Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suburnya "Keminter dan Keblinger" di Negeri Ini

13 Januari 2020   09:49 Diperbarui: 13 Januari 2020   10:14 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: BudayaJawa.id

Seiring perkembangan zaman. Hadirnya teknologi hingga munculnya medsos dan medion, menjadikan negeri ini dipenuhi oleh orang-orang "keminter" (sok tahu) sehingga membuat berbagai persoalan tambah "keblinger"(sesat dan keliru). 

Bila "dulu" banyak pihak berpikir bahwa gelar sarjana, master, doktor dan lain sebagainya saja dapat "dibeli" dan "hasil rekayasa" hingga muncul nama-nama bergelar yang tak mumpuni dalam bidangnya, maka kini tanpa gelar dan ijazah di bidangnya, banyak orang yang mengaku-aku sebagai ahli, tenaga ahli, profesional dan sejenisnya. 

Masih lekat dalam ingatan saya, saat  masih duduk di bangku SD, ada guru bertanya, "apa cita-cita kamu?" Saat itu saya menjawab ingin jadi doktorandus. 

Doktorandus atau disingkat Drs. merupakan gelar yang diberikan oleh universitas. Kata "Doktorandus" merupakan kata pungutan dari bahasa Belanda yang memungutnya dari bahasa Latin yang berarti "Ia yang akan dijadikan ilmuwan." 

Sementara, teman-teman lain ada yang bercita-cita menjadi dokter, Insinyur, tentara, polisi, hingga menjadi presiden. 

Sayang, selama menempuh jalur pendidikan hingga saya meraih gelar megister, rasa terdidik yang masih sangat melekat dan terasa adalah saat masih di TK, SD, SMP, dan SMA. 

Pada saat saya berproses dalam meraih gelar lanjutan, yang saya citakan hingga jenjang S-2, rasanya terdidiknya tak selekat saat berporses dari TK sampai dengan SMA. 

Bahkan untuk dapat menyesuiakan diri sebagai lulusan S-1 atau S-2 secara formal, saya harus menambah pembelajaran secara "otodidak". 

Artinya proses belajar dan ilmu yang didapat di bangku kuliah, hingga sampai meraih gelar, saya rasa belum cukup sepandan untuk diaplikasikan dalam dunia nyata, dunia pekerjaan, sesuai perkembangan zaman dan sesuai dengan gelar yang disandang. 

Bila ditelisik, jelas, masalahnya adalah ada pada kurikulum pembelajaran dan para dosen yang juga tak mengiringi langkahnya dengan perkembangan zaman. Sehingga "link and match" nya tidak nyambung. 

Bersyukur, kini hal tersebut sedang dibongkar-bongkar oleh Mas Nadiem, Mendikbud baru kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun