Mohon tunggu...
senoaji wijanarko
senoaji wijanarko Mohon Tunggu... PNS -

Penulis adalah seorang sketcher, pesepeda jarak jauh, dan dokter umum yang sedang mendalami kajian administratif rumah sakit di universitas Indonesia, berdomisili sementara di Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sampah yang Melelahkan Pesepeda

17 Juni 2015   16:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya suka bersepeda, utamanya dengan jarak jauh. Rute favorit saya Bogor dan sekitarnya yang berjarak tempuh lebih dari 40 kilometer. Meski Jakarta menyediakan area car free day berjarak hanya 18 km dari domisili di Pondok Gede, namun perjalanan ke sana cukup menguji kesabaran dari kemacetan dan polusi udara, dibandingkan ke arah Bogor. Meski tetap menjadi pilihan karena adanya kegiatan grup sepeda dan sketsa yang sering saya hadiri.

Perjalanan bersepeda ke manapun di Jabodetabek ada banyak hal yang "mengagumkan", antara lain kemampuan membuang sampah warga di sepanjang raya Bogor, dalam kota, bahkan di area perbukitan sentul hingga lereng Gunung Salak. Sampah di mana-mana, bahkan di area di mana tempat sampah yang disediakan Pemerintah ada. Benar-benar sangat mengganggu pemandangan, dalam tingkatan tertentu secara tidak langsung dapat meningkatkan kelelahan karena terlalu banyak memikirkannya, memikirkan betapa luar biasanya kemampuan manusia merusak lingkungan entah disadari atau tidak dan kita orang-orang ini hidup di antara kita.

Berbicara mengenai sampah sedikit banyak kita berbicara mengenai perilaku manusia dan apa yang melatarbelakanginya. Manusia sejak lahir telah mendapatkan pendidikan baik informal berupa pengetahuan yang diserap dari pengalaman sehari-hari di rumah (dibantu orangtua) maupun formal. Kemudian pengalaman ini berkembang seiring kebiasaan dan pengalaman positif dan negatif yang diterima sepanjang hidupnya, di mana aplikasinya bisa positif bisa pula negatif. Dalam jangka panjang aplikasi ini dapat mempengaruhi manusia lainnya baik secara positif maupun negatif pula. Jika positif, tentu akan luar biasa pengaruhnya meski ditunjang kebiasaan-kebiasaan sederhana, begitu pula sebaliknya kebiasaan buruk yang sederhana jika dilakukan secara kontinyu menyebabkan kerusakan luar biasa. Sampah rumah tangga merupakan penyumbang terbesar. Kondisi demikian diperparah oleh kesadaran masyarakat yang relatif masih rendah dalam mengelola sampah. Jika kondisi ini tidak ditangani segera/secepatnya, timbunan sampah akan memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakatdan tentu saja tidak sedap dipandang mata. Mari bersama kita telaah permasalahannya.

Ada sebuah pemikiran bahwa pengelolaan sampah akan efektif bila dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya, yaitu rumah tangga dengan prinsip 4 R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace). Sejak sekolah Dasar bahkan Taman Kanak-kanak murid-murid jaman dulu hingga sekarang diajarkan bagaimana kita sebaiknya memisahkan sampah organik (sampah yang dapat hancur akibat pembusukan/dekomposisi) seperti daun, jerami, sisa makanan, kotoran hewan dapat terurai menjadi unsur yang lebih kecil dan tidak berbau disebut kompos; dengan sampah anorganik yang tidak dapat terurai dihasilkan dari bahan-bahan non hayati baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan seperti plastik, besi, pvc. Pemisahan sampah-sampah ini dapat mempermudah pemrosesan sampah oleh dinas kebersihan karena segera dapat dipilah mana yang dapat dibuat kompos/pupuk mana yang dapat didaur ulang. Dalam skala kecil pengelolaan sampah sederhana yang berawal dari rumah tangga ini dapat segera bermanfaat. Misalnya sampah dedaunan, kulit buah, dan sisa makanan yang kita kumpulkan di satu tempat dalam beberapa waktu akan menjadi pupuk tanaman yang secara langsung dapat menunjang kegiatan penghijauan di sekitar rumah kita memberi oksigen tambahan dari setiap tanaman yang ditanam. Sampah sisa plastik, botol bekas,kertas, besi dan aluminium bekas, sisa kaleng kemasan umumnya luput dari pengelolaan. Padahal jika dikumpulkan bisa menjadi tambahan penghasilan (meski tidak seberapa) atau membantu para pemulung menambah penghasilannya. Pemanfaatan sampah plastik/besi dalam bentuk kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi juga dilakukan untuk memberi nilai tambah baik estetika hingga ekonomis bagi pelakunya. Kegiatan ini dinamakan Recycle/mendaur ulang sampah Seringkali kaleng bekas terbuang begitu saja hingga menjadi wadah sarang nyamuk menimbulkan ledakan populasi nyamuk di daerah tersebut. Tidak hanya itu, bungkus plastik kemasan makanan yang dibuang ke saluran air dalam jumlah besar ke saluran air dapat menyumbat dan menimbulkan banjir saat musim hujan tiba. Jelas sangat merugikan lingkungan. Di awal 90 an saluran air di Pondok Gede dan sekitarnya tidak seperti sekarang, pemerintah tidak banyak membangun saluran air. Namun setelah dibuatkan saluran air sebagian justru digunakan untuk “menyembunyikan” sampah. Di kalangan masyarakat sendiri bukannya suka dengan kondisi ini, beberapa spanduk di lokasi-lokasi yang semestinya tidak menjadi tempat sampah dipasangi spanduk mulai dari yang bernada sopan seperti: “terima kasih tidak membuang sampah di tempat ini”, berupa peringatan seperti: “buang sampah di daerah ini dikenakan denda Rp xxx” , hingga yang kasar seperti: “Ya Allah, cabutlah nyawa orang-orang yang buang sampah di sini”. Menggelikan memang, tapi itulah yang sebenarnya, kita pun gelisah dengan perilaku ini. Baik, kembali ke bangku pendidikan, di SMP dan SMA himbauan terkait menjaga kebersihan ini masih kerap disampaikan oleh guru/kepala sekolah saat upacara.

Di beberapa sekolah bertema lingkungan asuhan kementrian lingkungan hidup yang menterinya kala itu dikritik keras Harrison Ford (pemeran Indiana Jones) karena cengangas-cengenges saat dikonfirmasi video kerusakan hutan Indonesia yang massif, menerapkan sekolah yang berwawasan lingkungan seperti pengelolaan sampah, pembuatan “hutan sekolah” serta pengetahuan mengenai Reduce, reuse, recycle, dan replace. Saat di bangku kuliah, mahasiswa urusan kebersihan banyak ditangani pihak ke tiga yang dibayar berkala untuk menjaga kebersihan, meski masih ada saja yang punya hobi buang sampah sembarangan. Reduce berarti mengurangi pemakaian bahan-bahan yang sulit terurai semisal plastik dan stereofoam. Contoh sederhananya menggunakan wadah plastik yang dibawa dari rumah saat membeli makanan di warung. Hal sederhana ini dapat mengurangi penggunaan plastik kemasan warung. Hal yang sama bisa dilakukan dengan lebih banyak membawa bekal dari rumah yang lebih bersih ketimbang jajan di luar meski sekedar air mineral, dalam waktu bersamaan kita menerapkan prinsip reuse. Prinsip replace dapat mengambil contoh Penggunaan plastik kemasan dapat menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan seperti daun pisang, kertas daur ulang yang artistik, hingga hasil kerajinan tangan dari sampah plastik bekas yang telah dicuci. Prinsip tersebut menekankan pada suatu perubahan sikap/perilaku diantaranya mengurangi pemakaian barang yang berpotensi menimbulkan sampah, mendaur ulang, menggunakan kembali, memilah dan mengolah sampah sehingga memberikan manfaat positif yang pada akhirnya akan mengurangi pembuangan sampah ke tempat penampungan akhir (TPA).

Salahnya di mana? Mari kita lihat keseharian kita, sudahkah kita menjaga kebersihan lingkungan? Berapa waktu yang kita keluarkan untuk menjaga kebersihan dalam bentuk gotong royong di lingkungan kita? Ketika kita sudah memisahkan sampah sesuai penggolongannya, bagaimana pengelolaan sampah oleh dinas kebersihan? Cukupkah jumlah tempat sampah sederhana yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat? Jawabannya sebagian karena ketidaktahuan dan ketidakpedulian kita semua.

Dibutuhkan kearifan banyak pihak dalam mengelola sampah rumah tangga kita, terutama sekali dalam menekankan perilaku yang benar baik dari rumah maupun di lingkungan dengan menyediakan fasilitas pembuangan pembuangan sampah yang mendukung perilaku tersebut. Karena walau bagaimana sikap baik apapun yang berawal dari rumah dan dunia pendidikan tidak akan berjalan mulus tanpa ada kepedulian dan kesadaran masyarakat serta peran pemerintah dalam membuat regulasi, fasilitas, dan kegiatan yang sifatnya membina, mengatur, memberi sanksi (bagi pelanggar) serta mengelola sampah yang tersaring dari kebiasaan/ perilaku positif masyarakat. Sehingga tidak ada lagi pesepeda yang berniat refreshing ke pegunungan lalu kelelahan karena memikirkan perilaku negatif pembuang sampah sembarangan.:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun