Mohon tunggu...
Muhamad Syadid
Muhamad Syadid Mohon Tunggu... -

Muhamad Syadid\r\nDirektur dan owner The Indonesian Institute For Middle East Research (Informer)\r\n\r\nFaculty of Islamic Theology al-Azhar University Cairo, Egypt\r\n\r\nEmail:institute.informer@gmail.com\r\n\r\nhttp://www.in-former.org/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mesir Pasca Mubarak (Sebuah Telaah Singkat Perjalanan Revolusi Mesir Menuju Demokratisasi yang Hakiki)*

6 Desember 2011   20:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:44 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama beberapa dekade, politik Mesir diprediksi tidak berubah. Seperti dalam abad terakhir, tampaknya Mesir akan kembali diperintah oleh Firaun yang memiliki kekuasaan atas rakyat yang pasif. Selama enam puluh tahun terakhir, Gamal Nasser Abdal, Anwar Sadat dan Husni Mubarak, semua mantan perwira militer, satu per satu memimpin sebuah sistem yang tampaknya memiliki beberapa perangkap demokrasi yang sebenarnya rusak, dengan tidak ada akuntabilitas nyata terhadap publik.

Sejak Januari 2011, semuanya telah berubah. Tetapi proses perubahan masih belum berjalan, dan hasilnya tidak dapat diprediksi. Pers internasional meliput pergolakan revolusi Mesir di Kairo Tahrir Square secara langsung dari koresponden seluruh dunia. Revolusi yang dimulai pada 25 Januari dan dilanjutkan sampai pengunduran diri Presiden Mubarak pada 11 Februari menarik perhatian media internasional, tapi kemudian tiba-tiba mereda. Namun revolusi terus bergejolak dan permasalahan masih belum selesai.

Kebanyakan analis Mesir setuju bahwa masalah negara yang paling mendesak saat ini adalah:

(1) Masalah keamanan, (2) Ekonomi dan (3) Road Map dan arah kebijakan politik.

Masalah keamanan

Masalah keamanan saat ini merupakan hal terpenting dalam pikiran setiap warga Mesir karena bentrokan Muslim-Kristen akhir-akhir ini kerap terjadi, termasuk pembakaran gereja tanggal 7 Mei di distrik Imbaba Kairo memberikan stigma dan ketakutan yang mendalam di kalangan orang Kristen dan kalangan umat Islam.

Salah satu pakar politik Mesir mengatakan, konflik agama pada skala tersebut bukan hal yang baru. Kristen Koptik, yang ada sekitar 10% dari populasi penduduk, dari waktu ke waktu merasa didiskriminasikan, tapi ini berbeda. Malam Tahun Baru lalu, kejahatan terhadap orang Kristen terjadi di Alexandria ketika gereja dibom, tetapi banyak orang percaya bahwa insiden tersebut telah dikendalikan.

Dan pada hari Minggu 6 Februari 2011, para demonstran di Tahrir Square yang menuntut lengsernya Mubarak mengadakan rapat lintas agama. Muslim-Kristen bersahabat dan kerja sama berada di garda terdepan dan Mesir merasa optimis bahwa solusi untuk mengakhiri ketegangan sektarian adalah produk Revolusi. Namun optimisme yang sekarang hilang. Saat ini mereka tidak lagi menuduh kalangan Ikhwanul Muslimin (IM) namun ditujukan kepada Salafi radikal yang tidak terlihat selama era Mubarak.

Karena akhir-akhir ini Salafi tiba-tiba muncul, beberapa dari mereka dilaporkan kembali dari Arab Saudi, dan mereka telah aktif di banyak bagian negara itu.

Pertanyaan banyak berkembang adalah mengapa Komando Dewan Tinggi Militer yang memegang otoritas tertinggi di Mesir sejak lengsernya Mubarak masih memungkinkan terjadinya kekerasan –atas nama agama- masih berlanjut?.

Beberapa spekulasi bahwa militer tidak mampu melakukan tugas-tugas kepolisian karena telah dilatih untuk berperang dan membela perbatasan negara, bukan untuk patroli jalan-jalan dan menghentikan kejahatan. Para jenderal menyadari bahwa militer telah merespon secara perlahan ketika bentrokan pecah, dan militer baru saja mendidik lima ratus anggota baru untuk tugas polisi khusus dan mencoba mengisi kesenjangan ini.

Pada tanggal 28 Januari, "Jumat Marah-Jum’ah al-Ghadab", terjadi di tengah-tengah Revolusi, kantor polisi dibakar dan polisi tiba-tiba menghilang dari jalan-jalan; banyak yang tidak pernah kembali. Jadi tentara dikerahkan di jalan-jalan untuk memulihkan ketertiban, menenangkan sebagai massa yang menuntut Mubarak diusir dari Mesir.

Sekarang militer telah mengambil posisi Mubarak sebagai otoritas yang berkuasa, dan polisi serta Kementerian Dalam Negeri masih belum mendapatkan tempat dihadapan publik, para jenderal dan tentara militer kesulitan untuk melakukan semua tugas-tugas pemerintahan.

Krisis Ekonomi

Isu kedua adalah tentang krisis ekonomi. Pengusaha memprediksi situasi ekonomi dalam kondisi bencana /revolusi kemungkinan menjadi lebih buruk. Tidak hanya sumber dari pariwisata, sumber penting pendapatan Negara lainnya juga berhenti, investasi asing telah mengering karena masa depan tidak pasti. Ratusan ribu buruh pabrik melakukan mogok kerja sebagai perubahan rezim Mesir, mereka menuntut kenaikan upah dan gaji. Sebuah rumor jalanan yang populer adalah bahwa Presiden Mubarak, seluruh keluarga serta kroni-kroninya telah mencuri puluhan miliar dan ketika uang itu disita dan ditemukan akan dibagi dan diberikan kepada setiap rakyat Mesir.

Presiden Mubarak, seperti pendahulunya Anwar Sadat, mempromosikan sektor swasta dan mendorong kapitalis, beberapa pengusaha sekarang takut bahwa pemerintah berikutnya akan kembali ke sosialisme negara. Spekulasi semacam itu didorong sebagian oleh kenyataan bahwa militer selama beberapa tahun terakhir terlibat langsung dalam perekonomian dengan cara yang sangat substansial. Tentara tidak hanya memiliki pabrik yang memproduksi peralatan militer dan bahan, tetapi juga berbagai macam produk sipil. Gamal Mubarak tampaknya menempatkan dirinya untuk menggantikan ayahnya sebagai presiden, ia tidak hanya aktif di partai Mubarak dan lebih terlihat terbuka, tapi dia agresif mempromosikan sektor swasta dengan teman-teman bisnisnya.

Para jenderal telah menahan Mubarak dan anak-anaknya serta para kroninya untuk menyelidiki tuduhan menyalahgunakan kekuasaan dan memperkaya pribadi dengan mengorbankan rakyat. Pemerintah mengatur seluruh kontrak perjanjian ekonomi dengan pengusaha kelas kakap termasuk penjualan tanah, pengaturan privatisasi dan kegiatan ekonomi lain dari rezim sebelumnya berada di bawah pengawasan Mubarak. Kroni-kroni Mubarak telah ditahan dan diinterogasi tentang dugaan KKN. Misalnya, Ahmad ‘izz, yang memiliki 70% dari industri baja dan 50% dari industri keramik, dan memiliki kekayaan bersih diperkirakan hampir dua miliar dolar Amerika, Ahmad Izz adalah seorang pejabat senior partai Presiden Mubarak dan teman dekat Gamal Mubarak. Dia ditangkap 17 Februari, diinvestigasi oleh pihak berwenang dan saat ini telah dipenjara atas tuduhan korupsi pengadaan plat nomor kendaraan Mesir yang diimpor dari Luar negeri dengan harga yang sangat tinggi. Pada bulan Februari publik terfokus kemarahan terhadap ‘Ezz, rakyat membakar salah satu flat miliknya di Kairo untuk mengekspresikan penolakan kroni kaya presiden tersebut.

Habib Adly, Menteri Dalam Negeri Mubarak selama 13 tahun, juga menjadi target kemarahan rakyat dan pengawasan resmi pihak pengadilan. Dia baru saja diadili dan dihukum karena terjerat kasus korupsi. Hakim memberikan denda $ 2,5 juta, menyita semua asetnya, dan memutuskan untuk dipenjara selama 12 tahun. Sekarang ia juga diadili karena perannya mengawasi polisi, ketika para polisi diperintahkan untuk menembak para demonstran yang tidak bersalah selama Revolusi 18 hari, membiarkan 850 warga tewas ditangan balthaji (preman) dan polisi. Selain itu juga habib Adly adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kaburnya 95.000 tahanan di seluruh wilayah Mesir.

Penyelidikan yang dilakukan kepada para mantan pejabat menyeret sejumlah orang yang dianggap melakukan praktek KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), seperti mantan Menteri Perdagangan Rashid Muhamad Rashid.

Butros Ghali Menteri Keuangan Mubarak pada tahun 2004, pada tanggal 11 Februari, pasca Mubarak lengser memutuskan untuk meninggalkan Mesir menuju ke Beirut dengan keluarganya, tidak ingin risiko kemungkinan pengadilan yang tidak adil untuk korupsi.

Ketidakpastian kondisi politik Mesir

Masalah utama ketiga rakyat Mesir adalah sistem politik yang akan dibangun pasca runtuhnya rezim Mubarak.

Selama beberapa dekade, Mubarak memimpin sebuah sistem otoriter yang ketat di balik demokrasi palsu. Mesir memiliki parlemen yang dipilih secara langsung oleh Rakyat, tetapi Mubarak dan kroni-kroninya melakukan kecurangan dalam setiap Pemilu sehingga partainya mendapat 69% dari kursi di 2005 dan kemudian 81% pada tahun 2010. Sebagian besar media elektronik khususnya radio dan media televisi dikontrol ketat oleh Pemerintah. Polisi di bawah kendali Menteri Dalam Negeri Habib al Adly, yang korup, juga dibawah kendali Mubarak.

Pada tanggal 11 Februari, setelah 18 hari Revolusi rakyat semakin meluas, Mubarak lengser dari kursi presiden, namun pada saat itu militer berusaha melindunginya tapi akhirnya Dewan Militer memutuskan untuk mengambil alih pemerintah sebagai Komando tertinggi. Para jenderal di Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata tetap mengeluarkan keputusan yang memiliki kekuatan hukum. Mereka telah mendirikan sebuah pemerintahan sipil yang terpilih. Mereka mungkin ingin tetap di belakang layar sebagai kingmakers, bukan sebagai raja. Pada tanggal 7 Maret mengangkat Dr. Isham Sharaf sebagai Perdana Menteri Mesir yang baru menggantikan Dr. Ahmad Syafiq yang dilengserkan oleh rakyat dari Tahrir Square.

Pemilu pasca-Mubarak yang akan membentuk parlemen baru, diharapkan berlangsung secara bebas, jujur dan adil serta untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, sampai saat ini sekitar 130 partai politik telah muncul dengan ambisi untuk memenangkan kursi. Beberapa partai lama, seperti partai Tagammu', al-Wafd, dan Al Ghad. Mereka semua bersaing dalam pemilihan umum kali ini setelah sebelumnya selalu gagal dalam Pemilu pada rezim Mubarak.

Platform partai dari tiga partai liberal sulit untuk membedakan satu sama lain. Semua kebijakan yang akan didukung sepenuhnya kompatibel dalam konteks Barat, tetapi mereka juga menekankan inklusi mereka semua baik Muslim dan Kristen. Mereka semua sepakat bahwa calon presiden pilihan mereka adalah El-Baradei. Dan mereka semua mengatakan bahwa seluruh pimpinan dan anggota Partai Demokrat Nasional (NDP) pimpinan Mubarak telah dibubarkan dan tidak diperbolehkan memegang peran politik 5-10 tahun mendatang.

Tapi hal itu belum tentu akan terjadi, seorang anggota senior mantan pembesar NDP, yang sebenarnya Sekretaris Jenderal NDP sebelum Mubarak lengser, mengatakan bahwa ia telah mendirikan sebuah partai baru yang dia sebut Misr Al Nahda dan sibuk mengumpulkan tanda tangan petisi sehingga ia dapat legalitas untuk menjalankan roda partai. Dirinya mengklaim ada jutaan pemilih di daerah pedesaan yang masih memiliki kesetiaan kepada NDP dan berharap untuk memilih partai ini.

Ikhwanul Muslimin (IM)

Ikhwan memiliki sejarah panjang. Gerakan ini didirikan pada tahun 1923, menjadi semakin militan, setelah disiksa dan ditekan oleh rezim Nasser, kemudian selama dekade Mubarak diserang secara mental dan fisik. Bahkan pihak IM mereleased data selama pemerintahan Mubarak lebih dari 30 ribu kader IM telah ditangkap dan disiksa di penjara. Sejak tahun 1970 IM menjadi gerakan terlarang di Mesir bahkan tidak diizinkan berpartisipasi dalam proses demokrasi. Meskipun secara formal dilarang oleh pemerintahan Mubarak, anggota Legislatif yang maju sebagai calon independen dari IM dan bisa memenangkan 20% dari kursi dalam pemilu 2005 karena dukungan dari grass roat yang kuat dan organisasi mereka yang sangat rapi. Tapi dalam pemilu 2010 IM sangat dicurangi mereka hanya menang satu kursi.

Dan dalam waktu dekat, Pemilihan parlemen baru yang akan diadakan pada bulan November 2011 sebelum partai-partai baru memiliki banyak waktu untuk mengatur strategi dan kampanye, IM optimis bisa memenangkan 30-35% atau lebih dan menjadi partai terbesar di parlemen.

Hal ini jelas bahwa Ikhwanul Muslimin sengaja tampil ke public, para qiyadah IM menyadari bahwa saat ini adalah waktu yang tepat dan terbuka untuk mengawal gerakan politik di parlemen. Maktab Irsyad dan para qiyadah IM mendeklarasikan Hizbul Hurriyah wa al-Adalah, Freedom and Justice Party (FJP) dan menyatakan bahwa mereka akan meraih 30-35% dari kursi parlemen, tetapi IM memutuskan untuk tidak mencalonkan diri sebagai Calon Presiden tahun ini. Meskipun mantan Qiyadah IM Abdul Munim Abul Futuh mendeklarasikan diri sebagai calon presiden tetapi tidak bergerak di bawah bendera IM. Tampaknya apa yang dilakukan para Qiyadah IM, setidaknya dalam waktu dekat, adalah menargetkan musyarakah di Parlemen daripada mengambil posisi presiden.

Nasib akhir dari keluarga Mubarak juga tidak pasti. Mantan presiden dan dua putranya telah ditahan, hal ini tidak pernah terbayangkan oleh kalangan manapun. Mubarak tampaknya memilih tinggal di penjara sampai ia meninggal secara wajar. Sampai sekarang investigasi oleh pihak pengadilan telah menemukan bukti-buti bahwa mereka bersalah dan telah melanggar menghukum termasuk terlibat dalam kasus pembantaian para demonstran di Tahrir dan beebrapa daerah lain di Mesir. Beberapa kalangan mendukung hukuman penjara sebagai bukti tegaknya supremasi hukum, dan kalangan yang lain mendukung hukuman itu sebagai peringatan bagi presiden yang baru. Yang lain percaya bahwa keluarga Mubarak telah dihukum cukup dengan dilengserkan secara tidak terhormat dan dipermalukan karena mereka benar-benar melanggar hukum.

Ketika Revolusi dimulai, kedutaan AS khawatir bahwa permusuhan terhadap Amerika akan semakin meluas. Seluruh staff Kedutaan Amerika di Mesir dievakuasi dan sekitar dua ratus pasukan khusus Amerika tiba untuk melindungi kompleks kedutaan, karena posisinya hanya satu blok dari Tahrir. Tetapi para demonstran pada dasarnya tidak memperhatikan kedutaan, mereka focus ingin melengserkan Mubarak dan kroni-kroninya. Ada satu insiden selama Revolusi ketika 23 kendaraan di kedutaan amerika dicuri dari tempat parkir karena ada beberapa kalangan menilai bahwa Amerika Serikat berada dibalik layar mendukung Mubarak dan membayar preman (balthajiyah) untuk menghentikan Revolusi.

Dengan demikian sejumlah isu penting untuk masa depan Mesir - semua yang bersifat internal - tetap tidak terselesaikan, meskipun lebih dari enam bulan telah berlalu sejak kejatuhan dramatis Presiden Mubarak. Mesir khawatir tentang bentrokan Muslim-Kristen yang belum berhenti. Mereka prihatin tentang situasi ekonomi sangat buruk mereka tetapi mereka belum menemukan formula instan untuk menghadapinya dan mereka tidak yakin arah kebijakan Pemerintah transisi sekarang setelah itu telah mencoba memasukkan system sosialisme dan kapitalisme negara.

Dan saat ini rakyat sangat antusias dan bergantung kepada prospek pemilihan umum yang bebas tidak ditentukan oleh partai yang berkuasa, dan mereka mencoba untuk bersiap-siap untuk itu, tetapi banyak yang khawatir bahwa Bulan November waktu yang terlalu cepat untuk sebuah proses pemilu yang teratur dan mereka sama sekali tidak yakin bagaimana akan keluar dari krisis ini. Kebanyakan senang dengan apa yang dicapai oleh Revolusi, tapi mereka tahu banyak masalah masih harus diselesaikan.

*oleh: Muhamad Syadid (Direktur The Indonesian Institute For Middle East Research)

Visit us : http://www.in-former.org/

Sumber:

1.Harian al-Ahram, akhbar al-Yaum, al-Dustur, jurnal al-Mushawwar, bulan Maret- Oktober 2011.

2.Jurnal Middle East Institute edisi Oktober 2011.

3.Jurnal mingguan Yaum al-Sabi edisi 22 Oktober 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun