Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila Sebagai "Agama Nasional"

24 Agustus 2017   23:49 Diperbarui: 1 Juni 2018   09:16 1888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan) Dr.Romo Franz Magnis Suseno, SJ, Dr. Alwi A. Shihab, moderator Pdt. Ronny Helweldery, M.Si.. Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si dan Prof. Pdt. John A. Titaley, Th.D, Prof. dalam Kuliah Umum Agama “Mengukuhkan Pancasila, Merawat Kebhinekaan” yang digelar oleh Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Sabtu (15/7/2017) di Balairung UKSW Salatiga (Arsip Humas UKSW)

Awalnya tulisan ini merupakan saripati atau katakanlah, hasil pemahaman dan proses internalisasi saya berdasarkan diskusi empat Profesor dalam sebuah seminar. Seminar yang diadakan oleh mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) itu megusung tema, "Mengukuhkan Pancasila, Merawat Kebhinekaan" menghadirkan empat ulama besar. 

Mereka adalah Prof.Dr.Romo Franz Magnis-Soseno (ulama Katolik),  Prof.Dr.Alwi Shihab (ulama Islam), Prof. .Dr.Drs.I Nengah Duija (ulama Hindu), dan Prof.John A.Titaley,Th.D. (ulama Protestan). Di kemudian hari, setelah menyaksikan sebuah acara live show di sebuah tv swasta nasional saya tambahkan pula pikiran-pikiran Prof.Quraish Shihab dan  KH.Mustofa Bisri.

Tentu saja, konsep "Agama Nasional" yang dijadikan judul tulisan ini tidak pernah diungkapkan secara eksplisit oleh para Profesor yang dirujuk seperti disebutkan di atas. Namun, substansi yang dipahami dan direfleksikan mengkristal dalam  konsep tersebut. Meski demikian, sama sekali tidak dimaksudkan sebagai 'pelecehan terhadap keluhuraan agama-agama,' apalagi sebagai agama baru menandingi  agama-agama yang sudah ada. 

Indonesia sebagai Sebuah Anugerah

Pernyataan Proklamasi (Pernyataan Indonesia Merdeka) yang tercantum dalam Pembukaan UUD'45 merupakan sebuah 'pengakuan iman' para pendiri bangsa, yang diformulasikan dengan indah dan tegas pada alinea ketiga: Atas berkat Rahmat Tuhan yang Maha Kuasa...dst).  Deklarasi iman ini merupakan manifestasi dari keimanan yang sungguh-sungguh pada agama dan tuhan primordial masing-masing individu pendiri bangsa. Dengan rumusan frase deklaratif  di atas, semua anggota pendiri bangsa meyakini campurtangan kekuatan transenden yang disebut Tuhan itu. Tuhan, yang dikenalnya dengan sebutan berbeda-beda dalam agama masing-masing, namun menerima 'sebutan baru' itu sebagai unsur hakikat yang sama sebagaimana diimani dalam agama primordialnya.

Bagi  Prof.Titaley, diproklamasikannya NKRI merupakan anugerah Tuhan yang nyata. Titaley berargumentasi bahwa banyak kejadian ditengah jalan sesungguhnya tidak sesuai skenario yang dipersiapkan matang oleh para pendiri bangsa, termasuk didalamnya hasil-hasil keputusan BPUPKI/PPKI.  Nyata ada 'kekuatan lain' yang mengintervensi sehingga apa yang telah dipersiapkan "Panitia Persiapan Kemerdekaan" lebih disempurnakan.

Pertama; rencana proklamasi kemerdekaan tidak sesuai skenario para tokoh utama pendiri bangsa.  Soekarno dan generasi tua lainnya menginginkan menunggu 'hadiah' kemerdekaan seperti dijanjikan Jepang, karena khawatir akan terjadi  pertumpahan darah dan korban nyawa yang seharusnya tak perlu.

Bukankah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sudah dibentuk balatentara Jepang sejak Mei 1945? Seperti Karl Marx yang meyakini perwujudan cita-cita komunisme tidak perlu diperjuangkan karena sudah menjadi kehendak zaman, Soekarno mengandaikan momentum proklamasi sebagai 'ibu yang sedang hamil tua,' tentu waktu bersalinnya segera tiba. Tidak bisa tertunda, dan tidak akan ada yang bisa menghalangi. 

Namun, tanggal 16 Agustus para pemuda menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan berhasil meyakinkan mereka untuk segera memproklamasikan NKRI. Skenario besar para pendiri bangsa berantakan, tergantikan oleh sebuah 'skenario dadakan' yang tak terencana.  Kalau bukan intervensi Tuhan, kekuataan apa yang bisa lebih besar dari perencanaan matang para pendiri bangsa yang berkolaborasi dengan peguasa Jepang  waktu itu?

Kedua; Pernyataan Indonesia Merdeka (PIM) yang telah disiapkan melalui persidangan-persidangan BPUPKI/PPKI tidak digunakan, melainkan sebuah naskah ringkas  yang dikenal sebagai teks Proklamasi. Naskah ini baru dibuat pada malam sebelum hari proklamasi, sementara PIM kemudian menjadi Pembukaan UUD'45 telah dipersiapkan jauh sebelumnya, dibahas dan diputuskan dalam persidangan BPUPKI.  Apabila yang dibacakan pada hari Proklamasi 17 Agustus  itu adalah naskah PIM, maka nuansa Islam-nya sangat kuat sebab masih menggunakan naskah Piagam Jakarta. Demikianlah, intervensi  Tuhan yang maha dahsyat telah menyempurnakan Proklamasi kemerdekaan Indonesia, dari kecondongannya pada nilai-nilai agama tertentu ke posisi netral yang universal dan tidak diskriminatif.

Ketiga; BPUPKI/PPKI telah menghasilkan rumusan akhir Pancasila, yang dikemudian hari disebut sebagai "piagam Jakarta,"  yaitu dengan mencantumkan tujuh kata, "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi penganut-penganutnya" pada Sila I.   Namun, di tanggal 18 Agustus 1945 oleh usul keberatan sejumlah tokoh dari Kawasan Timur akhirnya disepakati menghapuskan ke tujuh kata itu. Apabila tidak dihilangkan ketujuh kata itu akan sangat berpotensi meciptakan peluang terjadinya diskriminasi terhadap golongan non Islam. Nilai-nilai diskriminatif  tentu tidaklah sesuai dengan ajaran agama manapun, dan bertentangan dengan sifat hakiki Tuhan sebagai yang "Maha Adil," dan "Maha Kasih." Sekali lagi terlihat, apa yang telah dihasilkan melalui proses panjang terkoreksi agar menjadi sempurna, hanya dalam waktu sesaat dan tak terencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun