Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jokowi Membangkitkan "Gengsi" Tanah Banjar

30 Oktober 2019   13:37 Diperbarui: 30 Oktober 2019   17:24 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monument Perang Banjar (Foto: apahabar.com)

Tanah Banjar. Inilah istilah yang tepat buat membangun stigma bumi Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan. Di sini menatap penduduk republik ini hampir 4 jutaan, tepatnya 3.989.793 jiwa (BPS 2016). Mereka terdiri dari beragam etnik. Terbesar tentu saja etnik Banjar 74.34 %, disusul Jawa 14.51 %, Bugis 2.87 %, Dayak 2.23 %, Madura 1.47 %, Mandar 1.10, Sunda 0.08 %, Tionghoa 0.36 %, Batak 0.34 %, Bali 0.33 %, lainnya 1.82 %.

Menurut pakar antropologi, walau ini masih memerlukan kajian dan penelitian mendalam, sesungguhnya penduduk Kalimantan itu (dulu sebelum kemerdekaan lebih dikenal dengan nama Borneo) berasal dari etnik yang sama, Suku Dayak. Di antara Suku Dayak itu muncul beragam sub-etnik, seperti Dayak Iban, Maanyan, Lawangan, Samihin, Bakumpai, dan lain sebagainya. 

Terjadinya migrasi kepercayaan etnik Dayak dari Kaharingan menjadi Muslim, pasca perang saudara di Kerajaan Banjar, memunculkan lahirnya etnik baru bernama Suku Banjar. Suku Banjar menjadi pembeda bagi orang Dayak Muslim dengan Suku Dayak lainnya, baik yang masih konsisten pengikut Kaharingan, atau yang telah bermigrasi menjadi pengikut Kristen atau Katholik. 

Maka itu di Tanah Banjar atau Tanah Borneo (Kalsel), yang mayoritasnya muslim, mereka lebih sepakat disebut etnik Banjar. Berbeda dengan etnik Dayak di Kalteng, Kalbar, Kaltim dan Kaltara, prosentasinya lebih tinggi. Kawasan ini, penganut Kaharingan masih banyak, dan gerakan misionaris Kristen dan Katholik juga lebih berhasil. 

Etnik Dayak yang Kristen atau Katholik nampaknya lebih senang disebut Dayak, ketimbang Banjar. Walau dalam historinya pernah muncul steriotive negative bagi etnik ini, seperti suka mengayau, sebuah tradisi memotong kepala manusia. 

Kebanggaan menjadi warga Dayak mulai terbuka dan diakui publik, termasuk orang yang sudah mengaku etnik Banjar sekali pun, muncul pasca kerusuhan Sambas (Kalbar) dan Sampit (Kalteng) awal reformasi. Pada dua kerusuhan itu, etnik Dayak menjadi harum, karena tokoh Dayak pedalaman yang punya ilmu tinggi, mampu mengalahkan jawara dari Madura, yang sebelumnya menguasai beragam usaha dan bisnis di tanah Borneo.  

Etnik Banjar sendiri terpecah dalam beberapa sub-etnik. Pertama, Banjar Kuala. Mereka mendiami kawasan Banjar Bakula, seperti hilir sungai Barito dan anak-anak sungai lainnya (Barito Kuala -- Banjar dan Banjarmasin), dan kawasan sungai Tabunio, wilayah Tanah Laut. Kedua, Banjar Pahuluan, mencakup "Banua Anam" serta aliran-aliran sungai yang bermuara ke Pegunungan Meratus. Ketiga, Banjar Batang Banyu. Mereka ini mendiami kawasan hilir "Banua Anam", khususnya di kawasan aliran Sungai Negara.

Aksen dan logat mereka juga berbeda. Ada yang terasa asing, unik. Ada pula yang terasa sejuk, menyenangkan. Satu hal yang menarik bagi etnik Banjar ini, permisive-nya mereka terhadap sesuatu yang asing dan modern. Maka itu tak aneh jika belakangan banyak istilah (bahasa) Banjar mulai hilang dari interaksi masyarakat, karena generasi penerusnya memilih mengikuti modernisasi. Mereka memilih bahasa dan budaya kota, ketimbang meneruskan bahasa dan budaya asalnya, terlebih bagi yang berasal dari pedalaman.

Dari sisi penganut agama dan kepercayaan, penduduk Tanah Banjar mayoritas beragama Islam (96.23 %), Hindu (1.61 %), Kristen (1.26 %), Katholik (0.57 %), dan Budha (0.33 %). Angka publikasi id.m.wikipedia.org ini mungkin saja perlu direvisi. Kenapa ? Karena belum mampu mendata pengikut Kong Hu Cho. 

Data lain menunjukkan, Bumi Banjar memiliki luaS wilayah sekitar 37.530,52 kilometer persegi. Disebelah utara berbatasan dengan Kalimantan Tengah, provinsi yang digadang-gadang Soekarno menjadi ibukota sejak tahun 1957. Sedangkan disebelah timur berbatasan dengan Kalimantan Timur, tepatnya berbatasan langsung dengan Kabupaten PPU (Panajam Paser Utara), calon ibukota negara baru pilihan Jokowi, Presiden RI sekarang (2014 - 2024, Insya Allah).

Pada awalnya, sekembalinya negeri ini menjadi negara kesatuan, Tanah Borneo berdiri Provinsi Kalimantan, terdiri dari 3 (tiga) karesidenan, Kalbar, Kalsel dan Kaltim. Kalteng baru berpisah dari Kalsel tahun 1957, yang diwarnai kedatangan YM Presiden RI, Ir. Soekarno. Maka itu Banjarmasin menjadi pintu gerbang Kalimantan, meski tidak menjadi ibukota. 

Sejak era perjuangan hingga kemerdekaan, sejumlah tokoh Banjar dihargai Presiden Soekarno. Maka itu, nama-nama seperti Hanafiah, Muhammad Noor, Idcham Chalid diakomodasi dalam kabinet. Era Soeharto, silih berganti tokoh Banjar masuk kabinet, misalnya Sya'dillah Mursyid. 

Ketika Gus Dur jadi presiden ada Djohan Effendy dari Kandangan menjadi Menteri Sekretaris Negara dan Hamzah Haz dari Kalbar. Ketika Megawati jadi Presiden (dengan Wakil Hamzah Haz) ada Syamsul Mu'arif, Menkominfo. Saat SBY jadi presiden 2 periode ada Gusti Hatta yang jadi Menteri KLH, kemudian Menristek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun