Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Djarot-Sandi Pelukan, Masalah Ya?

15 April 2017   18:00 Diperbarui: 16 April 2017   03:00 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Janganlah Anda terlalu yakin merasa dekat dengan seseorang, karena seseorang itu belum tentu merasa dekat dengan Anda!

(Supartono JW. 28062016)

Mengapa heran, gaya pelukan Djarot-Sandi dan Anies-Sandi menjadi viral dan cibiran netizen? Apakah benar itu terjadi karena tuntutan peran atau keihklasan?

Setiap kali bercengkerama dengan murid di kelas saat berbagi materi pelajaran, saya selalu memberikan gambaran nilai-nilai apa yang terkandung di dalam materi tersebut sesuai dengan tujuan mengapa materi tersebut harus diajarkan dan nilai pendidikan apa yang harus diserap anak didik. Mengingat apa yang saya sampaikan adalah tentang ilmu dan pendidikan keterampilan berbahasa, maka seusai belajar materi, saya mengharapkan anak didik saya dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi aktor sejati yang memerankan dirinya sendiri. Bukan memerankan kepentingan orang lain atau golongan lain.

Sebetulnya, kita ini aktor sungguhan, atau aktor bohongan? Lalu para artis yang memerankah tokoh orang lain  dalam sinetron, film, atau pentas teaternya, mereka itu aktor betulan atau aktor bohongan? Bagaimana dengan pemimpin bangsa ini, pemimpin di setiap provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan, rukun warga, rukun tetangga, hingga kepala rumah tangga? Tentu semua pemimpin itu, termasuk diri kita adalah aktor asli, aktor sesungguhnya, aktor sejati karena memerankan sesuai fungsi dan tugas kita masing-masing, tidak bersandiwara, karena job deskriptionnya jelas.

Namun, faktanya, dalam realitas kehidupan, peran sandiwara yang dimainkan aktor-aktor bayaran yang berlabel artis, kini banyak diadopsi oleh pemimpin-pemimpin kita. Para pemimpin ini, justru lebih piawai memerankan tokoh sejati dirinya terselubung  dengan peran titipan sesuai kepentingan partai dan golongannya.

Saya selalu bertanya pada anak didik di kelas. Apakah kalian percaya pada teman atau sahabat yang selama ini benar-benar kalian percaya? Apakah mereka benar seperti yang kalian pikirkan, benar-benar dapat dipercaya sebagai teman atau sahabat? Bukankah banyak kejadian yang justru mengakibatkan teman makan teman atau sahabat makan sahabat?

Janganlah Anda terlalu yakin merasa dekat dengan seseorang, karena seseorang itu belum tentu merasa dekat dengan Anda!

Banyak kehidupan seseorang hancur atau dihancurkan justru oleh orang yang kita anggap paling dekat, paling mengerti kita, paling memahami persoalan kita, dan kita anggap dapat menjadi dewa penyelamat setiap kesulitan kita dan menjadi solusi ampuh masa depan kita. Tapi faktnya, justru orang-orang terdekatlah, orang-orang yang justru seharusnya menlindungi kita, mengayomi kita, justru menjadi pemicu malapetaka hidup kita, kehancuran kita karena kita percaya pada mereka. Sebaliknya kita juga dapat menjadi sutradara agar teman/sahabat serta pengayom yang kita percaya, memercayai bahwa apa yang terjadi pada kita seolah benar dan apa adanya, padahal itu hanya skenario kita, sandiwara kita. Jadi kita dapat bermain sandiwara di atas sandiwara yang telah teman/sahabat kita lakukan pada kita.

Saya selalu mengatakan pada anak didik saya, sadarkah bahwa hanya berjabat tangan saja, sudah ada unsur politis, taktik, dan intrik di dalamnya. Kepada mereka, saya praktikan dua model berjabat tangan. Seluruh murid saya minta menyaksikan model jabat tangan pertama dan kedua. Seorang murid saya jadikan patner jabat tangan saya.

Model jabat tangan pertama, saya contohkan kasusnya adalah, murid yang saya jadikan contoh, telah mendapatkan prestasi mengagumkan untuk sekolah. Maka saya lalu memberikan ucapan selamat atas prestasi yang diraih murid tersebut dengan antusias. Dengan tatapan mata yang sangat bersahabat dan bangga, dan jabat tangan yang cukup erat bahkan sambil menggoyangkan tangan sebagai bukti bahwa saya sangat bangga dan senang atas prestiasi dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun