Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Antagonis Zaman Now, Tampak Muka Jauh Beda Tampak Belakang

9 Desember 2019   17:22 Diperbarui: 9 Desember 2019   17:49 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu mau jadi manusia antagonis apa protagonis?
Kalo antagonis itu orang jahat, pikiran dan perilaku negatif terus. Kalo protagonis ya kebalikannya, jadi orang baik, pikiran dan perilakunya positif. Tentu jawabnya, protagonis dong ya. Sama dong.

Antagonis itu karakter plus perilaku. Tapi banyak orang hanya memahami sebagai peran. Lupa bahwa antagonis kini sudah menjadi bagian hidupnya. Berpikir jelek atau jahat, dan diikuti dengan perilaku yang negatif. Doyan sama hal-hal yang tidak baik. Apalagi melihat orang lain yang sukses lagi berprestasi, bawaannya negatif. Inilah itulah, katanya. Sangat antagonis.

Sebut saja, manusia antagonis.
Manusia yang gak punya pikiran baik sedikitpun. Semua yang ada di luar dirinya selalu dilihat dari "kacamata" negatif. Manusia antagonis itu masalahnya ada di diri dia sendiri. Bukan di orang lain. 

Mengapa begitu? Karena orang antagonis selalu gagal dalam memposisikan diri; dari mana mau kemana dan harus gimana? Dia gagal di tataran itu. Manusia antagonis juga punya 2 kaki. Tapi sayang, kaki kirinya ada di masa lalu dan kaki kanannya ada di masa depan. Kedua kakinya tidak sedamg menapak di masa kini; jauh dari realitas hidup yang ada di sekitarnya. Manusia antagonis itu pikirannya ada di kejayaan masa lalu sambil bermimpi tentang masa datang. Keren ya antagonis.
Makin antagonis. Bergaul seperti sosialita ulung. Bergaya hidup bak selebritis. Berpikir ibarat pemilik kebenaran tunggal. Dan berperilaku seperti orang suci yang diturunkan khusus dari langit. Itulah manusia antagonis zaman now. Mereka berlimpah ambisi namun pesimis. Mereka gak terima realitas maka pesimis. Manusia antagonis itu manusia gagal. Manusia yang "tergampar" oleh hidupnya sendiri. Menyeramkan manusia antagonis zaman now.

Melihat lakon manusia antagonis zaman now, wajar mereka berasumsi dunia sebentar lagi kiamat; hidup akan segera hancur.

Manusia antagonis itu ada di dekat kita.
Iya, kaum antagonis itu mudah berkamuflase. Penuh kemunafikan. Bahkan bertolak belakang antara tampak muka dan tampak belakang.

Manusia-manusia antagonis. Zaman now, makin bertebaran manusia antagonis. Manusia yang gemar berseberangan, saling menghujat, saling membenci. Seolah tak ada lagi "titik koordinat persamaan" untuk saling menasehati, mengajak dengan cara lembut dalam berdemokrasi. Berbeda tidak lagi lumrah. Berbeda adalah permusuhan, itulah manusia antagonis.

Manusia antagonis, makin sulit dikendalikan. Otak dan egonya persis "batu besar" yang mendekam di bumi puluhan abad. Emosi dan nafsunya persis "gunung api" yang siap membakar. Mudah meletup dan membara. Antagonis sekali.

Antagonis zaman now. Tampak dan terlihat jelas. Sangat bertolak belakang dan menyusup dalam diri manusia-manusia antagonis.
Rumah antagonis memang semakin besar, tapi keluarganya semakin kecil.
Gelar antagonis semakin tinggi, tapi akal sehat semakin degradasi.
Kesehatan fisik antagonis semakin baik, tapi kesehatan jiwa semakin buruk.
Traveling keliling dunia antagonis makin membahana, tapi tetangga sebelah rumah makin tidak tersapa.
Penghasilan antagonis semakin membumbung, tapi makanan jiwanya semakin bingung.
Ilmu antagonis semakin tinggi, tapi kualitas nafsu emosinya semakin rendah.
Kebersamaan antagonis di cafe-cafe semakin eksotis, tapi rasa peduli dan kemanusiaannya semakin menipis.

Kata-kata bijak antagonis semakin bagus, tapi kearifan dan budi luhurnya semakin tergerus.
Teman dunia maya antagonis makin banyak, tapi teman pengantar kubur makin menolak.
Jam tangan antagonis makin mahal, tapi berjanji tidak pernah tepat waktu.
Otak dan akal antagonis semakin bersinar, tapi adab dan akhlaknya semakin pudar.
Teknologi di tangan antagonis semakin canggih, tapi menebar fitnah dan aib semakin nagih.
Manusia antagonis rendah ilmu semakin doyan bicara, tapi orang yang tinggi ilmu makin terdiam.
Manusia antagonis semakin jauh semakin kangen, tapi begitu dekat berperilaku jauh.

Manusia antagonis hidupnya berbekal "tontonan" bukan "tuntunan". Maka, otak jahat pikiran jahat dan perilaku jahat menjadi anutan. Ketika perhatian semua orang hilang, manusia antagonis akan segera bertindak sejahat-jahatnya. Selalu ingin tampil sebagai antagonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun