Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Katakan Kita Gak Butuh Uang Karena ....

4 Januari 2015   15:16 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:43 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14203341341307705067

Uang. Pasti kita semua tahu. Kalo orang barat bilangnya, "Money". Keren banget ya.

Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Itu benar. Tapi kemiskinan juga tidk bisa bikin orang bahagia. Itu juga benar. Anehnya lagi, orang kaya yang banyak uang malah "berjuang" untuk bisa menikmati hidupnya. Sedangkan orang yang punya hanya sedikit uang, malah mampu melewati hidupnya, mengoptimalkan apa yang dia punya. Jadi, kita butuh uang atau tidak?

Kata orang, hidup di kota atau di desa tapi gak punya uang bisa blangsak. Alias carut marut. Tapi kata orang yang lagi di atas Gunung atau di tengah laut, uang gak ada artinya. Percuma punya uang gak bisa buat apa-apa. Setuju gak?

 

Konon, ceritanya, uang itu wajahnya biasa saja. Tapi bisa merombak sifat dasar manusia. Dunia pun seolah bisa runtuh jika uang sudah bertindak. Konon lagi, kepribadian manusia bisa berubah karena uang. Bahkan, iman pun bisa goyang dibuatnya. Uang, uang, hebat sekali. Banyak orang mencarinya, tapi tidak sedikit orang yang salah menggunakannya. Entah karena zamannya atau karena edannya. Lagi-lagi, uang akhirnya dijadikan patokan mengukur derajat manusia. Menentukan orang terhormat atau terhina. Emang, zaman edan. Segalanya diukur dari uang. Serem banget sih.

 

[caption id="attachment_388260" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Pribadi - Syukuri yang dimiliki"][/caption] Anehnya, uang sama sekali tidak pernah sudi berkorban untuk manusia. Tapi banyak manusia sudi dan rela mati demi uang. Bukan demi Allah. Niat awalnya, uang ada untuk melayani manusia. Tapi yang terjadi hari ini, esok atau mungkin sampai kiamat nanti malah tidak sedikit manusia yang sudi jadi budak si uang. Ihhh, serem banget ya ...

Maka, berapa banyak orang yang stress, pusing akibat gak punya uang?

Kemarin, hari ini, mungkin juga besok masih stress. Karena tidak punya uang. Istilahnya BU alias Butuh Uang. Kok bisa ya?

Untuk mengingatkan kita semua. Sebenarnya, UANG itu bukan kebutuhan. Tapi kebutuhan kita yang memerlukan hadirnya uang. Saya butuh makanan ketika lapar. Maka saya memerlukan uang untuk membeli makanan. Lha, sama aja itu mah ...

 

Ini cuma cerita aja sih. Suatu kali saya ngajak anak-anak naik Gunung Salak Bogor via Curug Nangka. Maklum bukan pendaki, jadi bekal yang dibawa sangat sederhana. Cuma permen asem, kue snack, dan rokok. Uang, tentu tidak ketinggalan. Tapi tidak bawa makanan.

 

Setelah 1 jam mendaki, saya mulai lelah. Anak-anak saya juga letih. Dan persisnya lagi, perut mulai terasa lapar. 30 menit kemudian, rasa lapar saya makin tak tertahan. Saya menepi dan duduk di bebatuan. Pikiran saya mulai terusik. Bertanya pada diri sendiri. “Mengapa saya kelaparan? Padahal saya punya uang?”

 

Sungguh jelas. Di Gunung, uang sama sekali tidak berharga. Di tempat yang jauh dari warung nasi, apalagi restoran, uang di dompet sama sekali tidak berguna. Uang mati gaya kalo gak ketemu pedagang. Iya juga ya. Di Gunung saja uang tidak ada artinya. Kalo Gunung ibarat Dunia, apalagi di Akhirat nanti? Sama sekali uang tidak berguna.

 

Kalu kita renungkan, memang benar. Sebenarnya kita tidak butuh uang. Tapi kebutuhan kita yang memerlukan uang. Di Gunung tadi, saat merasa lapar, saya butuh makanan. Uang bisa dipakai untuk membeli makanan. Tapi sayang, tidak ada yang jualan.

 

Kalo dipikir-pikir kasihan juga si uang ya. Orang stress, pusing. Alasannya, karena gak punya uang. Padahal, karena orang itu punya KEINGINAN. INGIN memiliki sesuatu. Ingin sesuatu yang orang lain sudah punya. Ingin punya mobil. Ingin punya rumah. Ingin ini, ingin itu. INGIN sesuatu yang belum dimiliki.

 

Jadi, sangat jelas. Bukan uang yang kita inginkan. Tapi, keinginan kita yang memerlukan uang. Ternyata, uang cuma alat untuk memenuhi keinginan kita. Kalo alatnya terbatas, maka keinginan kita juga harus dibatasi. Kenapa begitu? Iya, karena keinginan kan tidak harus dipenuhi. Kembali ke orang stress, pusing karena gak punya uang. Maka obatnya juga gampang, kurangi keinginan. Pasti sembuh....buh.

 

Apa cerita ini hanya retorika doang? Bisa iya, bisa tidak. Terserah sudut pandang kita saja. Paling tidak, kita diingatkan tentang kapan kita BUTUH, kapan kita INGIN dan siapa itu UANG? Uang bukan segalanya.

 

Akan lebih baik, mengkaji keinginan kita. Agar hati dan pikiran kita tidak lupa akan pentingnya bersyukur. SYUKUR, ikhlas menerima dan merasa senang dengan apa-apa yang sudah dimiliki. Bukan sebaliknya, karena nguber keinginan yang belum tercapai malah lupa untuk menikmati yang sudah kita miliki.

 

Nasehat baiknya, jangan sampai kita sakit karena UANG.

Uang itu hanya bisa jadi alat bayar resep obat ketika kita sakit. Tapi uang tidak mampu memperpanjang hidup kita. Uang juga tidak bisa jadi penebus dosa-dosa kita saat dipanggil Allah untuk kembali.

 

Maka pertanyaan pentingnya?

Apakah selama hidup kita menjadikan UANG bekerja sesuai mandat TUHAN. Atau menjadikan UANG sebagai TUHAN ?

Yukk, dalam hati saja, kita ucapkan Astagfirullah. Semoga kita semua lebih baik memperlakukan uang .... #BelajarDariOrangGobllok

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun