Mohon tunggu...
Hasna A Fadhilah
Hasna A Fadhilah Mohon Tunggu... Administrasi - Tim rebahan

Saya (moody) writer. Disini untuk menuangkan unek-unek biar otak tidak lagi sumpek.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Dulu Kentongan, Sekarang Cukup "Whatsapp-an"

5 Juni 2018   10:56 Diperbarui: 5 Juni 2018   11:04 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada waktu saya kecil, adalah suatu kebiasaan bagi banyak anak kecil dan remaja laki-laki untuk berjalan mengitari kampung membangunkan warga dari pukul dua atau kadang setengah jam lebih lambat hingga menjelang jam setengah empat pagi. ‘Senjata’ andalan mereka waktu dulu sangatlah sederhana, hanya bermodalkan kentongan dan galon bekas, ditambah dengan penebuh bedug. 

Sembari berkeliling, mereka juga berteriak untuk mengajak sahur diselingi untaian sholawat menambah semarak parade jelang subuh tersebut. Bagi sebagian besar warga desa, rombongan pembangun sahur ini membantu kami untuk bangun lebih awal, paling tidak ketika bangun di jam-jam tersebut, kami diingatkan untuk salat tahajud dan tadarus dulu sebelum bersantap sahur. Tetapi di sisi lain, adanya pawai sahur ini seringkali ikut membangunkan bayi dan balita yang sedang nyenyak tidur. Hal ini mengakibatkan beberapa ibu muda komplain agar parade kelilingnya cukup satu putaran saja, tidak lebih dari itu.

Meski dipenuhi pro-kontra, arak-arakan sahur ini adalah salah satu hal yang saya rindukan di masa kecil. Ketika di hari-hari biasa, orangtua kesulitan untuk membangunkan anaknya. Justru saat puasa tiba, rombongan anak laki-laki lah yang paling semangat untuk bangun awal dan ikut mengajak sahur yang lain. Sedangkan anak perempuan, mereka ikut tergugah untuk membantu menyiapkan menu sahur bagi yang berkeliling pawai. Betapa semaraknya Ramadan saat itu...

Bagi saya yang sekarang tinggal di daerah urban, spesifiknya di kawasan kos-an mahasiswa dan pekerja dengan jam terbang tinggi, kentongan dan arak-arakan untuk membangunkan sahur bisa dibilang hanya kenangan masa kecil. Kini, dengan kemudahan teknologi dan rendahnya harga alat komunikasi, membangunkan sahur kadang cukup melalui pesan singkat di whatsapp grup atau panggilan telepon secara personal. Hal yang mungkin akan ditertawakan orang zaman old karena tidak akan berdampak efektif.

Orang dibangunkan langsung saja sering balik molor lagi, apalagi cuma lewat WA!

Kini perubahan era telah mengubah segalanya. Teknologi yang berkembang pesat, bukan hanya mengubah tradisi membangunkan sahur di bulan Ramadan, tetapi juga mengubah sudut pandang orang melihat bulan puasa itu sendiri. 

Kabar baiknya, orang sekarang lebih mempertimbangkan manfaat dan mudarat arak-arakan sahur, ketimbang hanya berkeliling ramai, yang malah justru mengganggu ketertiban umum. Sedangkan kekurangannya, deringan ponsel bahkan nada notifikasi pesan sahur yang mudah dihiraukan atau dimatikan, membuat semangat Ramadan jauh kurang ‘meriah’ dibandingkan dulu. 

Meski jauh lebih hemat dari segi biaya, tradisi ini justru seringkali membuat orang-orang lebih mudah menarik kembali selimut untuk tidur kembali dan baru bangun jelang fajar tiba, yang mengakibatkan kita melewati kesempatan emas untuk bermunajat ke Dzat yang Maha Esa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun