Mohon tunggu...
Subki RAZ
Subki RAZ Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang Blogger yang sehari-hari ngajar anak bangsa menjadi anak yang cinta fisika dan teknologi . Teknologi yang membawa manfaat bukan mudarat. Cerita sekolahnya mirip Laskar Pelangi. Sekolah dari NOL hingga melek internet. Senang menyimak berita Politik, pendidikan, dan teknologi. \r\n\r\nblog: www.subkioke.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Bawang Merah dan Bawang Putih

19 Maret 2013   22:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:30 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bawang merah dan bawang putih adalah judul dongeng anak-anak Indonesia yang sangat populer. Bahkan ketika masih kecil dulu, saya biasanya minta didongengkan dulu oleh almarhum Ibu sebagai pengantar tidur. Saya teringat betapa kontradiktifnya nasib yang dialami oleh 2 gadis belia, "Bawang Merah dan Bawang Putih". Bawang putih begitu apes nasibnya, sementara si bawang merah selalu bernasib baik.

Tulisan ini bukan mau mereview dongeng indah itu. Tetapi, saya turut prihatin, karena lonjakan harga bawang merah dan bawang putih di pasaran sudah diambang batas kewajaran. Betapa ibu-ibu di dapur selalu "bisik-bisik" soal harga bawang ini.  Seperti yang dilansir juga dalam berita Kompas dotcom hari ini (19 Maret 2013), "Harga bawang di Kota Jambi bertahan tinggi. Sebagian pedagang di Pasar Angso Duo masih menjual bawang merah pada harga Rp 60.000 per kilogram dan bawang putih Rp 48.000".

Perihal melonjaknya harga bawang ini, ternyata sudah merata di sebagian besar wilayah Indonesia. Di sulawesi dan di Jawa juga sama. Di Daerah saya pun di Lombok Timur NTB, harga bawang ini masih bertengger di angka 50 ribu hari ini. Efek domino pun tak bisa dihindarkan, harga Bakso yang biasanya 8 ribu satu mangkoknya, kini sudah jadi 10 ribu rupiah. Maklumlah, bahan dasar bumbu bakso banyak bawang putihnya dan jika ditambah bawang merah baru sedapnya akan berlipat.

Lalu, bagaimanakah peran pemerintah dalam pengendalian harga ini?

Menteri pertanian, agaknya membela diri, bahwa harga tinggi ini akan menguntungkan petani. Tidak sadarkah pak Menteri, bahwa kenaikan yang drastis/spontan bukanlah malah menguntungkan tetapi justru merugikan untuk skala makro. Sebutlah contoh, bagaimana para pengusaha kerupuk bawang mulai gulung tikar akibat mahalnya bawang ini. Bagaimana para pedagang bakso dan pebisnis kuliner merasakan dampak langsungnya. Mau tidak mau, mereka akan menaikkan harga produknya akibat biaya produksi yang melonjak (akibat harga bawang yang super tinggi).

Dalam kasus seperti inilah, pemerintah harus berperan maksimal. Pemerintah seharusnya pandai mengatur dan menstabilkan harga. Ketika musim panen raya terjadi, pemerintah seharusnya bisa membeli komoditi ini kepada petani sambil menjaganya agar harga jangan sampai terlalu rendah. Begitu pula sebaliknya, ketika komoditi sudah mulai langka, pemerintah harus segera bertindak untuk menyeimbangkan antara permintaan (demand) dan persediaan (supply). Jangan biarkan harga begitu liar semaunya dan pebisnis nakal mempermainkan harga. Bila perlu pemerintah harus berani menetapkan harga tetap (fixed cost) agar petani dan rakyat umumnya tetap diuntungkan. Jangan pengusaha saja yang untung semaunya sementara petani yang menjadi produsen selalu dalam posisi lemah daya tawarnya.

Kebijakan aneh di negara kaya

Semua pembaca pasti sudah fahamlah bahwa Indonesia adalah negara agraria yang sangat kaya. Bahkan tongkat kayu pun bisa hidup tanpa sengaja ditanam. Atau biji tanampun di selokan di sekitar rumah kita banyak yang hidup dan berbuah. Tetapi keanehan sungguh sering kita saksikan, baik di lingkungan kita atau melalui media TV. Ketika panen raya terjadi, harga begitu melorot seperti celana yang kedodoran. Beberapa bulan yang lalu, di lombok terjadi penen raya Tomat. Para petani sangat berharap harga akan bagus atau minimal bisa untung sedikit untuk menutupi biaya produksi, ternyata seketika harga anjlok. Harga tomat sebakul hanya 5 ribu rupiah, padahal satu bakul itu setara dengan 10 kilogram atau lebih tomat. Bisa dibayangkan, harga 1 kg hanya 5000 dibagi 10 = 500 rupiah saja!. Uang 500 rupiah saat ini kita bisa beli apa ??? Harga kerupuk satu bungkus sudah naik jadi 1000 rupiah. Ayo gelengkan kepala 100X buat sistem ekonomi Indonesia.

Dan kini, ketika komoditi seperti bawang tiba-tiba langka, entah disengaja ditimbun oleh oknum tertentu atau ketidakmampuan pemerintah mengatur stok bawang (antara produksi dalam negeri, impor dari luar negeri dengan kebutuhan masyarakat), tiba-tiba seperti petir di siang bolong, harga seperti roket yang mau meluncur ke langit.Pemerintah pun saling menyalahkan. Lantas siapa yang salah? Entahlah...Negeri kita kaya namun merana. Negeri kita makmur namun hancur. Negeri kita damai namun sering rame. Pusing kepala memikirkannnya.

Satu contoh negeri yang patut kita acungi jempol, yaitu Mesir. Seperti yang ditulis oleh saudara kita Bapak Muhammad Syukri di kompasiana ini juga (Baca di sini). Beliau berbagi cerita tentang kehebatan Petani Mesir yang menanam bawang di Padang Pasir. Kita mungkin tidak percaya tetapi itu nyata. Ternyata di Padang Pasir pun -asalkan ada kemauan- bawang bisa hidup dan subur. Jangan tanya kalau di Indonesia. Tanpa kita tanampun, siung bawang akan bisa hidup sendiri.

Lalu apa yang salah di negeri sekaya dan seindah Indonesia ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun