bersahaja. Pakaiannya sederhana. Makanannya sederhana. Rumahnya sebatas penghalang dari terik matahari, dari derasnya hujan, dari terpaan angin. Tapi ia mampu tidur nyenyak. Tiap pagi buta ia berwudhu dan mengucap syukur sambil tersenyum. HIDUP ITU SIMPLE katanya.
Namun di balik itu, kekayaan batinnya tak terkira. Investasi rohaninya tak pernah merugi. Tabungan kebajikannya selalu berbunga. Saham akhiratnya tak pernah anjlok. Ia berteman baik dengan syukur dan qonaah. Selalu istiqomah dalam sedekah.
Â
Tapi ada orang tampil parlente. Hidupnya seperti robot, mesin penghasil uang. Pergi gelap pulang gelap. Pakaiannya necis, glamour. Makanannya asing di telinga, susah menyebutnya. Rumahnya prestise, rancangannya arsitektur, interiornya desainer, indah dan mewah. Tapi ia tak mampu tidur nyenyak, matanya sukar dipejamkan walau sekejap. Tiap pagi hanya bisa mengucek mata dan lupa bersyukur. HIDUP ITU GAK SIMPLE katanya.
Di balik itu, batinnya hampa. Jiwanya sempit. Kekayaan materi gak mampu mengatasi kekosongan rohaninya. Tabungan kebajikannya sedikit. Saham akhiratnya melarat. Ia berteman baik dengan gaya hidup, hedonisme, dan kemewahan. Hingga gak mengerti apa itu sedekah.