Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Sekolah Tidak Diperlukan di Kaki Gunung Salak

8 Maret 2020   08:46 Diperbarui: 8 Maret 2020   09:02 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Di Kaki Gunung Salak, saya terdampar dengan sengaja dalam tiga tahun terakhir.

Meninggalkan kegaduhan yang luar biasa kota besar. Menjauhi ruang-ruang yang terlalu banyak celoteh tanpa ada yang diperbuat. Melepaskan segala benci dan prasangka buruk yang telah merasuki hati nurani kaum terdidik. Tentang apapun yang diributkan. Karena itu semua sudah tidak menarik lagi untuk diperbincangkan.

Di Kaki Gunung Salak ini, saya mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Sebuah taman bacaan sebagai tempat bernaung anak-anak kampung yang selama ini jauh dari akses buku bacaan, bahkan terancam putus sekolah. Akibat soal ekonomi. Dan kini, tidak kurang dari 50 anak usia sekolah SD-SMP telah menjadi pembaca aktif di taman bacaan. 

Anak-anak yang rutin 3 kali seminggu membaca buku dan mampu "melahap" 5-8 buku per minggu. Ada pula 10 ibu-ibu buta huruf yang secara rutin belajar bacatulis dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka. Jauh sebelumnya, saya secara pribadi pun mengadakan pengajian yatim binaan setiap bulan. Ada sekitar 10 anak yatim yang secara rutin tiap bulan mengaji. Agar 1) tetap bisa sekolah dan 2) menasehati anak yatim yang telah lama kehilangan sosok ayah. Semuanya berlangsung hingga kini, atas nama cinta dan berpijak pada pengabdian serta kepedulian.

Maka hari ini, bila ada kaum yang telah belajar di sekolah hingga ke perguruan tinggi. Lalu menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur sambil mengabdikan diri kepada masyarakat. Sungguh di benak saya, lebih baik pendidikan itu tidak ada sama sekali. Untuk apa sekolah? Bila hanya untuk memperbesar ego dan hawa nafsu.

Sekolah sama sekali tidak diperlukan. Bila tujuannya:

1. Agar bertambah pengetahuan tapi tidak ada manfaatnya untuk orang lain.

2. Agar bisa meraih karier atau pekerjaan tanpa adanya empati untuk berbagi pada kaum yang membutuhkan.

3. Agar memperkuat karakter hanya sebatas teori tanpa pernah diimplementasikan.

4. Agar memperoleh pencerahan tanpa bisa mencerahkan orang lain.

5. Agar ikut membantu kemajuan bangsa walau hanya sebatas narasi, faktanya tidak ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun