Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cara Bijak Menarik Pajak: Pembelajaran dari Jakarta

25 April 2019   14:24 Diperbarui: 25 April 2019   16:21 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Beberapa hari belakangan, Anies Baswedan banyak diserang di media sosial. Konon, Gubernur Jakarta ini mengubah peraturan terkait Pajak Bumi dan Bangunan. Rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 1 miliar rupiah dikabarkan tidak lagi dibebaskan dari PBB.

Dengan cepat berita tersebut viral. Begitulah fenomena di era post-truth. Informasi salah bisa dianggap benar manakala tersebar dengan masif. Tidak ingin isu ini menjadi liar, Pak Gubernur mengklarifikasi langsung melalui video pendek. Buat yang belum lihat, sila buka media sosial pribadi Anies Baswedan maupun Pemprov DKI Jakarta.

Anies dengan tegas menyanggah hoaks yang beredar. Ia mengatakan bahwa kabar kebijakan pembebasan PBB untuk rumah dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar akan dihapus adalah tidak benar.

Alih-alih menghapus, kebebasan pembebasan PBB justru akan diperluas. Masih mengutip dari pernyataan gubernur, setidaknya ada tiga sasaran perluasan tersebut. Pertama, para pahlawan nasional, perintis kemerdekaan dan veteran sampai dengan tiga generasi di bawahnya. Kedua, para pensiunan PNS, TNI dan Polri. Ketiga, pensiunan guru dan dosen.

Tentu ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Salah satunya adalah rumah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan komersial, misalnya dijadikan ruang usaha ataupun disewakan.

Sebelumnya saya sering mendengar banyak pensiunan PNS/TNI/Polri ataupun guru yang kesulitan membayar pajak. Mereka selama ini tidak mendapat pembebasan pajak karena rumahnya memiliki NJOP di atas Rp 1 miliar. Umumnya rumah-rumah tersebut berada di pusat kota.

Kabarnya, ada anak-anak mantan gubernur Jakarta yang harus patungan setiap tahun untuk membayar pajak rumah peninggalan orangtuanya. Bagi yang benar-benar tidak sanggup maka hanya ada satu pilihan: melego rumahnya dan menepi dari Jakarta.

Dalam satu kesempatan, saya pernah mendengar gubernur menyatakan, "kebijakan penetapan PBB di Jakarta seperti cara mengusir warga dengan halus."

Praktik seperti ini tentu tidak baik diteruskan. Selain merevisi aturan soal pembebasan PBB, Pemprov DKI Jakarta juga sedang giat melakukan fiskal kadaster yaitu pendaftaran tanah untuk kepentingan pajak.

Dengan fiskal kadaster yang baik, setiap tanah dan bangunan akan terdata lebih akurat baik dari sisi ukuran maupun penggunaannya. Rumah sebagai tempat kehidupan harus dibedakan dengan rumah yang jadi penghidupan (baca: sumber penghasilan). Sehingga nantinya pembebasan PBB tidak sekadar dilihat dari NJOP.

Bukan hanya itu, lahan kosong di lokasi-lokasi strategis Jakarta juga akan mendapat perlakuan berbeda tergantung penggunaannya. Lahan kosong yang dijadikan Ruang Terbuka Hijau bisa mendapat insentif berupa potongan pajak. Sebaliknya, tanah kosong yang dibiarkan tidak dimanfaatkan akan mendapat disinsentif berupa kenaikan pajak hingga dua kali lipat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun