Mohon tunggu...
Sulhan Darojat
Sulhan Darojat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengalir seperti air, berhembus seperti angin, memberi kehidupan

Seorang ayah yang sangat menyayangi buah hatinya, hamba yang sedang berusaha meraih cinta-Nya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendung di 2 Juni

9 Juni 2017   15:30 Diperbarui: 9 Juni 2017   15:45 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masih terngiang suara tangisan Suryani mbakku di ujung telepon pagi itu, dengan suara yang terbata-bata dia minta aku segera "ngidul", "Mas Sudi meneng bae..." sepotong kata itu yang sedikit jelas, sisanya adalah suara tangisan tanpa henti, ada yang tidak beres...

Aku segera cuci muka dan ganti pakaian yang lebih pantas, ku starter katanaku "ngidul" (secara letak rumah mbakku memang di selatan rumah kami). Sampai di pertigaan Masjid Al-Huda, Elly keponakanku berteriak: "Wis digawa neng Wisnu...Lik", merujuk nama Rumah Sakit Umum di Desa sebelah, kerumunan warga dipinggir jalan tidak aku hiraukan, aku hanya pastikan segera sampai di rumah sakit.

Langsung kulangkahkan kaki menuju ruang IGD, astaghfirullahal 'adziim...innalillahi wa innaa ilaihi raa-ji'uun, aku nyebut, kulihat wajah pucat kakakku Mas Sudiyono terbujur disana, dr. Hendro salah satu kerabat iparku sedang memeriksa jasadnya, berharap ada keajaiban, dan wuuussss...jasad pucat pasi itu kembali bangun (harapku), tetapi hal itu tidak terjadi, dia tetap terbujur. Sang Dokter menutupkan kain keseluruh tubuh Mas  Sudiyono.

Mas Sudiyono adalah kakak sulungku, usia kami terpaut sekitar 15 tahun,aku sendiri sekarang hampir 40 tahun, sosok kakak yang pendiam dan tidak neko-neko, terlintas kenangan masa kecilku, saat usiaku sekitar 5 tahun, ketika itu dia membujukku untuk melepaskan "salonpas" di pipiku yang sudah berhari-hari tidak dilepas, "sumriwingnya" sebenarnya sudah tidak ada sama sekali, cuma aku tidak mau melepas salonpas itu karena rasa sakit akibat perekat yang ditarik memaksa "wulu kalongku" tercabut juga.

"Awas...nek ora di copot mengko diomehi Pak Tani lho...", dia menakut-nakutiku setelah segala bujuk rayu tidak mempan, aku yang tidak tahu siapa itu Pak Tani akhirnya menurut salonpas di pipiku dilepas, dengan sabar, pelan, sesekali salonpasnya diolesi air agar licin dan mengurangi rasa sakit akibat bulu yang ikut tercabut...

Kuingat bagaimana dia menjahitkan baju seragam sekolahku dan juga baju seragam dokter kecilku, meskipun sebagai guru dia adalah sosok yang tidak manja dan kreatif, bisa menjahit, bahkan kamar mandi kamipun dia yang bikin dengan dibantu temannya mas Priyo.

Hampir 40 tahun menjadi adiknya aku selalu mendapat perlakuan yang baik, tidak pernah berkata keras apalagi kasar.

Pagi ini, Jum'at 2 Juni 2017 dia meninggalkan kami semua, tanpa sakit, tanpa keluhan, tadi malam dia masih berjamaah tarawih di Masjid Al-Huda, saat sahur dia masih sahur dengan enak, saat subuh dia masih menjadi imam shalat subuh. Ba'da subuh dia "ngeleyeh" di kursi ruang tengah, dan mba Ety istrinya ke kamar mandi, saat itu terdengar dua kali dia terbatuk, tidak ada 10 menit ditinggal.

Segera aku telpon sana-sini untuk persiapan, persiapan pelepasan kakak kami tercinta, yang kembali kehadirat-Nya pagi tadi jam 5.30.

Keluarga sepakat pemakaman akan dilaksanakan jam 13.00, hal ini memberi kesempatan kepada anak si Ria yang masih dalam perjalanan dari Jakarta, dan juga para keluarga, kerabat serta kawan-kawan almarhum di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas untuk turut mendoakan dalam shalat jenazah, kiranya ribuan mu'aziyyin dan mu'aziyyat yang datang, silih berganti turut menshalatkan, guru-guru yang pernah i bawah supervisinya sepertinya hadir semua, mulai dari UPK Patikraja, UPK Karanglewas, UPK Purwokerto Barat, PGRI, bahkan kawan-kawannya saat MTspun turut hadir.

Disatu sisi aku sedih karena ditinggal saudara, disisi lain aku bahagia karena aku "berkhusnudzan" dia wafat dalam khusnul khatimah, selamat jalan Mas...semoga mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya, aamiin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun