Oleh Shofwan Karim
Walikota Padang (1983-1993) H. Syahrul Udjud, SH  adalah pembilai, perantara, penghubung, pemersatu, pemberi inspirasi, penyulut  gagasan dan memberi ketauladan kaum muda.  Panggilan akrab Syahrul Ujud bagi kami dulu  sampai sekarang tidak muda lagi,  adalah Uda (Da)  Syahrul dan sebagian Bang Syahrul.  Lelaki gesit dan berbadan tinggi ramping ini semula Jaksa di Talu, Pasaman, (Barat), kemudian pindah ke Padang sebagai staf pada PPD (Panitia Pemilihan Daerah)  Pemilu 1971.Â
Sepengetahuan saya, setelah itu, ketika sekretaris  PPD Sumbar Drs. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang  menjadi pejabat wako Padang menggantikan Achiroel Yahya(1971) Da Syahrul turut ke Balai Kota Padang. Kemudian Pak Hasan terpilih dua periode menjadi Wako Padang (1973-1983). Da Syahrul menempati posisi strategis pada masa itu.Â
Saya merasa mengenal lebih dekat sosok yang satu ini.  Terutama ketika Da Syahrul menjadi Kepala Kantor Sospol Kota Padang. Banyak  kaum muda yang lebih dekat lagi  dengan beliau.  Sahabat-sahabat beliau waktu itu yang  sepantaran, berselisih umur di bawah  atau di atasnya sedikit adalah Uda H. Basril Djabar,  Uda SM Taufiq Thaib, SH, Bang dr. Aslis Maradjo, Bang dr. Zaidal Bahauddin,  Uda Yonda Djabar, Uda Yoharman, Uda Drs. Yusrizal Saadudin, Uda Marizal Umar (Da Cai), Uda Drs. Nazif Lubuk, Uda Sulaiman Saleh, SH,  Pak Adnan Rahman, SH, Uda Drs. Syuaib MS,  Uda Abu Nawas, SH,  Uda Tarmizi Hosen, SH, Uda Faisal Hamdan, SH, Uda Tamran Anwar,  SH dan beberapa lain. Kecuali tiga yang pertama yang masih sering saya temui, rasanya sebagian besar yang lain sudah  almarhum.
Ketika KNPI dideklarasikan sebagai satu-satunya wadah berhimpun kaum muda pada 23 Juli 1973,  Da Syahrul  bersama sahabat-sahabatnya tadi itu lah yang membina kami generasi muda. Sementara Da Syahrul banyak melakukan mediasi kepada aktifis dan tokoh pemuda.  Aktifis pemuda, mahasiswa  dan pelajar pada dekade 1970-an dan 1980-an seakan terpilah kepada kelompok identitas berbau agama, nasionalis  dan  ideologis.
Di kalangan Islam ada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Pergerakan Mahasiswa Islam (PMII-NU), Kesatuan Mahasiswa Islam ( KMI-Perti), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Di kalangan keluarga besar ABRI (sekarang TNI) waktu itu ada Forum Komunikasi Putra-Putri dan Purnawirawan ABRI (FK-PPI), Â ada Pemuda Panca Marga Putra Veteran RI.
Di kalangan pelajar, sampai 1980 masih ada yang eksis PII (Pelajar Islam Indonesia). Ikatan Pelajar Muhammadiyah, belakangan Ikatan Remaja Muhammadiyah dan kembali lagi sekarang menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Â Ikatan Pemuda Pelajar NU (IPPNU). Pemuda Ansor. Untuk kaum muda wanita ada Nasyiatul Aisyiah, Fatayat NU, Persatuan Wanita Perti (Perwati) dan lain-lain.
Semua pimpinan Ormas kepemudaan, kemahasiswaan, wanita muda dan pelajar di atas menganggap Da Syahrul tempat mengadu dan  tempat curhat.  Lebih-lebih lagi Da Syahrul adalah perantara, penghubung, pemersatu, pemberi inspirasi, penyulut  gagasan dan memberi ketauladan kaum muda.
Beliau boleh disebut sebagai idola.
Era 70-an dan 80-an itu, generasi muda seakan terpilah kepada dua pihak. Terutama menghadapi isu yang berkembang pro dan anti  Islam politik, Pancasila, pro dwi fungsi ABRI dan anti, pro kebebasan dan  demokrasi  Pancasila, NKRI dan Dwi Fungsi ABRI. Pihak yang kritis dan pihak yang pro pemerintah. Pihak yang kritis umumnya mereka yang berlabel Islam , sosialis dan nasionalis. Sedangkan pihak yang pro adalah yang berlabel kekaryaan, fungsional, profesional dan Keluarga Besar ABRI.  Mereka yang teakhir ini ada kaum agama, adat budayawan, seniman, pemuda, wanita dan mahasiswa, buruh, dan karyawan.
Pada skala nasional, pada 1970-an itu ada strategi mengelompokkan semua unsur pemuda, masyarakat, bahkan politik pada poros-poros tertentu. Di wilayah  Politik, dari 9 parpol dan Golkar perta Pemilu 1971, dilakukan fusi mejadi 3 poros politik.Â