Mohon tunggu...
Defit Setya
Defit Setya Mohon Tunggu... Freelancer - Student, Free Mom

Seorang musafir dari Desa menimba Ilmu ke Kota menjadi seorang Mahasiswa (ITS). Seperti padi, semakin ia berisi maka semakin ia merundukkan diri, pertanda kerendahan hati.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Mendaki Gunung di Indonesia" Mengejar Sunrise di Dinginnya Bromo

2 Januari 2014   19:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1388665570497870446

[caption id="attachment_313152" align="aligncenter" width="300" caption="Berfoto di Puncak Bromo Saat Sunrise"][/caption] Liburan semester sudah melambaikan tangannya, seperti menghampiri untuk segara melabuhkan pada peraduannya. Kuliah sudah mulai berakhir hanya tinggal menunggu nilai keluar ditranskrip. Ingin segera membuang penat yang ada dibenak kami, menghilangkan beban selama beberapa bulan ketika dibangku kuliah. Diantara usulan tempat yang menjadi tujuan, kami sepakat memilih Bromo untuk liburan kali ini. Mobil TNI Tibalah hari pemberangkatan rombongan menuju Tengger, semua perlengkapan dicocokkan dengan list barang yang akan dibawa, mulai dari peralatan masak, makan dan peralatan pribadi seperti peralatan mandi, obat-obatan, jaket tebal dan lain sebagainya. Sepanjang perjalanan dalam mobil TNI yang ramai kemudian redup, satu per satu tumbang karena mengantuk, ya, untuk sampai ke Bromo butuh waktu tiga sampai empat jam dari Surabaya. Vila Sepertinya rumah yang ada didekat itu adalah, ya, dan ternyata benar, terjatuh sudah menahan pengap didalam mobil box TNI itu. Hawa sejuk pegunungan menghampiri dan menyatu dengan kami. Bergegas menuju vila, rumah sewaan dengan empat kamar, satu ruang tamu, dapur dan kamar mandi cukup menampung kami serombongan yang terdiri dari 10 putri dan 13 putra, tidak juga seperti pengungsianlah, ukuran vila juga cukup besar. Api Unggun Terdengar sayup-sayup suara musik dari kejauhan, suara alunan tabuhan lesung yang dijajar rapi, berirama seperti irama gending gamelan Jawa tapi lebih keras. Sembari kayu-kayu disusun rapi, cewek-cewek menyiapkan makanan kecil. Semua sudah berkumpul mengelilingi api unggun. Acara malam ini adalah makrab, kumpul dan sharing-sharing ringan. Api unggun mulai meredup seiring dengan habisnya kayu bakar yang terlalap api. Udara diluarpun semakin dingin menusuk kulit, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan sesi didalam vila. Pendakian Kelap kelip mata belum juga terpejam, jam 02.00 nanti harus sudah bangun, dan bertugas membangunkan rombongan putri. Terperanjat dari tidurku, jam sudah menunjukkan pukul 02.10 kulihat keluar kamar, rupanya teman-teman cowok ada yang begadang dengan main kartu dan sejenisnya untuk mengusir kantuk. Ku bergegas menuju kamar sebelah yang berisi rombongan putri untuk membangunkan mereka. “Ayo mbak, siap siap, jam 02.30 kita mulai pendakian, kita berangkat jalan kaki dari sini”, kata Yai, ketua rombongan kami memberi aba-aba. Disini tidak seperti di Surabaya yang lumayan panasnya, tapi lebih dingin dari asal tinggalku, Temanggung, jadi sedikit ogah untuk menjamah air, malah kembali merapatkan selimut, akhirnya aku siap paling akhir. Pendakian dimulai dari vila dan itu jalan kaki, ya, jalan menuju puncak kawah Bromo. Jalanan masih terlihat gelap, butuh pencahayaan lebih sepanjang jalan menuju atas tidak terpasang lampu. Awalnya perjalanan masih mengasikkan masih terihat fit dengan stamina masing-masing yang masih segar bugar. Sampai sudah dijalanan pasir sepertinya sudah dekat. Kali ini, Fais, salah satu teman kami yang ambil kendali dengan alasan dia pernah kemari. Sesampainya didekat Pura, strategi diatur kembali. “Perjalanan kali ini, kita akan naik menuju kawah Bromo, sebelum melewati tangga, jalannya menanjak, tetap jaga semangat”, katanya memberi aba-aba kepada kami. Dingin yang ada menjadi tidak terasa dingin, bahkan kaos tangan tebalku harus kulepas begitu saja lantaran tidak enak dipakai. Langkah sudah ngos-ngosan, entah sudah berapa kilo kami berjalan. Dan, mari naik ke puncak gunung Bromo. Tangga demi tangga terlewat satu per satu, bau belerang menghampiri hidung membuat kami memasang masker ekstra. Sampai dipuncak Bromo, adzan subuh berkumandang dari jauh, disini, salah satu teman kami pun turut mengumandangkannya. Ternyata ada rombongan dari satu institusi yang sama dengan rombongan kami yang sampai ke puncak terlebih dahulu, dan dengan khidmad kami memunaikan sholat subuh dipuncak Bromo. Fajar sudah berlalu, berganti dengan subuh, sembari menunggu sunrise muncul dari peraduannya, kami istirahat dengan menikmati makanan kecil yang dibawa dari vila tadi. Matahari sudah terlihat, pelan namun semakin indah, sayang jika terlewatkan begitu saja. Bak berada di negeri dongeng, negeri diatas awan, begitu memukau. Gambar demi gambar kami abadikan, foto negeri diatas awan, menggenggam sunrise, berada dipuncak dan sebagainya. Dari puncak, terlihat panorama sekeliling yang begitu memesona mata, gunung dan bukit yang berjajar yang paling dekat adalah gunung Semeru. Jika melihat kebawah seperti melihat lautan, tapi lautan pasir, yang biasa disebut pasir berbisik, mungkin karena desirannya ketika dihembus angin kali ya, kan mana mungkin pasir bisa ngomong apalagi berbisik. Beginilah kekayaan wisata Indonesia para Indonesia Travel. Meluncur Turun Semakin mentari menaikkan dirinya, semakin mengepul asap dikawah dari bawah sana, aroma belerang semakin kuat menusuk hidung kami, walaupun sudah memakai slayer atau masker. Satu Can Oxigen yang kami bawa sebagai pertolongan pertama turut habis terhirup. Ada yang alergi belerang juga rupanya. Sebelum hari beranjak panas kami turun dari puncak dan meluncur kebawah karena jalan yang kami lalui lumayan curam, jalan serasa tidak bisa direm. Pasir gunung masih basah oleh embun dan sedikit gerimis dinihari tadi, kebetulan bertepatan dengan musim hujan, jadi tanah sedikit gembur. Edelweis, Bunga Abadi Dibalik semak yang hijau dan rimbun bersemi bunga putih, kecil-kecil berjajar membentuk perdu yang tumbuh disudut-sudut badan gunung. Banyak dijajakan oleh penjual bunga, sudah dipetik dan dikeringkan kemudian disusun rapi dalam satu ikat dan vas kecil sebagai pemanis. Ku coba petik satu-satu dan ku rangkai, meski terkena teriknya mentari sampai dasar gunugng tak terlihat mereka layu bahkan semakin kokoh dengan warnanya, itulah mengapa mereka disebut bunga abadi. Kuda dan Jeep Kuda poni dikasih makan roti, kok aneh ya, tapi begitu para joki dan pemiliknya memperlakukan kuda-kuda yang menjadi sewaan untuk naik dan turun Bromo. Khas Bromo adalah kuda, Jeep dan bahasa Jawa Timurnya, bahkan sering muncul di film-film pendek jika mengambil setting tempat di Bromo. Rombongan kami pun turun dengan naik Jeep dari parkiran mereka berhenti sampai depan vila. Sawi Selobor dan sayuran tanah Tengger Turun dari Bromo kami sibuk mengambil posisi istirahat. Ada yang langsung menuju kamar, ada yang santai diruang tengah dan ada pula yang masih ingin menikmati pemandangan sekeliling. Hijau dan ranum begitu pemandangan tanaman disekeliling vila. Musim panen sayuran sudah tiba, ada sebagian ibu-ibu petani yang sedang memanen sawinya. Tidak ada salahnya sekedar menyapa mereka, eh malah dikasih satu sawi slobor ukuran besar. Yah, itu rejeki si teteh dan Keke. Kebersamaan diantara kami saat ini yang menjadi momen yang dinanti-nanti, dan saat ini pula bisa menjadi cerita indah untuk masa nanti ketika kami harus bercerita. Perjuangan naik Bromo dari vila ke puncak dengan jalan kaki ditengah dini hari, ngos-ngosan mendaki tangga menuju kawah, berbagi cerita, kumpul haha hihi, dan semua yang ada dalam momen liburan kali ini. Semoga menambah wawasan tujuan wisata bagi Indonesia Travel. Begitu kisah liburan mendaki Bromo tahun lalu, petualangan tiga hari dua malam yang mengasyikkan. Tahun kali ini, meskipun Rinjani gagal dari rencana satu, Mahameru masih dalam rencana kedua. Semangat Indonesia Travel :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun