Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

KPU DKI Bekerja Setengah Hati

17 Februari 2017   11:31 Diperbarui: 17 Februari 2017   11:35 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemeriahan Pilgub DKI terusik kinerja buruk KPU Provinsi - Gb: Kompas. com

Beberapa calon pemilih berteriak gusar dan marah. Ada juga yang sampai melabrak petugas di lokasi pemungutan suara (TPS) . Itulah yang terpampang di depan mata saya saat mengitari beberapa TPS di Jakarta Selatan.

Pemandangan itu berlangsung persis menjelang tengah hari, saat saya sendiri pun kelimpungan.

Terkait persoalan saya sendiri, setelah tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menunjuk TPS 54 di dekat rumah saya tinggal, tapi hingga hari H tidak mendapatkan undangan.

Sementara saat saya mencoba langsung ke TPS tertulis di DPT, justru petugas tak menemukan nama saya.

Sejujurnya, saya sempat melongo. Kok bisa seperti ini? Beruntung, saya sendiri tetap dapat memilih meski dioper hingga tiga TPS--cukup menggambarkan bagaimana perjuangan warga DKI untuk dapat memilih.

Saya tidak sendiri. Saat membaca berita, menonton TV, kasus yang mirip terjadi di banyak tempat. Tak hanya Jakarta Selatan, tapi itu juga terjadi hingga Jakarta Utara.

Tak ketinggalan saat melongok jejaring sosial, dari Facebook hingga Twitter, keluhan serupa berdatangan di linimasa.

Ini kenapa bisa seperti ini? Ada apa dengan Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta? Bagaimana peran Pengawas Pemilihan?

Tak heran jika di lapangan, calon pemilih menjadikan petugas tingkat TPS sebagai sasaran kemarahan. Sementara para petugas ini seperti tak berdaya, kecuali menerima kemarahan calon pemilih.

Potret seperti ini jelas sangat disayangkan. Ada kesan KPU tidak menjalankan pekerjaannya dengan maksimal, persiapan tidak matang, dan luput menyiapkan situasi mendesak.

Ujung-ujungnya, pihak TPS hanya dapat mengandalkan petugas pengamanan untuk mengatasi massa. Pilkada yang semestinya menjadi pesta bagi sebagian rakyat yang ingin memercayakan pilihannya pada calon gubernur tertentu, hanya dapat menelan ludah dan berharap kemarahan larut ke dalam tenggorokannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun