Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggung Jawab Suami dan Kewajiban Istri

29 Maret 2017   09:25 Diperbarui: 29 Maret 2017   18:00 2176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menarik, mungkin itu kata yang Penulis dapat utarakan ketika membaca artikel Kompasianer Rachmah Dewi mengenai Dilema Setelah Menikah: Berkarier atau Jadi Ibu Rumah Tangga? Membahas prihal hidup berumahtangga seolah tidak akan pernah habisnya memang, hal tersebut dikarenakan lingkupnya terlalu luas sehingga tidak memiliki pedoman baku akan bagaimananya. Setiap individu yang telah melalui pencapaian hidup berkeluarga atau berumahtangga memiliki pandangan dan pengalaman yang berbeda-beda, alhasil menciptakan begitu banyaknya informasi. Sebagaimana kalimat mengatakan "pengalaman adalah guru yang terbaik" maka keanekaragam informasi tersebut dapat kita bersama rangkum untuk dimanfaatkan sebagai gudang ilmu maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,

Artikel yang Penulis buat ini bukan bermaksud untuk menyanggah isi dari artikel mbak Rachmah Dewi, melainkan lebih kepada pandangan seorang pria mencakup "tanggungjawab Suami dan kewajiban Istri". Problematika prihal "berkarier atau menjadi Ibu Rumah Tangga" acapkali menjadi pemikiran mayoritas kaum Hawa di era modern sekarang ini ketika memandang jauh akan seperti apa kehidupan berumahtangga, emansipasi wanita dan isu kesetaraan gender (kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia) mengubah pola pikir kuno menjadi kekinian, salah satunya yaitu bahwa tugas seorang wanita "cukup" mengurus rumah. Tentu hal tersebut sudah dikatakan "asing" (tidak cocok diterapkan) di era modern sekarang khususnya bagi mereka (kaum Hawa) yang hidup di daerah perkotaan dimana mereka lebih mandiri dan dapat mencapai apa yang diinginkannya seperti "meniti karier". Walau disinyalir ada konsekuensi dari apa yang kaum Hawa pilih tersebut semisalkan "terlambat jodoh", namun ada lebih baiknya semua dikembalikan kepada Allah. Rezeki, jodoh, dan umur adalah misteri Allah.

Kembali ke materi awal prihal berkarier atau menjadi Ibu Rumah Tangga? Bahwasanya ketika kaum Hawa memikirkan  akan keputusannya nanti bilamana telah mencapai kehidupan berumah tangga sebagai seorang Istri, maka sebaiknya telaah kembali apa inti dari pertanyaannya tersebut. Dalam pengertian Penulis seperti ini, kehidupan berkeluarga atau berumah tangga bukan kehidupan individualis atau hanya mementingkan ego diri sendri. Berkeluarga berarti mencakup luas tak hanya mengenai bahagia atau tidaknya keluarga tetapi juga mengenai kelangsungan hidup, baik atau tidak. Sebagaimana ada peran Suami dalam keluarga, apalagi sebagai individu yang memiliki tanggungjawab penuh sebagai kepala keluarga dan pihak memberikan keputusan  maka sebaiknya jangan lupakan bahwa apa yang istri akan lakukan perlu terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Suami. Anda boleh saja beranggapan, "masa sich cuma urusan begitu harus izin suami", perlu anda ketahui bahwa salah satu kewajiban Istri adalah "patuh kepada Suami". Apa yang dipandang baik oleh Suami maka baik pula bagi sang  Istri dan cerminan Istri yang baik adalah yang patuh kepada Suami-nya. Bilamana sang Suami mengizinkan itu tidak jadi persoalan, tetapi bilamana tidak maka jangan lakukan.

Dibalik problematika"berkarier atau menjadi Ibu Rumah Tangga" tidak lepas di latarbelakangi oleh situasi kondisi sekarang ini. Manakala biaya akan kebutuhan hidup kian tinggi maka membuahkan pemikiran bahwa dengan adanya penghasilan dari kedua belah pihak (Suami dan Istri) menjadikan beban hidup berkurang bahkan lebih baik, Penulis ajak untuk telaah kembali apa benar demikian? Boleh dikata bahwa pemikiran tersebut ada benarnya jika sesuai dengan kondisi, tetapi tidak ditekankan bahwa hal tersebut menjadi sebuah kewajiban agar seorang Istri harus berkarier. Mengapa Penulis katakan demikian? Menafkahi keluarga adalah salah satu bagian dari tanggungjawab sebagai seorang Suami, dan sebagai seorang Istri yang baik berapa pun penghasilan Suami maka ia ikhlas terima dan ia manage dengan sebaik-baiknya.

Hidup bahagia tidak selalu diartikan dapat dicapai dengan hidup serba berlebih, terkadang keluarga yang dengan kesederhaan dan berkecukupan dapat pula mencapai kebahagiaan bahkan melebihi mereka yang memiliki materi jauh diatasnya. Mengurus rumah tangga agar berlansung dengan baik merupakan tanggungjawab sebagai seorang Istri dan keluarga adalah kunci dari kebahagiaan berumahtangga. Anda bisa membayangkan alangkah senangnya Suami ketika ia lelah letih seharian bekerja dan sesampainya ia pulang disambut dengan Istrinya yang cantik, anak-anaknya terurus dengan baik, serta keadaan rumah yang rapi. Bagaimana jika keadaan sebaliknya terjadi manakala ia pulang dan menemukan anak-anaknya tidak terurus, rumahnya berantakan, dan tidak mengetahui Istrinya dimana maka tentu hal tersebut dapat menimbulkan petaka bagi rumahtangga.

Ada aspek yang perlu para kaum Hawa menanggapi problematika "berkarier atau menjadi Ibu Rumah Tangga", bahwasanya sekarang ini penghasilan tidak difokuskan hanya dengan meniti karier menjadi pekerja perkantoran melainkan anda pun bisa menghasilkan dengan bekerja di rumah. Bukankah sekarang ini era teknologi informasi membuat hal tersebut memungkinkan? Memang aspek penghasilan yang tidak menentu seringkali menjadi penghambat, namun rezeki Allah nan luas dan jangan anda berkecil hati. Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Allah telah berjanji dengan manusia berkeluarga maka akan Allah lapangkan rezeki, jangan ragu akan hal itu dan Penulis yakin Suami pun akan setuju dan turut mensupport. Yang terpenting ikhtiar dan tawakal, carilah rezeki halal yang Allah ridhoi. Sebagai gambaran diluar sana bahwa tidak sedikit kaum Hawa yang mencoba melawan arus ini, alhasil malah menjadi penyakitan. Niat berkarier, cari rezeki tidak halal, terjerat kasus hukum, keluarga tidak terurus, berakhir celaka, dan itu menjadi contoh agar tidak dikuti.

Kemudian prihal "berkarier atau menjadi Ibu Rumah Tangga" menurut pandangan Penulis bahwa tidak lepas pula dari faktor Suami sebagai pemimpin. Dalam artian seperti ini, apabila Suami mengizinkan sang Istri untuk berkarier maka Suami harus dapat menerima segala konsekuensi yang kemungkinan ia hadapi dan tidak melepas tanggungjawabnya. Jangan karena karier Istri cemerlang dan penghasilan lebih tinggi maka Suami berhenti menafkahi keluarga. Jangan karena Istri sibuk berkarier maka Suami sertamerta lalai mengawasi sang Istri. Jangan karena Istri berkarier lalu mencari-cari celah untuk berpaling ke lain hati maupun alasan untuk cerai. Sebagai pemimpin Suami harus pandai dan bijak dalam bersikap, Istri adalah harta bagi Suami dan Suami layaknya pakaian yang Istri kenakan. Baiknya Istri adalah kesuksesan bagi seorang Suami, tetapi buruknya Istri menandakan tidak bertanggungjawabnya anda sebagai Suami. Begitupun dari pihak Istri, ingatlah bahwa karier anda adalah dengan seizin sang Suami. Bilamana anda sukses, jangan kesampingkan peran Suami dalam kehidupan. Tetap junjung Suami sebagai panutan dan hormati sebagai pemimpin keluarga serta tetap patuh kepadanya.0

Kiranya masih banyak lagi hal yang dapat dibahas mengenai kehidupan berumahtangga, namun terkadang akan lebih mengalir bilamana diutarakan lewat mulut ketimbang melalui tulisan. Sebagaimana yang Penulis tekankan dari artikel ini bahwa hidup berkeluarga adalah hidup dalam kebersamaan, perbedaan bisa saja terjadi tetapi semua bisa terselesaikan bilamana tercipta komunikasi dua arah yang baik antara anggota keluarga. Bagi kaum Hawa bahwa anda tidak dituntut untuk menjadi lebih dikarenakan kodrat anda sebagai wanita ketika menjadi seorang Ibu jauh diatas Pria, menjadi seorang Ibu yang baik bagi keluarganya dan seorang Istri yang patuh kepada Suaminya sudah menjadi prestasi yang kelak anda banggakan dan tuai hasilnya di hadapan Allah. Demikian artikel ini, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun