Mohon tunggu...
Sunu Purnama
Sunu Purnama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pria sederhana yang mencintai dunia sastra kehidupan.

mengapresiasi dunia...lewat rangkaian kata...^^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rumah Kaca: Belajar dari Pangemanan

26 April 2017   00:05 Diperbarui: 26 April 2017   12:00 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

." Pada akhirnya persoalan hidup adalah persoalan menunda mati, biarpun orang-orang yang bijaksana lebih suka mati sekali daripada berkali-kali."

~ Pram dalam "Rumah Kaca" hal 595.

Akhirnya selesai juga menamatkan Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Buku keempat yang diberi judul "Rumah Kaca" memang agak berbeda dari buku ketiga sebelumnya yang mengambil tokoh Raden Mas Minke sebagai pusat cerita.

Buku yang keempat ini melihat dari sosok Jacques Pangemanann, dengan dua n. Seorang agen intelejen dari kepolisian Hindia Belanda. Seorang peranakan Menado yang berpendidikan di Sorbonne, Perancis.

Membaca buku ini jadi sedikit banyak mempunyai sebuah gambaran tentang bagaimana sebuah peristiwa dapat direkayasa untuk tetap melanggengkan sebuah kekuasaan, bahkan dengan mengurbankan seseorang atau pun banyak orang. Lewat jaringan intelejen dan membaca tulisan2 baik di koran maupun majalah yang ada, Sang Agen Polisi bisa membikin skenario jahat dengan bekerja sama dengan penjahat maupun maling untuk mengelabui masyarakat dan memberi kesan bersih pada pihaknya. Sebuah strategi cuci tangan yang biasa terjadi, bahkan mungkin hingga saat ini.

Memang benar bahwa untuk mengetahui karakter seseorang yang sebenarnya berilah dia kekuasaan. Maka disitulah kita semua bisa menilai sejauh mana karakter orang tersebut sesungguhnya.

Seperti halnya Pangemanann dalam roman ini, digambarkan oleh Pram dengan apiknya. Bagaimana prinsip hidup yang dipelajarinya dan pernah akrab didengarnya saat di Perancis dengan Peristiwa Revolusinya yang heroik tentang Keadilan, Kesamaan dan Kebebasan itu dikangkanginya sendiri ketika dia naik pangkat dari seorang Komisioner Polisi lalu menjadi pejabat di Algemeene Secretarie sebagai pejabat ahli di bidang pribumi yang memberikan pandangan dan usulan tentang bagaimana bersikap terhadap siapa yang merongrong kekuasaan Gubernur Jendral di Hindia Belanda.

Dalam buku keempat ini akhir yang tragis dari sosok Minke  sebagai pembaharu bangsanya yang masih dalam wujud benih itu mesti mati tanpa sebuah upacara yang pantas sebagai seorang pelopor  massa untuk kebangkitan berpikir dan membuka wawasan kebangsaan lewat koran " Medan Priyayi " yang dikelolanya, yang kemudian dilanjutkan dengan perhimpunan organisasi massa dalam Syarikat Islamnya.

" Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa, terutama Perancis. Di Perancis setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapat tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapatkan tempat dan berebutan untuk menguasainya." (hal: 602).

 

Di sini Pram menggugat tentang cara berpikir bangsa Jawa saat itu yang masih kolot dan feodal yang digambarkannya lewat sosok Raden Mas Minke,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun