Jelang tengah malam, saat raga hampir ternyenyak, terdengar sirene mobil pemadam meraung-raung di kejauhan. Tenang hanya sejenak, pasalnya makin lama makin keras gaungnya, dan itu pertanda ada kebakaran di sekitar perumahan, tempatku.
Tak jauh meleset, saat kuberlari mendekat tempat kejadian perkara. Kata para tetangga, kebakaran terjadi di ujung jalan pinggir batas perumahan. Lima mobil pemadam kebakaran berderet, menutup jalan dua arah yang biasanya lengang.
Selap-selip di antara mobil pemadam dan para tetangga yang berjubel menonton, akhirnya kutiba di lokasi kebakaran. Satu mobil pemadam bertengger tepat di depan rumah korban, sementara bau hangus dan bekas sisa terbakar tampak jelas menghitam di bagian depan kamar atas. Kebakaran telah selesai, kecuali ganjalan perasaan kuatir. Apa jadinya bila kebakaran terlanjur berlanjut, melahap semua rumah-rumah yang saling berdempet?
Saat kembali pulang, bersama Pak RT, iseng kutanya, penanganan singkat bila terjadi kebakaran di rumah. Pastinya, ilmu tinggalan nenek moyang menjadi jurus pamungkasnya. Karung basah atau kain basah yang sudah direndam air, ditutupkan pada asal kebakaran, semisal kompor.
Peluang dan bahaya kebakaran belum banyak disadari, padahal banyak sekali kebakaran bersumber pada hubungan pendek arus listrik dan juga gagalnya fungsi tabung gas elpiji.
Kalau kebanyakan dari kita mampu beli HAPE, mengapa tidak mencoba berpikir untuk beli APAR -- Alat Pemadam Api Ringan. Alasan mahal bisa ditolak, khan bisa diangsur, seperti mobil-motor yang tak langsung dibayar lunas.
Bijaklah memulai, sediakan APAR di tiap rumah. Bila kebakaran terjadi, bukan saja harta benda yang musnah, namun nyawa!
Bandung, 14 Sept 2017 Â /Penulis : Johanes Krisnomo
Catatan : Inspirasi berdasarkan kisah nyata di Perumahan Buciper - Cimahi, Agustus 2017.