Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerakan Literasi, Bukan Sekadar Calistung

12 September 2018   15:12 Diperbarui: 13 September 2018   08:56 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara masalah literasi (keberaksaraan) selalu dikaitkan dengan membaca, menulis, dan berhitung (calistung), memang tidak salah. Namun bila gerakan literasi yang hanya didegungkan ketika peringatan hari aksara Internasional, ini yang perlu diluruskan.

Hal ini mengingat, gerakan yang tidak diikuti dengan kebiasaan, budaya, dan lingkungan kondusif untuk berliterasi, maka seperti "menulis diatas air", perbuatan yang sia-sia karena orang yang sudah "melek huruf" tanpa ada kegiatan yang rutin untuk membaca, dapat menjadi "buta huruf" lagi. 

Artinya harus tersedia bahan bacaan, tempat untuk membaca (perpustakaan, taman bacaan), dan waktu yang disediakan untuk membaca, serta tutor yang membimbingnya. Kadang untuk mengumpulkan warga yang masih buta huruf di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3 T), untuk belajar membaca itupun perlu perjuangan.

Tanggal 8 September sebagai  Hari Aksara Internasional, puncak peringatan di pusatkan di Deli Serdang Sumatera Utara, bukan sekedar  bagi-bagi  penghargaan untuk daerah yang berhasil menuntaskan buta huruf. Perjuangan belum usai dan berhenti sampai calintung, tetapi terus dilakukan agar warga yang sudah melek huruf bukan saja dapat membaca, sehingga wawasan dan pengetahuan terbuka dan bertambah. 

Ada 4 (empat) daerah yang mendapat pengharaan literasi  yaitu Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara), Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Bogor (Jawa Barat), dan Kota Tegal (Jawa Tengah). Sesuai dengan tema Hari Aksara Internasional tahun ini:"Mengembangkan Keterampilan Literasi yang Berbudaya", maka kemampuan, keterampilan literasi itu tidak puas hanya sampai menuntaskan buta huruf, namun literasi menjadi budaya di Indonesia.

Diakui angka buta aksara terus menurun, berdasarkan BPS 2004 masih ada 15,4 juta penduduk usia 15 - 59 tahun (10,2 persen) buta aksara. Tahun 2010 jumlahnya turun lagi menjadi 7,54 juta (5,02 persen). Tahun 2017 turun lagi menjadi 3,4 juta (2,07 persen). Namun tidak cukup berpuas diri karena kemampuan membaca belum diimbangi dengan kegemaran membaca. 

Data penelitian Perpustakaan Nasional 2017, frekuensi membaca orang Indonesia hanya 3-4 kali per minggu dengan waktu 30 - 59 menit per hari, dengan 5 - 9 buku per tahun. Kondisi ini bila dibandingkan dengan standar Unesco waktu membaca  4 - 6 jam per hari waktu untuk membaca masih jauh dari harapan (Kompas 12/09/2018).

Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca, namun hasilnya belum signifikan. Bahkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yang mewajibkan setiap siswa membaca buku selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Padahal untuk menumbuhkan minat baca itu tidak seperti membalik tangan yang bisa cepat dilakukan, dan hasilnya bisa dirasakan. 

Gerakan literasi dimulai dari lingkungan keluarga (ibu dan bapak) menjadi orang yang pertama dan utama untuk mengajarkan dan membiasakan anak-anak sejak dini mempunyai kebiasaan membaca. Masalahnya kesadaran orang tua pun untuk membuat anak-anaknya senang membaca sering terkendala tidak pernah mengalokasikan anggaran untuk membeli buku walau mampu, lebih mementingkan untuk membeli pulsa.

Selain itu budaya nonton, omong, dan memainkan gadget lebih dominan dibandingkan membaca. Walau semua bacaan sudah tersedia di setiap gadget melalui internet, dan buku digital yang dapat dipinjamkan secara gratis melalui aplikasi iPusnas, kondisi minat baca di Indonesia masih memprihatinkan. 

Menurut studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University Maret 2016, Indonesia menduduki  peringkat 60 dari 61 negara masalah minat baca. Padahal jumlah buku yang diterbitkan pada tahun 2014 ada 67.731 judul, tahun 2015 menjadi 70.836 judul dan  tahun 2016 naik lagi menjadi 81.374 judul (Kompas, 12/09/2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun