Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Refleksi Mudik yang Ribut dan Netizen yang Carut Marut

11 Juli 2016   20:07 Diperbarui: 28 Juni 2017   14:42 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alhamdulillah, dilalui juga perjalanan mudik yang luar biasa istimewa di tahun 2016 ini dengan aman. Terjebak di tol Brexit? Ya, meskipun enggak se-ekstrim yang ada di media, tapi lumayanlah sempat buang air di botol air mineral.

Lagipula macet pas mudik itu juga sebuah tradisi lho. Kata siapa cuma mudiknya aja yang tradisi? Macetnya juga, nah kalau tiba-tiba mudik itu lancar jaya seperti ada yang kurang gitu rasanya, hampa.

Tapi yang kemarin itu memang luar biasa, macetnya luar biasa, ada 12 orang pemudik meninggal, pemberitaan media juga luar biasa apalagi komentar para netizen, absolutely amazing!! Netizen (entah yang komentar itu mudik semua atau enggak) sibuk menghujat (seperti biasa), momen ini jelas digunakan bagi para haters untuk menabuh hate speech.

Yup, bukan cuma sibuk menghujat macetnya, tapi juga menghujat pemerintah. Malah Fahri Hamzah sekonyong-konyong menyuruh semua menteri kabinet mundur (hah? Apa hubungannya?)..Yasudah maafkan lahir batin. Tapi yang pasti, yang begini ini malah membuat berita semakin semrawut, ditambah warga yang kurang piknik, maka akan makin absurd komentarnya, mereka pun terprovokasi.

Nah, ini ada sekedar refleksi dan coretan ide bagi pemerintah dari pengalaman mudik 2016 untuk perbaikan, dan juga untuk menjawab celetukan netizen yang haus akan hoax. Oke check it out!

  1. Pemerintah belum bisa antisipasi. Betul.
    • Terlihat tidak ada koordinasi yang jelas antara Dishub, kepolisian dan Pemda. Gini, jalan itu urusan Dishub dan pengelola tol, pengaturan lalu lintas urusan polisi dan akses termasuk pasar tumpah urusan Pemda.  Kurang informasi di lapangan, berita akurat malah kami dapatkan dari situs online dan radio, bukan petugas di jalan.
    • Titik bottleneck sudah kelihatan, drone sudah dimana-mana. Ada tiga titik; pertama, di pintu keluar akibat jalur menyempit. Kedua, di pom bensin, dan ketiga di pasar tumpah. Pasar tumpah ini adalah penyakit mudik sejak puluhan tahun lalu, kami pun juga tertahan di pasar tumpah, dan geleng-geleng.."belum ditutup nih pasar?"
    • Keluar pintu tol menyempit karena hanya 3 loket yang dibuka, padahal disitu ada 10 loket. Pas kami lewat masih tiga, entah kapan dibuka semuanya.
    • Pembiaran antrian pada pom bensin, padahal buntut sudah mengular berkilo-kilo. Kenapa? Ya itu tadi, tidak ada koordinasi yang jelas.
  2. Warga disuruh ambil cuti lebih panjang. Ini keliru, karena cuti yang diberikan perusahaan dan pemerintah ya bebarengan, mana ada perusahaan mau approve cuti tambahan dengan alasan mudik.
  3. Pemudik meningkat 5x lipat. Betul dan wajar, kerena ini bukti ekonomi tumbuh.
  4. Euforia tol baru. Salah, karena alasan orang mudik ya mudik saja, bukan karena tol.
  5. Macet hanya di era ini dan sebelumnya enggak. Salah dan ini fitnah hoax, pasti yg komen enggak pernah mudik. Gini, penulis pernah merasakan Jakarta-Subang 30 jam, belum sampai Jogja/Solo lho itu. Pernah juga 2 tahun lalu kami stuck di Indramayu, dan..aah, buanyaaak lah..maka dari itu dibangun tol.
  6. Tol ini katanya bikin lancar, kok? Betul, dibangunnya tol ini adalah solusi terhadap kemacatan, nyatanya jika jumlah pemudik itu biasa saja, ya memang lebih cepat. Yang salah bukan pembangunan tolnya, tapi koordinasinya mas bro. Mikir.
  7. Macet Brebes, tanda ekonomi melemah. Ini komentar orang yang tidak sekolah. Bertambahnya kendaraan adalah bukti bahwa ekonomi tumbuh. Simak kata-kata Pertamina: Pertamax dan Pertalite lebih laris dari Premium! (Wianda Pusponegoro). See! Bahkan mobil dan motor pun menjadi lebih apik. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan.
  8. Menhub tidak percaya orang meninggal karena macet akibat dehidrasi. Ini keliru, karena orang dehidrasi bukan cuma karena air, tapi juga terpapar karbondioksida yang berlebihan dari mobil akibat antrian yang berjam-jam. Bukan cuma 1-2 mobil, tapi ratusan mobil.

Jadi apa solusinya? Bukannya mau sok tahu, tapi memberi pemikiran solusi lebih baik ketimbang menghujat sana-sini kan, nah ini dia..

  1. Next, harus ada satu Unit Koordinator (fokal poin) khusus mudik, semacam unit independen, dan ini lebih tepat dipegang oleh Dishub. Memiliki akses ke semua penyelenggara mudik. Dari mulai dishub, pengelola tol, polisi hingga pemda. Mudik ini adalah sebuah proyek, maka tempatkan satu project manager yang mampu berpikir taktis, turun ke lapangan dan punya akses ke semua lini.
  2. Unit Koordinator ini pun berfungsi sebagai sumber informasi, semua petugas di lapangan dilarang membuat pernyataan ke media selain bersumber dari Unit ini, termasuk menteri.
  3. Jangan tunggu kemacetan mengular lebih dari 2 km baru berlaku contra flow dan pengalihan arus, ini bukti leletnya kerja penyelenggara mudik. Ini tugas Unit Koordinator, mereka berhak untuk memerintah kepolisian saat itu juga untuk pemberlakuan contra flow apabila dibutuhkan. Semua koordinasi mudik ada pada Unit ini. Kalau dulu Gajahmada menggunakan lambang kerajaan Majapahit untuk mengamankan Jayanegara, maka Unit Koordinator ini pun membawa Surat Perintah Kepresidenan.

Nah, terakhir, jangan salahkan warga yang mudik. Sama sekali jangan. Pemerintah harus sadar bahwa pemudik adalah penggerak ekonomi daerah. Berapa trilyun yang berputar selama mudik?

Juga jangan saling meyalahkan seperti pak menteri yang entah karena frustasi lalu meyalahkan Badan Pengelola Jalan Tol, buat apa pak? Toh, sejatinya arus mudik kali ini terbilang aman, jumlah kecelakaan dan korban mudik menurun drastis, nyaris turun 34%  (data disini).

Jadi bagi kawan-kawan pemudik, nikmatilah dan bersyukurlah, karena sejatinya macet adalah perjuangan, perjuangan bertemu orangtua dan saudara tercinta. Jika sabar, pasti ada pahala kawan. Dan juga mari berempati untuk korban di tol Brebes, jangan mendukung dengan membabi buta hingga menghilangkan logika.

Tapi juga jangan seperti para netizen penyebar hoax dan provokasi. Yang mudik sini, kok yang ribut situ?

Salam NKRI

***

Tulisan dimuat juga di blog pribadi DISINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun