Mohon tunggu...
Sang Wicara
Sang Wicara Mohon Tunggu... -

Pada mulanya adalah sabda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Jatim 2013: Konspirasi vs Partisipasi

20 Agustus 2013   11:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:04 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sudah berada di Surabaya sejak seminggu lalu. Melihat dari dekat dan merasakan suasana pemilihan Gubernur Jawa Timur 2013. Jatim terlalu penting, dan tidak bisa diabaikan oleh siapapun yang ingin memahami perpolitikan Indonesia. Terjadi saling pengaruh yang mendalam antara konstalasi politik nasional dengan dinamika politik Jatim, begitu juga sebaliknya. Jatim demikian penting, bukan lantaran luas wilayahnya saja yang mencakup 29 kabupaten dan 9 kota, melainkan juga lumbung suara untuk sekitar 30 juta suara. Jatim sangat penting karena posisi strategisnya secara geografis bagi Indonesia dalam pergaulan internasional, juga sumber daya alam yang tersimpan di dalamnya. Tidak heran jika Jatim kemudian menjadi tempat perebutan banyak kepentingan ekonomi dan politik besar, yang lebih besar dari Jatim sendiri.

Saya membuka lagi catatan Pilkada Jatim 2008. Tentang Pilkada yang diulang sampai dua kali. Jatim menjadi satu-satunya provinsi yang melangsungkan Pilkada hingga tiga kali pada 2008. Tentang laporan kecurangan yang bertaburan mewarnai seluruh proses pemilihan kala itu, yang tersimpan di berbagai situs dunia maya maupun arsip media massa konvensional. Fakta-fakta begitu mudah terbaca, begitu mudah dikelompokan dalam dua kategori besar, tentang berbenturan dan tarik-menarik kepentingan antara konspirasi modal dan kuasa nasional melawan aspirasi lokal Jatim. Ada dua dari empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sekarang yang merepresentasikan dua kepentingan yang saling tarik menarik dan berbenturan itu. Dua kepentingan yang sama, dengan representasi yang sama, kembali berkubu dan berebut sekaligus berbenturan dalam Pilkada Jatim 2013.

Saya tidak ragu menyebut kubu konspirasi direpresentasikan oleh pasangan Karwo-Ipul, dan tidak ragu memastikan pasangan Khofifah-Herman membawa aspirasi lokal Jatim. Kubu konspirasi melibatkan kekuatan modal dan kuasa nasional, sementara kubu aspirasi lokal mengandalkan kekuatan partisipasi masyarakat Jatim sendiri. Mudah dilihat tanda-tandanya; pasangan Karwo-Ipul didukung oleh partai-partai besar dengan kekuatan 70 persen suara partai di parlemen Jatim, dimotori oleh dua partai penguasa, yakni Partai Golkar dan Demokrat yang bisa bergerak secara leluasa di tingkat nasional. Sementara pasangan Khofifah-Herman hanya didukung oleh 15 persen suara partai, itupun bearasal dari partai non-parlemen. Hanya PKB satu-satunya partai yang memiliki kursi di Parlemen Jatim yang mendukung pasangan Khofifah-Herman. Dalam kadar yang cukup besar PKB adalah partainya masyarakat Jatim sendiri.

Dengan kekuatan sebesar itu, ditambah bantuan Partai Penguasa di tingkat nasional, yakni Demokrat dan Golkar, mudah saja bagi pasangan Karwo-Ipul melakukan berbagai manuver politik yang berbiaya besar sekalipun. Seperti penjegalan pasangan Khofifah-Herman di KPUD Jatim pada masa pencalonan. Menahan sosialisasi Pilkada Jatim, hingga masih ada sebagian masyarakat Jatim yang tidak mengetahui bahwa pasangan Khofifah-Herman menjadi peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jatim 2013 dengan nomor urut 4. Media massa juga tidak steril dari manuver pasangan Karwo-Ipul. Media nasional dikondisikan untuk tidak terlalu banyak memberitakan Pilkada Jatim, agar masyarakat Indonesia tidak ikut mengawasi jalannya Pikada Jatim 2013. Media lokal Jatim memerlihatkan agenda setting yang tidak berimbang, secara kualitas maupun kuantitas, pemberitaan lebih banyak memuat kegiatan kampanye Karwo-Ipul secara positif, dan terjadi sebaliknya terhadap khofifah.

Yang paling kasat mata, di Kota Surabaya kontras terlihat, baliho, spanduk, dan atribut kampanye lainnya dari pasangan Karwo-Ipul yang mendominasi ruang Kota Surabaya, dengan ragam desain dan slogan kampanye. Ini menunjukkan kekuatan dana yang demikian besar. Sementara pasangan Khofifah-Herman sangat minim. Yang mengherankan, tidak ada baliho, spanduk, maupun alat sosialisasi lainnya dari KPUD tentang siapa saja pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jatim yang akan dipilih pada 29 Agustus 2013 nanti. Ini menguatkan dugaan bahwa KPUD sama sekali tidak steril dari intervensi pasangan incumbent sampai saat ini. Jika sosialisasi Pilkada Jatim dilakukan secara massif, jelas yang bakal diuntungkan adalah pasangan Khofifah-Herman. Padahal anggaran Pilkada jatim yang dikelola KPUD itu demikian besar, Rp 578 miliar.

Membaca pemberitaan di berbagai media massa Jatim, tokoh-tokoh NU yang mendukung pasangan Khofifah-Herman berani secara terbuka menunjukkan diri sebagai pendukung pasangan Khofifah-Herman, sekaligus menyatakan dukungannya secara terang-terangan. Dukungan terbuka itu dilakukan pula oleh para kepala daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur. Sementara pasangan Karwo-Ipul tidak jelas betul tokoh-tokoh Jatim atau NU mana saja yang mendukungnya. Kalaupun ada yang muncul, hanyalah tokoh minor. Dukungan para kyai Jatim hanyalah berupa kalim Karwo atau Ipul sendiri.

Sekarang tinggal menghitung hari, pada saatnya nanti, apakah konspirasi modal dan politik nasional yang direpresentasikan oleh pasangan Karwo-Ipul, atau kekuatan partisipasi masyarakat Jatim sendiri yang akan keluar sebagai pemenang Pilkada jatim 2013? Saya akan terus mengikuti perjalanan Pilkada Jatim sampai selesai, dan mencatatnya dari waktu ke waktu.****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun