Mohon tunggu...
Surya Al Bahar
Surya Al Bahar Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Unesa dan PAC. IPNU Kecamatan Glagah. Selain itu, kesehariannya sering menulis puisi, cerpen, dan opini untuk konsumsi sendiri dan aktif di beberapa kelompok diskusi, salah satunya kelompok diskusi Damar Asih. Selain di kompasiana, ia juga sering mengabadikan tulisannya di blog pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karjo Bingung dengan Anggaran Desa

18 Agustus 2017   16:41 Diperbarui: 18 Agustus 2017   16:47 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Karikatur (Sumber Gambar : aktual.com)

Gugun dan Karjo lagi-lagi dipersulit oleh suatu keadaan. Keadaan ini sudah seringkali menjadi rutinitas di desanya. Antara tahu, tidak tau dan kurang tau, artinya tahu tapi tidak mau tau dan sama sekali tidak pernah tau. Pemikiran Karjo dan Gugun seiring berjalannya waktu terus memunculkan spekulasi perbedaan pendapat diantara keduanya. Gugun orang nya tau, tapi dia tidak mau tau, sedangkan Karjo, orangnya hanya sedikit-sedikit tau. Dengan pemikiran semacam itu memunculkan dua sifat yang berbeda. Perbedaan semacam itu serasa sulit untuk menemukan jawaban jika mereka berdiskusi berdua tanpa ada seorang pelerai. Yang satu sebenarnya mengerti tapi dia enggan untuk memberi jawaban, satunya lagi sedikit mengerti tapi mulutnya terus saja berbicara tentang apa yang kurang dia mengerti. Akibat dari kekurangannya tersebut, Karjo seringkali salah menilai sesuatu, padahal Gugun mengerti kesalahannya itu dengan dia tidak mau memberi kebenarannya yang seperti apa.

 Mereka berdua merasa cukup mempunyai ilmu untuk menilai sesuatu. Sayangnya, mereka kerap kali membicarakan tentang apa yang tampak di matanya. Tapi mereka minim sekali menilai apa yang tidak tampak oleh matanya. Dalam segi struktur penilaian yang terlihat, disitu hati lah yang memiliki peran utama untuk memunculkan anggapan praduga, orang tidak bisa menilai hanya dengan kasap mata. Karena dengan kekasapan yang terasa, hati merupakan organ terpenting untuk merasakannya. Setelah hati sukses untuk berpresepsi, kemudian kedua mata melakukan perannya untuk melihat. Mata hanya bertugas melihat, bukan menilai. Nilai hanya sekadar memburuk sekaligus membaikkan suatu hal.

 Kalau memang penilaian itu hanya bisa dilihat tanpa dirasakan, bagaimana dengan bunga mawar, bunga yang sangat indah dengan jajaran kelopak, daun bungah, hingga putik dan benang sarinya. Bunga yang identik dengan percintaan, macam-macam warnanya, harumnya. Bunga yang mengidentifikasi cinta kasih tulus seorang laki-laki untuk perempuannya sekaligus melambangkan keindahan bagi penerimanya. Tapi di sisi lain, bunga mawar memliki duri yang tajam. Bagaimana kalau orang hanya menilai dari segi penglihatannya, pasti mengira bahwa bunga itu indah, dengan sebelumnya orang menilai itu belum pernah mempelajari anatomi bunga mawar. Seandainya penilaian tersebut difokuskan pemikiran yang lebih banyak, seperti hati, mata, lalu indera perasanya. Akan lebih pas dari segi nilainya. ada segi indahnya dan pasti ada segi buruknya. Terkadang penilaian tak harus sama dengan kenyataan. Sebab kenyataan tak selamanya benar.

Selisih paham mereka berdua terus saja berkelanjutan. Dari bunga mawar hingga sampai ke anggaran dana desa. Anggapan mereka, orang desa identik dengan kurangnya pengetahuan. Memang ada sedikit orang yang mengerti, terutama si Gugun, tapi dengan kepahamannya, dia seakan-akan tidak bisa menyalurkan kepahamannya ke orang lain, terutama si Karjo yang kurang paham dengan anggaran dana desa itu. Masyarakat yang hanya bisa menilai dari segi penglihatannya, hanya cukup untuk menerima semuanya. Tapi di sisi lain ada sedikit keistimewaan yang dimiliki Karjo, dia mempunyai keahlian untuk menganalisis sesuatu dengan tajam. Ketajamannya tersebut, tentunya masih kalah jika dibandingkan dengan Gugun. Tapi kelemahannya, dia tidak bisa memastikan antara penilaiannya dengan kenyataan. Dia hanya bisa menganalisis secara lahiriah. Seringkali juga dia salah menyimpulkan permasalahan. Sedangkan Gugun orang yang selalu benar menurut Karjo, entah kebenaran itu memang benar tau hanya sekadar benar, karena hanya karjo yang menganggap pendapat Gugun benar. Padahal pendapat Karjo bisa memungkinkan untuk benar, sebab tidak ada orang yang menganggapnya benar, jadi Karjo kurang yakin dengan kebenarannya.

Suatu malam, mereka berdua sengaja saling mengajak berdiskusi. Perihal dana desa tersebut. Mereka ingin mencari jalan keluar bagaimana yang baik. Sebab, penduduk desanya kurang mengerti tentang hal-hal yang menyangkut pemerintahan. Kebenaran dan solusi itu mereka cari sendiri, sebatas kebenarannya mereka berdua. Toh, apapun yang mereka katakan juga tidak berpengaruh terhadap penduduk desa. Amggapannya hanya angin sepoi-sepoi yang lewat, tugasnya hanya menyejukkan dalam sekejap kemudian hilang.

"Gun, apa kamu tidak melihat di Balai Desa tadi terpampang jelas anggaran pembelanjaan desa, kenapa hanya tahun ini ada, sebelumnya aku tidak pernah melihat anggaran itu?" Tanya Karjo.

"Kamu kira aku Kepala Desa, tanyamu kok ngawur gitu" Jawaban Gugun seolah tidak tau.

"Kamu kan penganalisis yang hebat Gun, pasti tau lah" Lanjut Karjo dengan sedikit senyum lebar mulutnya.

"Kamu jadi orang itu yang husnudzon dong, mungkin saja Bapak Kades merasa kasihan dengan warganya "

"Sudah tiga tahun dia kurang terbuka dengan dana transparasi desa, anehnya para warga juga tidak bertanya dengan Pak Kades. Apa perlu penduduk desa diberi pelajaran tentang pemerintahan, sehingga dia bisa kritis dengan keadaan pemerintahan yang ada di desanya" Penjelasan Gugun sambil memandang Karjo yang mempunyai wajah linglung, antara tau atau tidak tau tentang apa yang Gugun omongkan.

"Lantas apa Gun solusinya?" Karjo bertanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun