Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perayaan Kartini Tidak Sekedar Peragaan Busana

5 April 2018   05:37 Diperbarui: 5 April 2018   05:45 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto RA Kartini (sumber: www.uniqpost.com)

Raden Ajeng Kartini, putri Bupati Jepara yang dianggap "nyeleneh" karena memiliki pemikiran yang berbeda dengan pakem pemikiran putri-putri bangsawan yang pada masanyam yang hanya diperbolehkan menunggu pinangan putra bangsawan agar dapat melanggengkan darah biru yang disandangnya.

Kartini justru sangat peduli dengan abdi dalem dan berpikir keras bagaimana untuk memperbaiki nasib mereka, termasuk kehidupan rakyat kecil seperti para petani dan pengrajin kayu ukiran.

Kartini memberanikan diri untuk mendobrak kekangan dengan banyak membaca buku tulisan orang Eropa, hingga timbul keinginannya untuk berkorespondensi dengan dunia luar. Meski dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dampak dari membaca buku membuat Kartini makin membuka pola berpikirnya.

Kartini juga berani membangkang untuk menunda usia perkawinan, karena keinginan kuatnya untuk menuntut ilmu. Hal ini diejawantahkan dengan mengajarkan baca tulis bagi kaum wanita di lingkungannya.

Karena keberaniannya surat-surat Kartini dikumpulkan dan diterbitkan oleh JH Abendanon, dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" (Door Duisternis Tot Licht) yang menjadi cikal bakal pergerakan emansipasi wanita.

Mungkin bila Kartini hidup di era zaman now, bisa-bisa Kartini akan menjadi pelopor feminisme.

Perayaan Kartini

Oleh Pemerintah Republik Indonesia hari lahir Kartini ditetapkan sebagai Hari Kartini. Tujuannya tentu untuk terus memajukan peran wanita Indonesia yang masih selalu di nomor duakan.

Di dunia politik misalnya, jumlah wakil rakyat wanita masih dipaksakan, belum terpilih secara normal. Harus diterbitkan aturan bahwa jumlah wakil rakyat yang dicalonkan dari gender wanita sebanyak 30%. Bila tanpa aturan ini mungkin dunia politik akan dikuasai kaum pria.

Meski sekarang Indonesia sudah pernah memiliki Presiden wanita, ketua partai wanita, antariksawan wanita, menteri wanita terbaik di aras global dan masih banyak lagi. Namun kasus-kasus pelecehan wanita, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan eksploitasi terhadap wanita masih harus terus diperangi.

Selain dunia politik, peran wanita masih tetap di nomor duakan di negeri ini, lihat saja pada sebuah keluarga kurang mampu, prioritas pendidikan pasti diberikan kepada anak pria tanpa memperhatikan prestasi anak-anaknya. Dengan dalih wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, karena toh nantinya hanya ke dapur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun