Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pesan dan Implikasi Kekalahan Ahok

9 Mei 2017   09:11 Diperbarui: 9 Mei 2017   09:36 3443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ahok sudah kalah di pilkada DKI 2017, pemenang pilkada sudah ditetapkan oleh KPUD meskipun Ahok dan Jarot menolak menghadiri rapat penetapapan pemenang pilkada DKI 2017 yang digelar KPUD DKI. Ketidakhadiran Ahok-Jarot dalam rapat penetapan sebenarnya menunjukkan ketidaksportifan Ahok dan Jarot dan seakan menolak mengakui kekalahan mereka. Bahkan Jarot pun masih sempat berkata " Sejarah Akan Mencatat, yang Kalah Justru Dianggap Pemenang", suatu ungkapan absurd dan tak ada nilai pembenarannya. Ungkapan lain "yang kalah yang benar" bisa saja betul, tapi kalau yg kalah dianggap pemenang itu seperti menolak menerima kenyataan bahwa dia benar-benar sudah kalah.

Banjir bunga simpati dari warga meskipun disinyalir banyak nama pribadi/ormas yang dicatut untuk dicantumkan sebagai pengirim bunga, tetap saja tak bisa menepis awan kelabu di kalangan pendukung Ahok. Karangan bunga juga disinyalir dikirim oleh hanya sekelompok orang dengan pemesanan massiv secara massal. Belakangan banyak organisasi/paguyuban yang mempermasalahkan namanya dicatut sebagai pengirim.

Kekalahan Ahok adalah diluar prediksi banyak pihak apalagi dengan angka cukup telak yang membuatnya mustahil menggugat kemenangannya ke MA. Meskipun banyak survey menunjukkan bahwa Ahok kalah, tapi hasil survey hanya menunjukkan kalah tipis dari pasangan Anies Sandi. Kekalahan 2 digit itu benar-benar diluar prediksi.

Kecurangan massal yang dilakukan Ahok di putaran pertama dengan kasus seperti Iwan Bopeng, strategi banjir sembako di putaran kedua, tak mampu mendongkrak Ahok. Yang terjadi malah Ahok membuat blunder sendiri dengan merelease video kebhinnekaan kira-kira seminggu menjelas hari pencoblosan yang jelas-jelas memancing kemarahan ummat Islam karena mendistorsi dan melakukan stereotyping bahwa ummat Islam itu jahat dan perusuh. Ketika keesokan harinya Jarot ditanya tentang video yg jadi viral tersebut, Jarot mengatakan bahwa video itu diambil dari peristiwa kerusuhan tahun 1998. Pernyataan Jarot ini juga membawa blunder baru, karena peristiwa kerusuhan tahun 1998 bukanlah dilakukan kelompok agama dan tak ada perusuh yang berpeci, mengenakan baju koko dan selendang sarung. Ahok yang mau mencoba mendiskreditkan para anggota FPI yang suka mengenakan baju muslim putih malah tersudut hebat dengan video itu yang dikatakan banyak kalangan sebagai video fitnah yang sangat jahat.

Ahok telah kalah dengan selisih suara 15% lebih. Repotnya bahkan timses Ahok tak punya skenario kalah. Yang dilakukan adalah persiapan pesta kemenangan. Tempat perayaan pertama kemenangan di hotel Pulman hanya menyediakan spanduk ucapan selamat kepada Ahok sebagai gubernur terpilih dan sama sekali tak menyediakan spanduk jika Ahok kalah. Hal ini terlihat ketika dilakukan konferensi pers seusai hasil quick count diperoleh dimana spanduk yang terpasang adalah spanduk kemenangan.

Mungkin timses Ahok yg banyak diantaranya adalah timses Jokowi di tahun 2014 begitu yakin dengan berbagai strategi yang diluncurkan. Begitu yakinnya mereka sampai tak punya plan B dan hanya ada plan A yaitu Ahok telah menang. Mereka tak berhitung dengan hasil putaran satu yg pada dasarnya yang memilih Ahok hanya sekedar 40% dan itu berarti lebih banyak yg tak memilih Ahok. Adalah sangat mengherankan hal ini terjadi mengingat timses dimana-mana selalu bersiap untuk menang dan kalah. Mungkin karena timses Ahok terlalu merasa percaya diri karena didukung pemerintah, pendana besar, banjir sembako, dan berbagai strategi lainnya.

Kekalahan Ahok di pilkada DKI 2017 bukan sekedar kekalahan bagi Ahok. Banyak pesan yang dikirim dari hasil pilkada 2017 sebagai berikut :

Jangan remehkan kekuatan Ulama dan tokoh Masyarakat.

Adalah Ahok sendiri yang melakukan aksi lompat pagar dengan membahas ayat suci dari agama yang bukan agama dianutnya. Tindakan ini adalah blunder besar. Apalagi hal ini dilakukan berulang-ulang secara konstan dan berujung dengan pidatonya di kepulauan seribu.

Tragisnya, ketika peristiwa pertama kali terjadi, bahkan Ahok menolak meminta maaf dan bersikeras tidak ada yang salah dengan ucapannya. Ahok baru minta maaf belakangan ketika tekanan sudah semakin kuat.

Bahkan tidak membahas esensi ucapannya tersebut, tindakan membahas agama yg bukan dianutnya adalah tindakan yang tak bisa diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun