Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membalas atau Memaafkan Sebuah Pilihan?

22 Mei 2020   15:31 Diperbarui: 22 Mei 2020   15:38 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: hcspire By Olivia Pan

Di dunia ini, banyak ajaran, filsafat, keyakinan, budaya, suku, etnis, dan sebagainya yang mengharuskan Anda harus membalas. Bayar nyawa dengan nyawa. Bahkan bunuhlah orang sebelum dia membunuhmu. Mirip film fiksi ilmiah "Minority Report" membunuh orang yang potensi jahat sebelum dia menjadi penjahat?

Sebagai antitesanya, ada ajaran, filosofi yang melarang pembalasan alias mengharuskan maaf. Intinya, ampuni, doakan, dan maafkan orang yang menganiayamu bahkan meskipun dia musuhmu?

Realitas kehidupan, tidaklah sedua kubu ajaran di atas. Kadang, kita perlu juga melakukan balasan setimpal terhadap pelaku yang membuat aniaya pada kita. Sama halnya, tidak semua perlakuan buruk orang lain harus direspon dengan balasan, tetapi dapat berupa pemaafan. 

Lalu, kapan kita harus membalas dan memaafkan? Itu, sangat tergantung pada setiap orang dan tindak kejahatan dan dampak sosial dari perlakuan buruk itu.

Sebagai guru, kalau saya ajarkan konfrontasi, sebagian remaja menjadi agak kasar. Sedangkan, saat saya ajarkan kelembutan, mereka cenderung lembek dan teraniaya. Agak sulit memang menjadi proporsional, seimbang, yang lazim kita sebut tegas atau ketegasan. Biar setiap orang menjadi baik, tidak menjadi pelaku atau korban kejahatan.

Ada yang bilang ketegasan tidak harus kasar. Sama halnya dengan kelembutan, tidak berarti lemah? Bagaimana caranya? Ia pun agak bingung?

Tapi, marilah kita diskusikan tema membalas itulah yang dilembagakan menjadi, misalnya, lembaga hukum. Artinya, kalau Anda merasa diperlakukan secara tidak baik, maka Anda dapat membalasnya dengan melaporkan pelaku pada pihak berwajib atau kepolisiaan sehingga diproses secara hukum.

Memang sih masih tergantung masalah yang dibuat pelaku? Andalah yang menakarnya? Dan saya kira, kita jangan takut berlebihan bila merasa perlakuan buruk orang lain berlebihan pada diri kita.

Pembalasan, janganlah bersifat dendam lalu bertindak sendiri atau menyewa orang lain melakukan penganiayaan misalnya, tapi adu pada ranah hukum. 

Kalau ingin memaafkan juga boleh dan itu tergantung Anda. Memaafkan saat mampu membalas adalah tanda kekuatan diri. Tapi, memaafkan karena merasa korban dan tiada daya, juga tidak masalah.

Oleh karena itu, janganlah berlebihan membalas dendam sebagaimana juga jangan pula memaksakan diri untuk memaafkan. Tapi juga kalau ingin memaafkan janganlah menunda-nunda maaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun