Mohon tunggu...
Sagita Purnomo
Sagita Purnomo Mohon Tunggu... -

Bagiku menulis sama pentingnya dengan Bernafas

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

Pasal 284 Jadi Celah Muda-Mudi untuk Berzina

8 Oktober 2013   12:47 Diperbarui: 2 Februari 2018   13:12 51823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi.(Shutterstock)

Menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KHUP) yang dimaksud dengan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki laki atau perempuan yang sudah kawin dengan perempuan atau laki laki yang bukan istri atau suaminya. Agar dapat termasuk dalam pasal ini maka persetubuhan itu harus diiasarkan atas suka sama suka, tidak boleh adanya pakasaan oleh salah satu pihak. Bukanlah dikatakan zina apabilaperzinaan itu dilakukan dengan paksaan (pasal 285), persetubuhan dengan perempuan dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya (pasal 286 ) dan persetubuhan dengan perempuan yang belum cukup umur lima belas tahun (pasal 287).

Pasal 284 ayat (1) KUHP tentang perzinaan berbunyi dihukum penjara selama lamanya sembilan bulan, 1a Bagi laki laki yang beristri, berbuat zina sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 KUHPerdata (sipil) berlaku padanya, b Perempuan yang bersuami berbuat zina, 2a laki laki yang turut melakukan perbuatan itu sedang diketahuinya bahwa kawanya itu bersuami, b perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedangkan diketahinya bahwa kawanya itu beristri dan pasal 27 KUHPerdata berlaku pada kawanya”.

Pasal ini melegalkan apabila seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang belum menikah untuk berbuat zina. Pasalnya yang dapat dijerat dengan pasal ini ialah orang yang sudah menikah saja, sedangkan untuk orang yang belum menikah tidak dapat dikenakan pasal ini. maka jangan heran kalau di negara ini sangat banyak muda-mudi yang melakukan seks bebas dengan sesuka hatinya

Hukum nasional yang ada sekarang merupakan gabungan tiga jenis hukum yaitu hukum islam, hukum adat, dan hukum barat. Ketiga hukum ini lah yang menjadi pilar dalam hukum nasional bangsa ini. Tentu saja banyak terdapat perbedaan yang dominan dari ketiga hukum ini salah satunya adalah mengenai defenisi dari zinah menurut hukum barat (KUHP), dengan hukum islan dan hukum adat.

Selain itupasal 284 KUHP adalahtermasukdelik aduanabsolutyang tidak memungkinkan perbuatan itu dipidana Jika tidak ada yang mengadukan dari pihak yang dirugikan(suamiatau istri yang dikhianati pasangannya)dan, selama perkara itu belum diperiksa dimukan pengadilan. maka senantiasa pengaduan itu dapat ditarik kembali.

Pandangan inilah yang seharusnya diubah dalam kebijakan hukum pidana dalam tindak pidana zina, Walaupun konseprancangan perubahanKUHPsudah rampung namun, belum disahkantoh kita bisa menggunakan asas legalitas materiil yang memungkinkan seorang hakim hanya mendasarkan hukum yang tertulis saja tetapi hukum yang hidup dimasyarakatdapatdigunakanmenjadi dasarsember hukum.

Zina bisa dijadikan tindak pidana,dalam arti melakukan hubungan badan di luar nikah. Yang mengacu pada hukum yang hidup di masyarakat dan dilakukan dengan legalitas materiilmengingat hukum adat dan hukum islam yang menjadi dasar hukum nasional , bertentangan dengan pengertian zinah yang dimaksud dalam KUHP.

Di samping itu dalam kenyataan sosial reaksi sebagai upaya untuk menanggulangi kejahatan tidak hanya diberikan oleh negara. Masyarakat dan individu yang merasa dirugikan rasa keadilannya akan memberikan reaksi pula. Aturan pidana yang kurang layak sering menjadi objek ketidak puasan masyarakat yang akhirnya menumbuhkan reaksi sosial. Hal ini semakin jelas apabila diperhatikan hasil penelitian yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai Pengaruh Agama terhadap Hukum Pidana. Baik masyarakat Bali, Aceh ataupun Manado memandang bahwa KUHP sekarang belum dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Perzinahan dalam KUHP diberikan arti yang luas, karena pada waktu sekarang dipandang tidak cocok lagi, dan mengenai perzinahan dengan pemberian sanksi harus mengawini, timbul persoalan apabila salah satu pihak telah dalam ikatan perkawinan di mana perkawinan baru dihalangi oleh perkawinan lama. Demikian juga timbul persoalan anak yang dilahirkan akibat perzinaan memungkinkan anak yang dilahirkan tetap menjadi anak zina sekalipun oleh kedua orang tuanya kemudian diikuti dengan perkawinan.

Seperti yang telah dikemukakan di awal bahwa perzinahan merupakan salah satu perbuatan yang kotor dan tercela. Walaupun hukum adat tidak tertulis, namun, perzinahan bagaimana bentuknya dianggap sebagai salah satu perbuatan yang dapat dikenai sanksi adat. Sanksi adat sebagai reaksi sosial atas perbuatan itu terdapat perbedaan antara masyarakat adat yang satu dengan masyarakat adat yang lain.

Tak beda jauh dengan hukum adat hukum Islam juga tidak membenarkan hubungan badan antara lelaki dan perempuan yang tidak terikat status perkawinan. Oleh karna itu sudah sangat jelaslah bahwasanya jonsep hukum kita (KUHP) mengenai zina adalah hal yang keliru. Karna bagaimanapun juga KUHP yang sekarang kita gunakan adalah warisan peninggalan belanda sejak zaman penjajahan. Isinya sudah tidak dapat dipertahankan lagi dan tidak relevan dengan perkembangan zaman sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun