Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membelah Suara "Nahdliyin" melalui Pilkada Jawa Timur

3 Januari 2018   14:10 Diperbarui: 4 Januari 2018   13:04 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Pilkada Jatim tentu saja semakin menarik, bukan karena seluruh kontestannya adalah kader Nahdlatul Ulama (NU), namun secara faktual, suara nahdliyin terus terbelah, bahkan, bisa terbawa hingga perhelatan Pilpres mendatang. Terlebih, setelah kemunculan nama Yenny Wahid di bursa pencalonan cagub Jatim, dipastikan semakin membelah suara pemilih kalangan NU. 

Kini pencalonannya tinggal menunggu kesepakatan partai koalisi, antara Gerindra, PKS, dan PAN. Ketiga parpol ini nampaknya tetap setia menjalin "koalisi abadi", setelah kemenangannya yang sedemikian gemilang di Pikada Jakarta tahun lalu.

Jatim memang basis terkuat NU, mengingat ormas Islam terbesar ini lahir dan mengakar di sana. Namun Pilkada Jatim kali ini, sulit untuk tidak mengatakan telah membelah suara warga NU, yang sedikit banyak berpengaruh terhadap konstelasi kepolitikan jelang Pilpres mendatang. Kondisi ini justru semakin diperkuat oleh kenyataan, bahwa Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid benar-benar diusung oleh poros baru yang saat ini diinisiasi oleh Gerindra. 

Masalahnya, jika semua kandidatnya adalah kader NU, ke mana suara yang tidak berafiliasi nahdliyin kemudian dilabuhkan? Memasangkan cagub NU dan non-NU mungkin saja dapat memberikan ruang alternatif bagi selain warga nahdliyin, namun pada akhirnya, suara NU tetap terbelah, bertebaran diantara ketiga kandidat yang ada.

Belum lagi soal di antara kedua kontestan yang telah resmi diusung koalisi parpol, Khofifah dan Syaifullah Yusuf, sepertinya masih memendam "dendam politik" yang sekian lama membeku dan belum terurai. Dua kali gagal di Pilgub Jatim dan dikalahkan Syaifullah, tak membuat Khafifah kapok untuk tetap mengadu peruntungannya di ajang kontestasi politik daerah ini. 

Walaupun diketahui, PKB, yang mengantarkan dirinya hingga memperoleh kursi kabinet di pemerintahan, tak mendukungnya di Pilgub Jatim kali ini. PKB lebih memilih berkoalisi dengan PDIP dan mencalonkan Syaifullah Yusuf dibanding Khafifah. Latar belakang keduanya yang juga dibesarkan di lingkungan politik NU, kini justru berkompetisi saling berhadapan (head to head) dan berebut suara warga nahdliyin yang juga sama-sama konstituennya.

Para kiai NU-pun nampaknya ikut terjun kedalam gelanggang politik di Pilkada Jatim, menggalang suara nahdliyin bagi dukungan para kadernya yang saat ini berlaga dalam kontestasi. Bagi barisan  kiai NU yang sejak awal tidak sepakat atas formalisasi politik NU, sepertinya memang lebih nyaman berada dalam kubu Khafifah, sebaliknya, para kiai yang memiliki afiliasi politik dengan PKB, sudah tentu menggalang dukungan bagi Syaifullah Yusuf. 

Tokoh senior NU, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) bahkan resmi ditunjuk sebagai Ketua Tim 9 bagi pemenangan Khafifah di Pilgub Jatim. Gus Sholah seakan menunjukkan konsistensi dirinya yang sejak awal tak pernah setuju terhadap formalisasi politik NU. Dulu, ketika PKB dideklarasikan kakaknya, Gus Dur, ia malah lebih memilih bergabung dengan Partai Kebangkitan Umat (PKU), sebagai bentuk protes atas formalisasi politik NU.

Memang, Pilkada serentak 2018 ini seakan menjadi test case dalam mengukur masing-masing kekuatan politik yang bermuara pada dua aras besar: pendukung Jokowi dan Prabowo. Masing-masing parpol pendukung dua kekuatan ini, sepertinya memang sedang mengincar kantung-kantung suara yang hendak diproyeksikan jelang perhelatan politik nasional 2019. 

Di Pilkada Jabar, ketiga parpol---Gerindra, PAN, dan PKS---nampaknya sudah sepakat membangun poros "koalisi reuni" yang sepakat mengusung kader internalnya sendiri. Di Jatim juga nampaknya tak jauh berbeda, mereka akan mengusung calonnya tersendiri. Tak menutup kemungkinan, nama Yenny Wahid pada akhirnya lolos diusung koalisi reuni ini, mengingat ketokohan putri mendiang Gus Dur ini cukup mantap "membongkar" suara nahdliyin di Jatim.

Sinyal atas pencalonan Yenny, tampak semakin kuat dirasakan, mengingat pertemuannya yang "istimewa" dengan Prabowo Subianto. Penjajakan yang dilakukan Gerindra terhadap Yenny, saya kira telah banyak memiliki kecocokan, hanya tinggal menunggu momentumnya saja. Asumsi saya, pencalonan Yenny bisa menjadi batu loncatan dirinya untuk menggalang suara lebih besar di ajang kontestasi politik nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun