Mohon tunggu...
Aming Soedrajat
Aming Soedrajat Mohon Tunggu... Freelancer - Aming soedrajat

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dedi Mulyadi Seorang Pemimpin Bermental

17 Agustus 2017   15:51 Diperbarui: 17 Agustus 2017   16:37 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya tidak sependapat saat Dedi Mulyadi disebut sebagai orang yang memihak kepada Belanda dan memiliki mentalitas "inlander" sebagaimana analisis yang dikemukakan oleh DR Syahganda Nainggolan dalam artikel yang diterbitkan pagi ini.

Dalam darah pria yang kini menjabat sebagai Bupati Purwakarta untuk periode yang kedua tersebut. Bahkan, ia digadang sebagai pengganti kuat Gubernur Jawa Barat saat ini, Ahmad Heryawan karena diusung oleh dua partai besar berbasis Nasionalis yakni Golkar dan PDIP, mengalir darah pejuang karena ayahnya pernah menjadi korban mata-mata Belanda dan Jepang.

Salah satu media, memang pernah menerbitkan sebuah berita yang boleh jadi dipandang sebagai usulan dari Dedi Mulyadi untuk berterima kasih kepada Belanda. Tetapi, haruslah kita arif saat kutipan media itu dibuat, berada dalam konteks dan situasi seperti apa.

Sepanjang yang saya tahu, sebab saya hadir saat Dedi Mulyadi membandingkan situasi kekinian dan masa lalu dalam pidato pengukuhan Paskibra 2017 di Purwakarta.

Secara tegas, saya memandang hal tersebut sebagai otokritik dalam konteks dirinya pemimpin juga konteks para penyelenggara negara yang hari ini mengemban tanggung jawab besar untuk menjaga dan merawat aset bangsa baik berupa sumber daya alam maupun sumber daya yang lain.

Asas Sosialisme Sunda Milik Dedi Mulyadi

Sebagai orang yang memahami Peradaban Kesundaan, karena dirinya memang terlahir dari lingkungan yang "ngagem" (memegang teguh) nilai-nilai kesundaan itu dalam hidupnya. Saya memandang Dedi Mulyadi sebenarnya seorang sosialis. Dibandingkan dengan tuduhan pemimpin bermental "Inlander" sebagaimana yang dituduhkan. Tegas saya berada dalam posisi menggolongkannya ke dalam "Pemimpin Rakyat Jelata".

Soal pengolahan sumber daya alam misalnya. Pada kesempatan yang lain, Dedi Mulyadi pernah menyampaikan bahwa "Leuweung Kudu Diawian" (Hutan harus ditanami bambu, pohon), "Lengkob Kudu Dibalongan" (Lembah harus diisi kolam atau danau) dan "Lebak Kudu Disawahan" (Daerah landai harus dijadikan area pertanian)

Pengelolaan Hutan, Lembah dan Daerah landai ini seharusnya diserahkan kepada masyarakat adat setempat dengan melalui advokasi dari pemerintah. Ini dimaksudkan agar kepentingan profit yang berlebihan tidak memasuki ranah kerakyatan. Sehingga orientasi pemeliharaan tiga daerah ini menjadi pemeliharaan, bukan penggalian profit.

Trilogi pembangunan sebagai buah pikir orang Sunda inilah yang mendasari Dedi Mulyadi melakukan kritik terhadap kondisi hari ini. Saat hutan dibabat seenaknya tanpa memperhatikan upaya penghijauan kembali, saat sawah dan kebun hari ini bergeser menjadi "pohon beton" yang tidak memperhatikan asas pemerilaharaan lingkungan. Kondisi ini, menjadikan suasana kebatinan dirinya sebagai orang Jawa Barat kian resah.

Hari ini, orang Jawa Barat dihadapkan pada kenyataan, terkepung dari potensi bencana yang bisa terjadi kapan saja. Daerah-daerah yang seharusnya menjadi resapan air seperti Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan daerah selatan lainnya, malah dijadikan area perkebunan komersial. Akibatnya, hutan-hutan kini berubah menjadi daerah lapang yang tidak lagi menjadi rumah bagi air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun