Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengembalikan Semangat untuk Produktif Setelah Lebaran

12 Juni 2019   13:20 Diperbarui: 12 Juni 2019   15:01 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:https://www.dream.co.id (Ayik)

Setiap pergantian tahun, saat mengganti kalender untuk dipasang di dinding selalu memperhatikan tanggal merah selama setahun kedepan selain hari Minggu. Tanggal merah berarti hari libur yang selalu dinanti oleh para ASN, pegawai BUMN, pegawai perusahaan Multinasioanal, Swasta, anak sekolah, dan siapapun yang mempunyai pekerjaan rutin setiap hari dengan jam kerja yang sudah ditentukan. 

Apalagi tanggal merah ditambah cuti bersama seperti hari raya Idul Fitri, jumlah liburnya sampai 9 hari. Waktu ini cukup untuk melakukan silaturahmi berkumpul dengan keluarga dan refreshing sejenak setelah tiap hari menjalani rutinitas perjalanan dan pekerjaan yang sama.

Bagi yang memutuskan mudik berarti sudah menyiapkan kondisi badan secara prima, fisik dan psikis. Hal yang tidak kalah penting adalah materi untuk akomodasi dan transportasi. Semua itu harus dipenuhi agar dapat mudik dengan senang, tenang, aman, dan nyaman. 

Dana ekstra yang  dikeluarkan tetap perlu direncanakan dan diperhitungkan supaya tidak minus dan "besar pasak daripada tiang", artinya pengeluaran lebih besar darpada pendapatan. Jadi harus nombok, apalagi hutang, ini yang harus dihindari.

Walau diakui saat lebaran mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR), dan gaji ke-13 bagi ASN, pegawai BUMN, Swasta, perusahaan multinasional, yang besarnya berbeda. Harapannya dana tambahan ini untuk menutup kebutuhan ekstra saat lebaran dan untuk menambah biaya sekolah yang bersamaan dengan tahun ajaran baru. Diakui, THR dan gaji ke-13 dapat meringankan dan membantu pengeluaran ekstra dan membantu untuk membayar uang kuliah dan/atau uang sekolah, mencari sekolahan baru bagi yang pindah jenjang.

Kenapa pengelolaan dana ekstra harus tetap hati-hati ?. Hal ini supaya kebutuhan rutin dalam bulan berjalan tetap dapat dibayarkan tepat waktu. Biasanya menjelang lebaran, nafsu untuk belanja meningkat. Seakan tidak ada hari esok, semuanya dibeli dan diborong, padahal bukan kebutuhan pokok, sekedar memenuhi keinginan semata. Akibatnya dana ekstra lenyap seketika, bahkan sampai memanfaatkan dana "sebrakan" untuk memenuhi nafsunya. Kondisi ini yang membuat "lesu darah", menganggu produktivitas kerja dan disiplin kerja.

Masalahnya, bagaimana mengembalikan semangat dan produktivitas kerja setelah lebaran ?. Penyebabnya bisa jadi isi dompet yang menipis bahkan kosong, padahal kebutuhan pokok harus dipenuhi. Hal ini berdampak pada semangat yang mengendor, selain badan masih capai fisik dan psikis, juga harapan menunggu cairnya gaji ke-13 yang belum tentu. Sementara gaji ke-13  sudah dialokasikan untuk membayar kebutuhan sekolah/kuliah bagi putra-putrinya. Akibatnya disiplin kerja dan produksi kerja menurun, namun perlu diingat saat ini ASN tidak dapat seenaknya, karena sanksi pelanggaran disiplin sudah jelas.  

Selain itu penyebab lainnya, nuansa lebaran masih terasa walau pekerjaan sudah menumpuk dan memulai dengan rutinitas seperti biasanya. Disela-sela itu secara seremonial tiap instansi mengadakan acara syawalan yang syarat makna. Selain untuk menjalin silaturahmi, juga menambah semangat persatuan dan kesatuan dalam satu institusi. Kalau sebelumnya ada kubu-kubuan, permusuhan, silang pendapat, merasa menang dan benar sendiri. Saat syawalan dan halal bi halal semuanya "lebur", yang biasanya diisi dengan tauziah untuk menyadarkan dan membuka kalbu agar saling memaafkan dan memberi maaf.

Sejatinya meminta maaf dan memberi maaf tidak harus menunggu saat lebaran, dapat dilakukan kapan saja. Namun orang kadang mempunyai "harga diri" dan "rasa ego"nya terlalu tinggi sehingga untuk mengulurkan tangan minta maaf ketika melakukan kesalahan itu rasanya berat dan mulut "kelu" untuk mengucapkan kata "maaf". Akibatnya acara syawalan dan halal bi halal hanya "basa-basi" dan permusuhan "terselubung" masih tetap berlanjut. 

Artinya puasa yang dijalani selama sebulan penuh belum memberi efek peningkatan ketakwaan. Padahal makna puasa itu agar ketakwaan seseorang semakin meningkat, seperti dalam ayat Al Qur'an surat Al Baqarah 183:"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa".

Kembali ke rutinitas semula setelah libur lebaran diakui bukan perkara mudah untuk menumbuhkan semangat. Sejatinya semangat itu berasal dari niat yang bersarang di lubuk hati terdalam. Bila  masuk kantor untuk menjalankan kewajiban (bukan sekedar menggugurkan kewajiban), setelah mendapatkan hak berupa THR, dan bulan Juni gaji ke-13, maka semangat itu bergelora. Apalagi dapat silaturahmi dengan teman-teman dan ada niat tulus, lahir batin untuk meminta maaf dan siap memberi maaf atas kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun