Mohon tunggu...
Setyo Dwi Nugroho
Setyo Dwi Nugroho Mohon Tunggu... -

Sukses

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Upaya Penerapan Jam Belajar Masyarakat Bagi Siswa dan Mahasiswa di Yogyakarta

6 Maret 2013   16:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:13 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hambatan

Anak-anak memang sangat rentan terhadap pengaruh media. Namun, tidak semua anak-anak bisa terpengaruh. Menurut Teresa Orange dan Louise O’Flynn dalam bukunya The Media Diet for Kids (2007), ditemukan bahwa ada beberapa tipe anak yang gampang terpengaruh media. Misalnya, tipe anak yang suka bersolek atau memperhatikan penampilan, anak yang sedang bingung, anak yang tak punya teman untuk bermain atau merasa minder. Semua jenis tipe anak tersebut sangat mudah terpengaruh media, terutama televisi.

Bahkan orang tua juga berperan serta membuka peluang anak terpengaruh televisi. Orang tua yang punya waktu sedikit untuk anak-anaknya, anak yang sedang mengalami periode tak tenang (misalnya teror, perceraian dan kematian orang tua), anak yang biasa terkurung dalam rumah, anak yang sering menghabiskan waktunya sendirian di rumah, orang tua yang kecanduan media, dan anak yang terjepit diantara orang tua yang berpisah berpotensi besar terpengaruh. Dampaknya, anak-anak seperti itu akan punya peluang untuk melampiaskan diri mengonsumsi media hiburan terlalu besar.

Jika kemunculan dampak negatif tayangan televisi itu dibebankan pada orang tua ada beberapa cara yang harus dilakukan mereka. Orange dan O’Flynn (2007) memberikan kiat bahwa tak ada cara ampuh selain orang tua harus selalu mengontrol konsumsi media anak alias melakukan diet ketat media pada anak-anak.

Tak terkecuali, jangan menaruh televisi di kamar anak yang belum berusia 12 tahun. Yang lainnya, jangan biasakan waktu makan dengan menonton televisi, dan jangan biasakan anak menonton televisi sebelum dan sesudah tidur. Dan yang paling penting membuat jadwal dimana keluarga sepakat untuk tidak menonton televisi.

Dengan demikian, anjuran agar masyarakat mematikan televisi pada pukul 19.00-21.00 WIB tidak saja tak efektif tetapi juga akan sulit dilaksanakan. Ada beberapa alas an

1)Ketergantungan masyarakat pada televisi selama ini sangatlah tinggi. Ini sejalan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Mayoritas pecandu sinetron kita umumnya adalah mereka yang tingkat intelektualnya tidak begitu tinggi. Alasannya, menonton acara-acara seperti itu tidak membutuhkan perangkat kecerdasan tertentu. Asal secara inderawi sempurna. Televisi juga biasanya ditonton hanya untuk hiburan semata. Itu pulalah kenapa acara-acara sinetron dan bentuk hiburan lain ditayangkan pada jam prime time.

2)Terkait dengan kebaradaan anak-anak, bisa jadi anak-anak menurut saja keinginan orang tua untuk tidak menonton televisi. Ini disebabkan karena mereka umumnya takut. Coba seandainya anak-anak tidak begitu takut sama mereka atau orang tua tidak ada di rumah, tak ada yang bisa menjamin mereka tidak menonton televisi.

3)Anak-anak tergantung televisi karena orang tua juga pencandu televisi. (http://nurudin-umm.blogspot.com/2008/11/menghentikan-teror-tv-pada-anak.html)

Meskipun berbagai kesulitan dan hambatan dihadapi dalam upaya penerapan Jam Belajar Masyarakat ini, tetapi diharapkan semua pihak tidak hanya aparat daerah namun juga masyarakat pada umumnya mampu ikut serta dalam praktek secara riil dalam lingkungan masyarakat agar dapat terselenggara JBM yang sukses dan bermanfaat.

Peluang

Pengendalian jam belajar masyarakat bagi siswa dan mahasiswa adalah hal yang menjadi persoalan ketika jam belajar banyak disita oleh berbagai media hiburan semacam televisi atau media yang terkoneksi lewat internet dan handphone. Media televisi adalah salah satu media hiburan yang hadir di tengah-tengah keluarga sepanjang 24 jam. Kapan pun membuka chanel televisi pasti akan ditemukan stasiun yang tengah melek menawarkan siaran program yang sangat variatif. Semacam ancaman dan tantangan bagi para peserta didik, orangtua dan lembaga atau institusi pendidikan untuk mengatasinya.

Hadinya Televisi Pendidikan Indonesia di tahun 90-an semula merupakan sebuah harapan baru untuk menjadikan tekevisi sebagai ruang belajar alternatif yang membuat siswa betah belajar di depan televisi. Namun upaya ini tak menemukan hasil yang signifikan. Kehadiraannya hanya menambah beban produksi dan terkalahkan oleh tayangan hiburan yang banyak menyedot penonton dan banyak menyedot iklan. Sehingga secara komersial program tersebut kurang menguntungkan. Lambat laun program itu hilang dna bahkn sekarang perusahaan tersebut sudah berpindah tangan.

Persaingan antar stasiun televisi kian ketat. Semua stasiun ingin menyajikan tayangan yang mampu menyedot penonton dan iklan. Stasiun telebvisi adalah sebuah ruang bisnis yang berorientasi pada leuntungan, karena di dalamnya ditanam modal dan menghajati hidup orang banyak. Kondisi yang kian melengkapi dunia pertelevisian sebagai dunia hiburan yang memanjakan pemirsanya. Pendidikan did alam televisi adalah tayangan audiovisual yangmeminta pemirsa untuk kritis dlam mencerap nilai yang ada di dalamnya. Sehingga penonton bukans esuatu yang pasif, tetapi sebagai pemirsa yang bersikap aktif dan kritis untuk menentukan pilihannya.

Namun di saat yang sama penonton tak berdaya dalam menghadapi jejalan tayangan yang menerobos pada alam bawah sadar, sehingga menjadi sesuatu yang dibutuhkan dan semula dianggap tak ada manfaatnya. Pemirsa tidak berdaya ketika tayangan-tayangan sinetron yang menjadi unggulan program televisi berada pada jam prime time antara jam 1800-2100. Waktu yang seharusnya menjadi jam belajar anak, namun telah tersita oleh sinetron yang mampu mempermainkan emosi dan ketergantungan pemirsa.

Upaya untuk melawan dan menumbuhkan jam belajar mulai dilakukan di daerah Yogyakarta pada tahun 90-an. Hal ini juga dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Metro_lampung. namun laporan dari Ma’arif Institute menilai kebijakan program jam belajar masyarakat di Kota Metro tidak berjalan efektif. Seperti tidakterlaksananya mematikan pesawat televise pukul18.00-21.00. hasil survei Maarif Institut, di Operasional RoomPemkot, Rabu (11-1).-Lampung Post.

Hal yang sangat menarik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten banyuwangi dengan mengeluarkan sebuah program kendali belajar . Program yang baru di launching ini menurut Bupati Abdullah Azwar Anas sebagai upaya untuk membimbing siswa cerdas dan berakhlak mulia, sebagaimana dilansir –Antara News Jawa Timur. Program kendali belajar ini meliputi tiga program:

a.tidak menonton acara televisi pada pukul 19.00-21.00

b.dilarang membawa HP ke sekolah, karena mengganggu konsentrasi siswa

c.kendali ibadah berupa panduan yang menerakan jadwal sholat lima waktu dan belajar agama.

Program ketiga ini adalah sebentuk aplikasi atau integrasi Pancasila kedalam mata pelajaran PKn, Agama, dan Bahasa. (http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/30/mengendalikan-jam-belajar-di-tengah-serbuan-tayangan-tv/). Program yang dilakukan di Banyuwangi mungkin bisa juga diterapkan di Yogyakarta asalkan sesuai dengan keadaan siswa dan mahasiswaserta dapat diterima secara umum juga mampu menumbuhkan kesadaran nyata akan pentingnya pendidikan.

Kesimpulan

Jam Belajar Masyarakat (JBM) adalah suatu upaya untuk menumbuh kembangkan budaya belajar dengan menciptakan suatu kondisi lingkungan yang ideal yang dapat mendorong proses belajar mengajar anak/warga belajar, dan dapat berlangsung dalam suasana aman, nyaman, tertib dan menyenangkan.

Strategi pelaksanaannya adalah dengan melibatkan unsur-unsur dari keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Pada jalur keluarga diharapkan para orang tua peduli terhadap, maksud dan tujuan JBM, membuat lingkungan rumah menjadi suasana yang nyaman dan kondusif untuk mendukung belajar, selalu mengingatkan kepada anak-anak untuk belajar dan melakukan pendampingan di dalam anak belajar dan mewujudkan perpustakaan mini di rumah-rumah.

Harapan

Selanjutnya melalui jalur sekolah diharapkan kepada kepala sekolah dan guru selalu menumbuhkan iklim dan suasana yang nyaman dan kondusif agar anak-anak dapat mengikuti belajar dengan aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Juga selalu menciptakan suasana yang kompetitif dan mengenalkan kepada hal-hal baru dan mewujudkan ”One School One Library (OSOL)” di setiap sekolah/madrasah. Pada jalur masyarakat diharapkan lebih banyak memasang papan-papan peringatan mengenai JBM, melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada kelompok-kelompok pengajian, RT, RW, dasawisma, PKK, Karang Taruna, dan lain-lain juga melakukan sosialisasi untuk meningkatkan gemar membaca.

Pada jalur pemerintah selalu menumbuh kembangkan jejaring atau kemitraan agar peningkatan minat baca dan gemar membaca mendapatkan ”support” baik yang dilakukan melalui media surat kabar atau media elektronik. Seperti Perpustakaan Umum Kabupaten Bantul telah mengadakan sosialisasi kepada media massa dan elektronika, seperti yang telah dilakukan yaitu peningkatan minat baca yang disiarkan langsung melalui tujuh stasiun TVRI dan Stasiun Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta juga melalui Program Taman Gabusan dan sosialisasi melalui Radio Swasta. (www.pemustaka.com/peningkatan-minat-baca-masyarakat.html?format=pdf)

Untuk selanjutnya diharapkan setiap elemen masyarakat perlu menumbuh-kembangkan kesadaran dalam diri mereka dalam partisipasinya untuk menyukseskan program Jam Belajar Masyarakat ini. Semoga kelak dalam pelaksanaannya dapat dihasilkan anak-anak berkualitas yang mampu membagi waktu belajar dan tidak selalu bergantung kepada acara-acara televisi yang kurang mendidik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun