Mohon tunggu...
Hari Suroto
Hari Suroto Mohon Tunggu... peneliti Balai Arkeologi Papua -

Hi, I'm an archaeologist and lecturer but not same with Indiana Jones

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahkota Cenderawasih Bukan untuk Politik Praktis

12 April 2019   09:02 Diperbarui: 12 April 2019   09:41 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walaupun isu tentang Papua kurang begitu terdengar dalam debat capres-cawapres 2019. Tetapi ada isu yang sempat menarik perhatian dalam kampanye terbuka di Manokwari, Papua Barat, Rabu, 27 Maret 2019.

Salah satu anggota tim kampaye cawapres nomor urut 02 terlihat mengenakan mahkota burung cenderawasih.

Pemerintah Provinsi Papua telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 660.1/6501/SET tanggal 5 Juni 2017 tentang larangan penggunaan burung cenderawasih sebagai aksesoris dan cinderamata. 

Namun, dalam surat edaran ini memperbolehkan penggunaan burung cenderawasih asli dalam setiap proses adat istiadat yang bersifat sakral.

Dalam adat Papua, mahkota burung cenderawasih hanya boleh dikenakan oleh tokoh adat seperti ondoafi untuk daerah pesisir atau kepala suku untuk wilayah pegunungan, itupun dipakai hanya pada saat acara adat atau sakral saja.

Sangat disayangkan sudah memakai baju beratribut partai politik, tetapi masih memakai mahkota burung cenderawasih. 

Untuk itu tidak seharusnya mahkota burung cenderawasih dikenakan dalam acara politik praktis.

Wulf Schiefenhoevel, profesor antropologi dari Max Planck Institute for Ornithology Jerman, dalam komunikasi pribadi melalui surel mengatakan burung cenderawasih harus dilindungi dan tidak dijual belikan hidup atau mati.

Namun berkaitan dengan nilai sakral burung cenderawasih seperti yang disebutkan dalam surat edaran Pemprov Papua, Wulf mengatakan burung cenderawasih berdasarkan penelitiannya sejak 1965 hingga saat ini, dalam konteks budaya Papua tidak sepenuhnya sakral. 

Dalam pesta adat misalnya burung cenderawasih berfungsi sebagai hiasan tradisional, demonstrasi kecantikan, kekayaan, juga politik tradisional (relasi pertukaran) dan sebagainya. 

Untuk beberapa suku tertentu, burung cenderawasih merupakan bagian dalam pemberian mas kawin, hal ini bukanlah proses sakral, tetapi lebih pada transaksi profan dalam konteks sosial. 

Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan mahkota burung cenderawasih yang dikenakan Sandiaga saat kampanye terbuka di Manokwari, Papua Barat pada Rabu, 27 Maret lalu adalah pemberian masyarakat.

Dahnil mengatakan Sandiaga mengenakannya sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat yang memberikan. "Prinsipnya ketika masyarakat lokal memberikan apresiasi, penghormatan, sebagai bentuk adat, ya tentu kami menghormati apresiasi mereka," kata Dahnil kepada Tempo, Kamis, 4 April 2019.

Dahnil mengatakan Prabowo dan Sandiaga tak pernah menyiapkan pernak-pernik setiap kali berkampanye di daerah. Menurut dia, keduanya juga tak pernah meminta agar mendapatkan sesuatu dari masyarakat.

Menurut pendapat saya, ajang pesta demokrasi 2019 merupakan kesempatan yang bagus untuk turut mengkampanyekan penggunaan noken. 

Warga pemilih seyogyanya mengenakan noken pada hari pencoblosan.

Dengan begitu diharapkan pengunaan noken dalam pesta demokrasi, noken semakin populer dan dampak ekonominya adalah kesejahteraan mama-mama pengrajin noken akan meningkat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun