Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Anakku Tak Perawan Lagi

22 Maret 2010   17:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:15 1647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_100036" align="alignleft" width="267" caption="Ijinkan mereka utuh melihat seluruh tubuh (Gbr: Google)"][/caption] Berkisah gundah meski matahari pasti tetap merekah. Tentang amanah yang berujung pada cerita sumpah serapah. Perjalanan nasib hanya menjadi gundukan sampah

***

Anakku tak perawan lagi. Karena ia sudah disetubuhi berlaksa teori liar yang hanya membuka jalan ke altar logika angkuh. Hingga anak gadisku menjadi sosok remaja ringkih dan rapuh. Terkadang untuk bakteri kecil saja yang datang hinggapi tubuhnya, begitu saja ia jatuh, ia rubuh. Sebagai orang tua, aku merasa hanya bisa mengeluh. Sedangkan kulit-kulit tubuhnya kian melepuh. Anakku tidak kuat hanya oleh sentuhan ringan matahari. Padahal dulu, matahari itu kuketahui lewat Ilmu Alam bahwa ia menguatkan tubuh. Tetapi kenapa seakan teori yang kupelajari itu, hari ini harus luluh.

***

Entahlah. Saat mencoba meraba-raba seperti saat aku menikmati bulan madu dulu hingga tiba subuh, sekarang anakku tidak diajarkan lagi tentang pelajaran melihat ke dalam, dalam kejujuran, dalam kesejatian, dan dalam ketulusan. Pelajaran yang mereka dapat dari sejak pagi hingga jelang senja hanya bagaimana menjadi manusia angkuh. Di sana, diyakinkan, bahwa hanya pelajaran itu yang kuasa hilangkan semua jenuh. Uh, kenapa anakku bisa begini rapuh. Anakku tak perawan lagi. Tetapi keperawanan itu tidak melulu hilang dan lenyap hanya bersama lenguh. Tetapi ia hilang hanya disebabkan seragam putih yang cuma dikenakan sekedar menutup tubuh. Sedangkan pemahaman pada kesucian tidak pernah dipahami secara utuh. Maaf, aku malam ini terpaksa mengeluh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun