Mohon tunggu...
Sesilia Novena Utami
Sesilia Novena Utami Mohon Tunggu... Diplomat - PERENCANAAN WILAYAN DAN KOTA - UNEJ

PWK UNEJ 19 - 191910501040

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemiskinan, Salah Siapa?

22 Oktober 2019   15:30 Diperbarui: 22 Oktober 2019   15:49 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kemiskinan merupakan isu global yang dialami hampir seluruh negara di dunia, khususnya bagi developing country (negara berkembang) dan least developed country (negara terbelakang). Miskin berarti kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, yakni sandang, pangan, dan papan yang masuk dalam kategori layak.

Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekuarangan dalam kesejahteraan dan perampasan terhadap kebebasan untuk mencapai sesuatu dalam hidup seorang manusia. Sudah bukan rahasia lagi, kemiskinan bukan hanya menjamah daerah terpencil suatu negara, melainkan juga bagian kota bahkan ibukota sekalipun. Dibalik gedung-gedung tinggi dengan segala kemewahannya, pasti tak jauh dari sana kita bisa menemukan lokasi pinggiran yang kumuh dibarengi masalah kemiskinan yang terus menghantui masyarakatnya didalamnya.

Faktor utama penyebab masalah kemiskinan di Indonesia yang tak kunjung usai tidak lain dan tidak bukan adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM sendiri kini ditentukan dari tingkat pendidikan, khususnya pendidikan formal. Disinilah tempat terbaik memutus rantai kemiskinan. Pendidikan menjadi modal utama untuk bersaing mendapatkan pekerjaan di masa yang akan datang.

Jika seseorang tidak memiliki pendidikan yang cukup, orang tersebut akan kesulitan berjalan di dunia kerja maupun di dunia usaha yang nantinya akan membuka masalah baru, yaitu pengangguran. Pengangguran sendiri selain disebabkan oleh kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia juga disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan.

Nyatanya, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia masih belum mampu menyerap keseluruhan tenaga kerja yang ada. Dengan terbatasnya lapangan kerja, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhannya yang didapat dari upah bekerja.

Keterbatasan lapangan pekerjaan tentunya akan membawa konsekuensi penyebab kemiskinan pada masyarakat. Banyaknya pengangguran di suatu negara bisa juga menjadi patokan kemiskinan di suatu negara. Semakin besar jumlah pengangguran maka semakin bertambah pula penyebab kemiskinan di negara tersebut.

Keterbatasan lapangan pekerjaan ini pula nanti akan melebar pada masalah kriminalitas dikarenakan masyarakat dipaksa memenuhi kebutuhan namun tak ada pemasukan. Belum lagi masalah Sumber Daya Manusia ditambah dengan pola pikir masyarakat "memang sudah terlahir miskin", contohnya ketika ada seorang ibu yang menjadi pengemis, ia bisa saja berniat untuk tidak menyekolahkan anaknya setinggi mungkin karena berpikir toh nantinya akan jadi pengemis juga seperti dirinya.

Pola pikir yang berasal dari culture dalam masyarakat sendiri ini tentunya juga menyumbangkan penyebab angka kemiskinan di negara ini. Hal hal inilah yang sebenarnya harus diberantas terlebih dahulu. Soal Sumber Daya Manusia, baru nanti soal kemiskinan.

Tetapi, di ujung era pemerintahan Jokowi -- JK, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas membeberkan beberapa hal yang menjadi pencapaian Kabinet Kerja Jilid I, terutama dari sisi perekonomian. Kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran, dianggap menjadi salah satu faktor yang membaik di era Jokowi jilid I. "For the first time in the history of Indonesia tingkat kemiskinan di bawah 10%," ujar mantan pejabat Bank Dunia yang juga Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.

Data BPS menampilkan pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen). Hal tersebut jauh lebih baik karena angka kemiskinan nyatanya telah berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen). Selain dilihat dari jumlah penduduk miskin dalam negara, persentase penduduk miskin dilihat dari daerah perkotaan pada September 2017 juga menurun, yakni sebesar 7,26 persen, turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018.

Usaha penurunan angka kemiskinan tersebut tentu membutuhkan usaha yang nyata dari semua pihak. Sudah bukan zamannya, menitik beratkan masalah sebesar kemiskinan hanya pada aspek pemerintah. Jika Indonesia diibaratkan sebagai sebuah mobil, maka pemerintah berperan sebagai setir yang mengarahkan jalannya perekonomian, sedang masyarakat berperan sebagai mesin yang harus mampu menjalakan roda perekonomian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun