Mohon tunggu...
Irul
Irul Mohon Tunggu... Guru - xxxxx

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Shalat Berjama'ah Mendapat Pahala 27 Kali? Ah.. Itu Dulu!

15 September 2011   07:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57 4184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua umat Islam sepakat, bahwa shalat (wajib) berjamaah mendapatkan pahala 27 kali lipat bila dibandingkan dengan shalat sendirian. Besarnya perbandingan pahala ini menggambarkan bahwa nilai shalat sendirian itu tidak ada apa apanya bila dibandingkan dengan shalat berjamaah. Padahal sering kita rasakan shalat secara sendirian  jauh lebih membuat kita konsentrasi dan khusuk bila dibandingkan dengan shalat berjamaah. Kenapa bisa demikian?.

Dalam banyak riwayat sering kita dengar atau baca bahwa Nabi Muhammad saw "sangat marah" bila mendapati jamaa'ahnya absen menhadiri shalat berjamaah di masjid tanpa alasan yang jelas. Bahkan Rasullulah sering mengawasi satu persatu para hadirin yang memasuki masjid menjelang dimulainya shalat berjamaah. Beliau juga selalu menanyakan kenapa si A atau si B kok tidak hadir dan apa alasannya. Perhatian Nabi Ini menggambarkan bahwa Rasulullah "membenci" shalat sendirian, walaupun beliau tidak melarangnya.

Setelah mengucapkan salam sebagai tanda selesainya shalat, Nabi sebagai imam, biasanya membalikkan badan menghadap kepada para jamaah, beliau kemudian menanyakan siapa hari ini yang tidak bisa makan dan siapa yang kelebihan makanan dirumahnya. Interaksi antar jamaah inilah yang menyebabkan kita tidak pernah mendengar adanya cerita kelaparan diantara para sahabat nabi walaupun hidup mereka selalu dilanda kesulitan.

Bukan cuma itu saja, shalat berjamaah juga dijadikan Nabi sebagai "reguler meeting" untuk mencari solusi solusi bagi problem problem masyarakatnya pada saat perang dan damai. Bahkan bila ada masalah yang belum atau tidak ada rujukan ayat Al Qur'annya, Nabi selalu menyerahkan pengambilan keputusannya kepada para jama'ah secara demokratis, dalam hal demikian malah Rosulullah sering kalah voting melawan jama'ah beliau. Dari sinilah kita dapatkan tradisi tentang "Sunnah Rosul" yang kita kenal sampai sekarang.

Itulah gambaran indah dan pentingnya shalat berjamaah di jaman Nabi. Sehingga orang akan malu bila tidak hadir dalam shalat berjamaah karena dianggap oleh lingkungannya sebagai manusia asosial. Maka sangatlah wajar kalau Rasulullah marah bila ada yang absen tanpa alasan yang jelas. Inilah yang menyebabkan kita selalu mendengar keadilan yang selalu terjaga di antara para sahabat Nabi, tidak ada kemiskinan, tidak ada yang terlalu berlebih lebihan dan tidak ada friksi friksi diantara umat beliau. Karena segala permasalahan umat selalu di up date secara sangat up to date dalam setiap shalat berjama'ah.

Shalat berjama'ah adalah implementasi manusia sebagai mahluk komunal. Shalat sebagai ritual tidak ada apa apanya bila dibandingkan dengan substansinya yang bersifat sosial. Berbeda 27 kali!. Shalat sebagai ritus adalah cara, sedangkan kemakmuran dan keadilan adalah tujuan.

Saat ini kita sangat tidak layak untuk mengklaim 27 kali pahala dalam shalat shalat berjamaah kita. Jangankan berjuang demi kemakmuran dan keadilan, bahkan bertegur sapapun jarang kita lakukan, setelah salam dan "amin amin" biasanya kita langsung ngacir. Shalat shalat kita kebanyakan hanya untuk "ngejar setoran" saja layaknya sopir angkutan umum, jauh dari yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Kita lebih mengutamakan cara namun melupakan tujuan. Memuja formalitas tetapi melupakan esensi.

Umat Islam telah menjauh dari apa apa yang telah dicontohkan oleh Nabi saw. Itulah sebabnya kenapa negara negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam, disitu selalu bercokol kemiskinan dan ketidak adilan. Apa ini mungkin karena shalat shalat kita sudah termasuk dalam :http://filsafat.kompasiana.com/2011/05/25/sholat-yang-dikutuk-tuhan/?. Bagaimanapun, shalat yang yang tidak diletakkan pada sebuah konteks sosial, maka itu akan tampak seperti lelucon, menggerak gerakkan badan sambil mulut komat kamit.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun