Mohon tunggu...
Sunardi
Sunardi Mohon Tunggu... Guru - Saya suka menulis dan fotografi

Asal Bondowoso, Kota Tape. Sedang belajar hidup. Blog pribadi www.ladangcerita.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku Benci Gadis Tionghoa

28 Februari 2016   08:07 Diperbarui: 27 Agustus 2020   08:16 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: pixabay"][/caption]

"Jika kamu tidak mau nurut ayah, silahkan, ayah tidak melarang. Dan silahkan pergi dari sini...!!"

Rian diam saja. Ibunya tampak sangat bingung dan cemas. Sesekali Rian memandang wajahnya, seakan berharap ada solusi darinya, tapi tak ada. Kini tinggal kebisuan. Semua terdiam. Wajah sang ayah tampak berapi-api terbakar amarah. Hanya detak jam yang berani bersuara. Seakan mereka sedang tertindih beban sangat berat. Berat untuk beranjak.

Ayah Rian segera angkat kaki menuju pintu samping rumah dan berdiri di sana. Rian mendekati ibunya. "Dia sopan, Bu. Bahasa Maduranya fasih, sopan tutur katanya. Bahkan lebih sopan bahasanya dibanding Rian." Ibunya tersenyum tapi disertai tetesan air mata. "Keluarganya juga begitu. Dia patuh dan hormat pada yang lebih tua." Hanya tatapan penuh harap yang ia dapatkan. Wanita yang telah membesarkannya itu tak punya kuasa.

Malam semakin larut. Ayah Rian sudah di kamarnya. Ibunya pun menemaninya. Rian masih termangu menatap jendela kamarnya. Tidak ia tutup kelambu jendelanya. Daunan di luar melambai-lambai ditiup angin. Sesekali terlihat burung malam terbang. Ia teringat almarhum kakeknya. Beliau yang mengajarkan bahasa madura halus, bahasa yang sopan, pada Rian. "Jangan seperti anak nakal yang bahasanya kasar," nasehatnya. Kalau saja kakeknya masih ada, pikirnya, pasti beliau senang Rian dekat dengan orang tionghoa yang pandai sekali berbahasa madura halus.

Berbicara menggunakan bahasa madura yang halus dengan orang tua membuatnya merasa sangat dihormat. Tidak semua orang fasih berbahasa madura halus. Tetapi tidak dengan ayah Rian. Sesopan apapun bahasanya, ia tetap tidak suka. Seakan ia sangat dendam pada orang tionghoa. Padahal, leluhur Rian, termasuk ayahnya, bukan penduduk asli tanah jawa. Mereka keturunan orang madura yang menetap di tanah jawa. Sama seperti orang tionghoa yang hidup di negeri ini.

"Mereka itu sama dengan penjajah...!!"

Rian kaget mendengar suara ayahnya dari kamarnya. Rupanya ayah ibunya belum tidur, masih membahas hubungannya dengan gadis tionghoa.

"Lihat toko-toko di jalan, banyak perusahaan milik mereka. Bangsa kita dijadikan babu dan diperlakukan dengan tidak manusiawi. Aku sendiri pernah kerja jadi babunya cina bangsat...!!"

Rian diam saja. Badannya gemetar. Malam sudah larut. Sudah waktunya tidur, tapi karenanya ayah ibunya jadi tidak bisa tidur. Bahkan mereka seolah mau bertengkar. Rian merasa bersalah, merasa berdosa.

"Apa tidak ada wanita lain yang lebih cantik dari anak cina itu?!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun