Mohon tunggu...
Aming Soedrajat
Aming Soedrajat Mohon Tunggu... Freelancer - Aming soedrajat

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Musyrik, Titipan Kepentingan Politik

23 Agustus 2017   18:31 Diperbarui: 23 Agustus 2017   18:38 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada phenomena besar yang melanda sebagian masyarakat Indonesia, dimana mayoritas-minoritas dijadikan sebuah alsaan untuk menunjukan soporiornya atas golongan, suku maupun agama tertentu.

28 Oktober 1928 merupakan peristiwa yang mempersatukan tidak ada mayoritas-minoriyas di bangsa ini. Satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air menjadi sebuah pijakan bersama untuk berbangsa dan bernegara.

Tidak ada golongan unggul di bandingkan golongan lain, tidak ada golongan kelas dua maupun kelas tiga, semuanya sama rata-sama rasa. Negara untuk semua golongan, semua kelas serta semua kasta.

Dewasa ini seiring perjalanan sebuah bangsa, agama di jadikan sebuah alasan pembenaran untuk menunjukan sebuah soporiornya sebuah kaum, golongan yang tidak sejalnnya dianggap menyimpang, kafir, musyrik dan klenik.
Padahal dalam Pancasila terutama sila pertama, bangsa ini bukanlah bangsa beragama, tetapi masyarakat yang bertuhan. Kemajemukan serta kebinekaan menjadi identitas bangsa yang di cengkram oleh Burung Garuda.

Permasalahan yang harus benar-benar disikapi, bukan saja oleh pemerintah, tetapi harus disikapi oleh seluruh lapisan masyarakat untuk melawan golongan yang ingin mengganti keragaman menjadi sebuah keseragaman, selain menggagu kenyamanan mansyarakat juga sangat mengganggu falsafah pundamental Negara.

Momen Pilkada merupakan momen yang digunakan suatu golongan menghancurkan figur calon. Pilkada Jakarta begitu luluh lantak hancur lebur dimana isu agama dan suku terus-terusan dengungkan untuk menghancurkan calon.

Selain menghancurkan sportivitas demokrasi jelas menghancurkan sprit kebangsaan dan kebersamaan sebuah bangsa, cara-cara kotor yang tidak fair digunakan untuk mencari sebuah kehormatan dengan cara-cara yang tidak hormat.

Selesai Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat menjadi target mereka. Cara-cara kotor tersebut kembali dilakukan oleh mereka, terlalu naf apabila Pilkad yang seharusnya menjadikan sebuah pendidikan politik di jadikan menjadi penghancuran bagi kerukunan bangsa dan setiap daerah Indonesia yang terkenal majemuk.

Isu sara kembali di lancarkan untuk menghancurkan salah satu calon yang di biayai oleh calon yang lain.
Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta yang juga ketua DPD Golkar Jawa Barat adalah calon Gubernur dengan Popularitas dan Elektabilitas tinggi, serta berbagai pengamat mengatakan Dedi adalah calon yang sangat potensial untuk memenangkan pilkada tersebut.

Sosoknya yang sangat Nasionalis dan Religius jelas menjadi ancaman yang sangat nyata bagi mereka yang anti nasionalis dan anti kebhinekaan. Pancasila yang abadi menemukan wujud dan sosok yang nyata di Purwakarta jelas sangat membuat mereka ketakutan saat sosok Pengamal Pancasila di terapkan di jawa barat yang terkenal dengan kasus Intolerannya.

Adalagi, Dedi merupakan orang yang tidak bisa di Dikte oleh siapapun, ia berjalan sesuai dengan keyakinan dan kebutuhan masyarakat, bukan semata-mata berjalan untuk kepentingan golongan tertentu,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun