Mohon tunggu...
Shanan Asyi
Shanan Asyi Mohon Tunggu... Dokter -

Seorang dokter umum sekaligus penulis jurnal kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mencegah Bayi Lahir Prematur

1 Desember 2012   10:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:22 3039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mencegah

Bayi Lahir Prematur

Bayi lahir prematur masih menjadi salah satu penyebab kematian bayi baru lahir. Sekitar tiga  juta  bayi lahir dalam setahun  di negara berkembang hanya berumur satu minggu, rerata frekuensi bayi lahir prematur berkisar 10 sampai 12 persen. Biasanya kelahiran bayi prematur berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban premature.

dengan mengetahui tanda awal kontraksi prematur dan menghindari kelahiran prematur,  berarti kita telah berupaya menurunkan insidensi kematian bayi.

Bayi lahir prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan di bawah  37 minggu, yang terhitung dari hari pertama haid terakhir. Dalam keadaan normal, usia kehamilan seseorang antara  37 sampai 42 minggu. Umumnya kejadian lahir prematur akibat adanya aktivasi prematur  proses kontraksi rahim  yang secara normal terjadi saat usia kehamilan di atas 37 minggu dan umumnya  saat usia kehamilan 40 minggu.

Ada beberapa faktor penyebab kontraksi prematur, di antaranya, akibat  overdistensi berlebihan otot rahim dan selaput ketuban, perdarahan di bawah selaput ketuban, dan akibat adanya infeksi dan peradangan di dalam rahim ibu hamil. Umumnya, proses infeksi ini telah terjadi  dalam beberapa minggu bahkan berbulan-bulan  sebelum terjadinya tanda-tanda kelahiran prematur. Infeksi air seni tanpa keluhan sering dihubungkan dengan pecahnya ketuban prematur (asimptomatik bakteriuria).

Biasanya proses kelahiran prematur  diawali oleh beberapa proses di atas tadi. Yang perlu diperhatikan, sebaiknya seorang ibu yang mengeluh dengan perasaan demam, adanya kontraksi atau rasa tegang berlebihan, segera memeriksa dan berkonsultasi ke dokter keluarga/dokter kandungan demi mencegah kelahiran prematur.

Umumnya risiko overdistensi terjadi pada kehamilan kembar, sedangkan kejadian  pecahnya ketuban prematur  pada usia  kehamilan 24 sampai 28 minggu sering  dihubungkan dengan adanya pengaruh faktor infeksi.

Tanda-tanda kelahiran prematur

Penting bagi ibu hamil  mengetahui awal adanya proses kelahiran  prematur yang  ditandai dengan  mulai timbulnya  rasa mules yang teratur akibat kontraksi rahim  yang diikuti dengan adanya pembukaan serviks.

Perlu diingat  walaupun seseorang  ada tanda awal prematur kontraksi, tetapi sekitar 30 persen akan hilang, dan 50 persen  ibu hamil yang dirawat dengan prematur kontraksi akhirnya  melahirkan sampai  usia kehamilan cukup bulan. Kadang kala sulit membedakan apakah seorang ibu mengalami kontraksi persalinan  benar atau palsu.  Secara ilmiah untuk memastikan suatu kontraksi asli atau tidak  bisa diketahui dengan memeriksa perubahan molekul-molekul di otot rahim, mulut rahim, dan selaput kehamilan seperti dengan pemeriksaan fetal fibronektin dari cairan vagina.

Salah satu strategi yang selama ini digunakan adalah  dengan pemberian obat-obatan untuk menghentikan kontraksi rahim dengan pemberian obat-obat tokolitik. Hal ini penting  karena  dengan adanya kontraksi awal  akan merangsang proses lanjutan terjadinya mekanisme kontraksi sebenarnya. Salah satu obat yang dianjurkan  sesuai dengan anjuran Food and drug Administration (FDA) adalah ritodrin. Sekitar 80 persen   wanita dengan kontraksi prematur yang diterapi dengan ritodrin  kehamilannya  bisa dipertahankan  sampai 24-48 jam.

Usaha lain yang dilakukan di samping  menunda proses kontraksi rahim tadi adalah dengan  pemberian hormon kortikosteroid, yang bertujuan mengurangi risiko  sindroma gawat nafas bayi saat lahir, pencegahan perdarahan intraventrikel, radang usus dan keadaan lain yang meningkatkan risiko kematian bayi.

Umumnya efek suntikan  akan terjadi setelah 18 jam disuntik dengan dosis pertama, dan pengaruh maksimal akan terjadi dalam 48 jam pascasuntikan. Selain itu, penting sekali diperhatikan kerja sama yang baik dengan tim perinatologis (dokter anak) untuk persiapan pertolongan bayi segera setelah lahir. Karena tanpa perawatan yang baik pascalahir akan sia-sia saja upaya pemberian obat-obatan tadi.

Selain obat ritodrin juga dipakai obat yang bisa menghambat perangsang kontraksi rahim, seperti magnesiumsulfat, calsium chanel blockers, dan prostaglandin sinthesis inhibitor. Secara teoritis obat yang diberikan akan membuat otot rahim relaksasi dengan mengikat reseptor adrenergiknya sehingga akan meningkatkan kadar protein kinase yang akan menekan reaksi awal kontraksi (myosin-light chain kinase). Penelitian menunjukkan bahwa insidensi bayi lahir prematur setelah pemberian obat ini menurun sangat signifikan. Obat lain yang bisa dipakai untuk mencegah kontraksi prematur adalah nitrik oksida (N20) dengan tujuan menstabilkan tonus otot polos rahim dengan pemberian  transdermal glyceryl trinitrat. Selain itu juga bisa dengan  pemakaian magnesium sulfat (MgSO4), dengan harapan terjadi hyperpolarisasi yang menghambat myosin light chain kinase dan kompetisi dengan kalsium intraselular.

Obat calsium beta bloker juga bisa digunakan untuk mencegah kontraksi prematur. Obat ini sering digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi. Pemberian calsium bloker bertujuan menghambat influks kadar calsium intrasel, sehingga otot rahim tetap dalam relaksasi. Obat antiprostaglandin bisa juga digunakan, obat anti-Cyclooxygenase (COX)/prostglandin sintetase seperti indometasin  sering juga dipakai untuk mencegah kontraksi prematur.

Sangat perlu diperhatikan oleh ibu hamil adalah mencegah terjadinya kontraksi prematur terutama  bagi kelompok berisiko, misalnya dengan kehamilan ganda. Selain itu, bagi kelompok yang mempunyai riwayat kelahiran prematur, sebaiknya mengurangi frekuensi berhubungan badan saat usia kehamilan di atas  28 minggu, demi menghindari dampak relatif  prostaglandin dari cairan sperma.

Umumnya usia kehamilan di bawah 34 minggu berisiko belum matangnya paru seorang bayi karena surfaktan suatu zat yang dibutuhkan untuk kembangnya paru belum sempurna terbentuk. Bila ada keluhan demam dan kontraksi prematur konsultasikan diri segera ke dokter, demi persiapan risiko bila terjadi kelahiran prematur. Lakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin pada usia kehamilan awal dan saat usia kehamilan 7 bulan demi menghindari infeksi asimptomatik yang tidak diketahui.

Risiko Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab komplikasi kehamilan yang ditakutkan oleh tenaga medis. Ketuban pecah berisiko  bayi lahir secara prematur.  Ketuban pecah dini  didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban di bawah 37 minggu usia kehamilan. Peluang ketuban pecah dilaporkan sekitar tiga persen dari populasi wanita hamil. Penyebab sesungguhnya belum diketahui secara pasti, namun ada dugaan bahwa infeksi dan peradangan selaput khorion merupakan salah satu penyebab kolagen  yang menyusun dinding ketuban pecah. Akibatnya, berisiko meningkatkan kesakitan pada bayi dan ibu, seperti gangguan sistim pernafasan, infeksi serius, prolaps tali pusat plasenta terlepas, bahkan sampai  pada kematian bayi.

Hal yang perlu dilakukan  menghadapi kemungkinan ketuban pecah adalah memastikan apakah benar cairan tersebut sebagai cairan ketuban, sehingga bisa diantisipasi risiko  komplikasi yang ditimbulkan pada janinnya  dengan pemberian kortikosteroid. Bila usia kehamilan kurang dari 34 minggu, perlu obat penghilang kontraksi rahim  dan pemberian  antibiotika untuk menghindari infeksi rahim.

Seorang ibu perlu memahami keluhan keluar cairan dari kemaluan; apakah akibat keputihan atau akibat  ketuban yang pecah, sehingga bisa cepat mencari pertolongan untuk penanganan. Tanda khas  pecah  ketuban adalah keluar cairan secara tiba-tiba, terus berlanjut dan penderita merasa basah, tanpa mempunyai kemampuan untuk menghentikannya.

Pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan  untuk menentukan apakah cairan tersebut berasal dari ketuban pecah atau bukan adalah dengan melihat langsung menggunakan bantuan speculum, alat untuk memeriksa mulut rahim. Bila mungkin, dapat juga diminta  ibu hamil untuk batuk, yang berefek keluar cairan ketuban secara tiba-tiba dari mulut rahim.

Secara laboratorik, cairan ketuban  tersebut bisa  ditentukan dengan tes  kertas nitrazin  atau lebih dikenal dengan kertas lakmus. Warna kertas lakmus akan berubah menjadi biru bila  cairan ketuban dan pemeriksaan dengan cara ini  bisa dilakukan sendiri.

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat ketuban pecah dini, antara lain;

1.       Bayi  terlahir dalam satu minggu

2.       Sindroma gawat nafas bagi bayi

3.       Penekanan tali pusat

4.       Infeksi selaput ketuban

5.       Plasenta terlepas lebih awal

Penanganan yang dilakukan selama ini oleh para ahli dalam menghadapi kasus ketuban pecah dini adalah dengan memperlambat  bayi lahir dan melakukan persiapan pematangan  paru bayi jika kelahiran tak bisa dihindari. Umumnya, persalinan  terjadi dalam seminggu, sedikit yang  bisa bertahan sampai empat  minggu.  Jika dipertahankan terlalu lama, berisiko timbul infeksi terhadap bayi dan ibu, bahkan sampai menimbulkan kecacatan bagi bayi yang di kandungnya.

Salah satu faktor penyebab adalah akibat cairan ketuban berkurang atau kering, sehingga peran cairan ketuban sebagai tempat  aktivitas gerak bayi tidak ada lagi. Akibatnya, badan bayi tetap dalam posisi kontraktur (terdesak) pada satu posisi.

Untuk kasus kehamilan di bawah 28 minggu dengan ketuban pecah sebelum waktu, setelah dilakukan persiapan pematangan paru disarankan dilahirkan saja. Ini untuk  menghindari risiko komplikasi yang akan terjadi. Di negara maju, bayi dengan  berat di bawah 1.000 gram atau di bawah 7 bulan kehamilan,  dirawat dengan cara mengisi kembali cairan ketuban yang hilang tadi dengan cairan lain yang mirip. Pengisiannya setiap 24 jam, tergantung pada jumlah cairan yang tersisa, sampai bayi dianggap layak dilahirkan.

Antisipasi apa yang bisa dilakukan?

Mengingat begitu banyak risiko akibat  ketuban pecah dini,   ada  beberapa hal yang perlu  diwaspadai  kelompok ibu hamil, yakni:

1. Ibu hamil dengan  gizi yang kurang baik,

2. Ibu hamil perokok,

3. Ibu dengan penyakit infeksi menular seksual,

4. Mempunyai  riwayat pecah ketuban pada kehamilan sebelumnya dan adanya perdarahan pervaginam selama kehamilan.

Bagi kelompok tersebut di atas lakukanlah konsultasi ke dokter untuk mendapat nasihat dalam merawat kehamilan dan pengobatan bila ada infeksi penyakit menular seksual. Bagi seseorang yang mengalami ketuban pecah berulang akibat mulut rahim  lemah, akan dilakukan penjahitan mulut rahim saat usia kehamilan 4-5 bulan dan jahitan tersebut akan dibuka  jika waktu persalinan tiba.

Sebaiknya, bagi kelompok yang berisiko harus melakukan koreksi demi mencegah ketuban pecah awal. Bila gizi  kurang  harus ditingkatkan kalori yang dimakan setiap hari. Sedangkan bagi yang mempunyai riwayat  mulut rahim lemah sebaiknya kurangi aktivitas yang berlebihan saat kehamilan memasuki usia 9 bulan, bila perlu mengambil cuti hamil sejak sebulan terakhir.

Dengan adanya upaya pengenalan faktor risiko ketuban pecah dini  kita  berharap bisa menekan kejadian  bayi lahir secara prematur dengan harapan bisa menekan angka kesakitan dan kematian bayi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun