Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Hoaks, Bahasa Politik, dan Kekuasaan

11 Januari 2019   10:11 Diperbarui: 11 Januari 2019   17:51 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Thinkstock) | Kompas.com

Dalam dunia yang semakin meluas, hampir setiap orang mengekspresikan dirinya melalui berbagai media yang dibahasakan sesuai caranya sendiri. Ada bahasa lisan, tulisan, atau bahasa prilaku yang cenderung memanfaatkan nilai moralitas secara lebih teratur. Bahasa tentu saja menjadi medium paling efektif sebagai saluran ekspresi par exelence yang membedakan manusia dari binatang. 

Sifatnya yang spekulatif, memungkinkan perkembangan bahasa terdistorsi sedemikian rupa sejak dari yang bersifat ilmiah, ideologis-rasialis, sampai yang bernada mitos atau main-main. Bahasa "hoaks" mungkin saja masuk dalam kategori mitos atau main-main mengingat batasan definitifnya adalah "something false" dan "preposterous".

Istilah hoaks atau berita bohong, tentu saja bagian dari ekspresi "kebahasaan" secara bebas linier dengan kebebasan berpendapat seseorang yang tentu saja memiliki motif dan tujuan tertentu. Dalam mengekspresikan pendapatnya melalui media bahasa---baik lisan maupun tulisan---seseorang selalu dihadapkan pada dua realita objek sekaligus, kedalam dan keluar.

Kedalam, berarti ia berbicara kepada dirinya sendiri dan keluar bagaimana setiap apa yang disampaikannya dimengerti dan dipahami orang lain. Lewat bahasa, seseorang berarti mencoba melakukan identifikasi dan internalisasi nilai-nilai serta informasi yang dijumpai di sekelilingnya.

Diksi "hoaks" yang belakangan ramai dibicarakan, terkadang dimanfaatkan sebagai amunisi bagi kepentingan-kepentingan tertentu. Bahkan, penyebutan istilah ini belakangan seolah menjadi "klaim" salah satu pihak, bahkan seringkali tampak kontradiktif. Disatu sisi bahwa berbicara merupakan ekspresi kebebasan berpendapat, namun disisi lain kebebasan tersebut ternyata berdampak luas terhadap situasi dan kondisi sosial-politik. 

Sebut saja kasus seorang dosen di Medan yang ditangkap akibat "hoaks" yang menyebut kasus pengeboman kantor polisi di Surabaya dengan "skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden". Lalu, benarkah apa yang diungkap itu masuk kategori hoaks, atau diksi kalimatnya yang kritis lalu dianggap menimbulkan kebencian?

Jika merunut pada gaya bahasa kritis yang dituliskannya, tentu ada makna tersembunyi yang ingin ia sampaikan. Kalimat pertama barangkali dapat menimbulkan implikasi hoaks, karena seolah-olah pengeboman itu tak lebih sekadar drama politik yang dibuat-buat sekadar pengalihan isu.

Sekalipun kalimat ini singkat, namun berbahasa pada akhirnya cenderung bermasalah. Tak perlu kiranya membahas panjang lebar soal ini, karena kasusnya telah terselesaikan secara hukum. Meskipun, jauh diluar itu, implikasi kasus ini meninggalkan jejak yang mungkin saja muncul banyak anggapan dimana penguasa terlampau diskriminatif dalam memahami konteks kebebasan berpendapat masyarakat.

Memang, medium bahasa muncul dari gagasan, ekspresi perasaan dan kata-kata yang diartikulasikan secara bebas di ruang publik. Bahasa menjadi saluran ekspresi kebebasan berpendapat setiap orang, bahkan tak jarang, melalui bahasa, tercipta suatu kekuatan revolusioner yang sanggup menggulingkan kekuasaan. 

Itulah kenapa, perlu kiranya dibuat aturan-aturan baku dalam membatasi, mengatur, atau mengarahkan setiap ekspresi perasaan masyarakat agar tak menjadi liar di ruang-ruang publik. Sekalipun aturan ini, terkesan "memberangus" kebebasan berpendapat setiap orang, namun paling tidak sanggup menciptakan efek kejut secara hukum demi menjaga stabilitas sosial-politik.

Bahasa tentu saja merupakan wujud ekspresi dan eksternalisasi seseorang agar dirinya dipahami dan diterima orang lain. Setiap orang tentu akan mengidentifikasi dan memberikan penilaian terhadap setiap informasi yang berada di sekelilingnya melalui bahasa yang mudah diekspresikannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun