Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Andai PSSI adalah BUMN, Pasti Sudah Dibongkar dan Dibersihkan oleh Erick Thohir

13 Desember 2019   09:55 Diperbarui: 13 Desember 2019   09:51 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak kunjung membaiknya prestasi sepak bola nasional dengan tolok ukur genggaman raihan tropi dan ranking FIFA yang semakin terpuruk, tak lepas dari keseriusan PSSI dalam pembinaan sepak bola nasional yang berjenjang, mulai dari kelompok umur hingga Timnas Senior. 

Tak mampunya PSSI dalam mengelola pembinaan, setali tiga uang dengan tak mampunya PSSI menemukan pemain nasional yang memiliki standar mumpuni di setiap jenjang Timnas. 

Sebabnya, terlalu banyaknya stakeholder di luar PSSI yang ikut campur dalam pembinaan hingga turnemen, menjadikan semua pelatih nasional yang ditunjuk menangani Timnas, khususnya di kelompok umur, kebingungan dalam mencari pemain yang berkualitas di tambah terlalu banyaknya ruang pembinaan dan kompetisi di luar kompetisi resmi PSSI. 

Bila PSSI mengacu pada sepak bola Eropa atau Amerika, hampir di semua negara, maka tidak ada pemain yang direkrut oleh pelatih masuk dalam Timnas, bukan dari kompetisi resmi yang diputar di negaranya, maupun kompetisi resmi di negara lain, karena pemain bersangkutan di kontrak. 

Untuk masuk dalam jajaran Timnas, seorang pemain juga wajib berstandar "Tinggi". Istilah saya, standar tinggi itu minimal memiliki nilai rapor intelegensi, personaliti, teknik, dan speed di atas 8.5 dan postur ideal dengan tinggi badan paling minimal 180cm. Itulah yang kini dilakukan oleh Vietnam dan Thailand, demi dapat bersaing dengan negara Asia dan dunia. 

Jadi, syarat rapor dan postur ideal serta tinggi badan, di sepak bola modern adalah syarat mutlak. Rancunya pembinaan dan kompetisi sepak bola nasional dari akar rumput di Indonesia, seolah memang dibiarkan saja oleh federasi kita yang belum pernah "cerdas" ini. 

Sudah menjadi standar dan garansi, bahwa Timnas handal lahir, karena kompetisi juga berkualitas. Dan dari kompetisilah, lahir pemain standar Timnas. 

Tengok, apa yang kurang dari struktur organisasi PSSI? Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi, semua terakomodir dalam federasi sepak bola nasional kita. Ada PSSI Pusat, ada Asosiasi Provinsi (Asprov), ada Asosiasi Kabupaten (Askab), ada pula Asosiasi Kota (Askot). 

Coba, apa fungsi asosiasi bawahan PSSI pusat ini? Adakah semua asosiasi melakukan pembinaan dan kompetisi? Lalu bila melakukan pembinaan dan kompetisi, ke mana hasil pemain binaan dan kompetisinya? 

Ada juga di bawah Kemenpora, Diklat Pelajar, dan lainnya. Begitupun pihak swasta ada yang memutar Liga semacam Kompas, TopSkor, IJSL, dan IJL. Kemenporapun memutar turnamen Menpora, ada Liga Santri dan seabreg Liga-Liga, yang notabene-nya, aktor sepak bolanya juga pemain yang itu-itu juga. 

Ironisnya, ujung dari pembinaan dan kompetisi yang campur aduk itu, semua memiliki ambisi menyodorkan pemain hasil binaan dan kompetisinya ke Timnas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun